BIN Sebut Medsos Telah Menjadi Inkubator Suburnya Radikalisme
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perkembangan pesat media sosial ( medsos ) sebagai salah satu produk teknologi informasi di satu sisi dianggap sebagai kemajuan. Masyarakat dengan mudah dapat mengakses informasi apa pun melalui medsos. Tetapi di titik ini pula medsos dianggap memberi andil pada penyebaran paham radikalisme di Indonesia.
Menurut Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto, target atau sasaran penyebaran paham ini adalah generasi milenial. "Media sosial disinyalir telah menjadi inkubator radikalisme, khususnya bagi generasi muda, rentang biasanya 17-24 tahun, ini yang menjadi target utama, selebihnya di atas itu second liner," kata Wawan dalam webinar bertajuk 'Mencegah Radikalisme & Terorisme Untuk Melahirkan Keharmonisan Sosial', Selasa (30/3/2021).
Analisis BIN ini, ungkap Wawan, dikuatkan juga dengan hasil survei terbaru yang dikeluarkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Survei mendapatkan kesimpulan bahwa 80 persen generasi milenial rentan terpapar radikalisme. Wawan memandang penting bagi seluruh masyarakat untuk menyikapi hal tersebut.
"Ini menjadi catatan kita bahwa generasi milenial lebih cenderung dia menelan mentah, tidak melakukan cek ricek, dan sikap intoleran ini biasanya muncul kepada generasi yang tidak kritis di dalam berfikir," ujarnya.
Wawan menegaskan, pihaknya selalu mendorong agar orang tua juga ikut berperan aktif untuk melihat apa yang dilakukan oleh kaum muda atau remaja di rumah. Sehingga mereka bisa tetap terkontrol baca-bacaannya yang bisa cenderung ke arah hal negatif.
"Karena media sosial 60 persen itu hoaks. Dan itu sangat berdampak bagi jiwa-jiwa labil yang tidak kritis sehingga mereka melakukan langkah-langkah intoleran yang berujung pada tindakan radikal apalagi mengarah ke teroris," pungkasnya.
Menurut Deputi VII Badan Intelijen Negara (BIN) Wawan Hari Purwanto, target atau sasaran penyebaran paham ini adalah generasi milenial. "Media sosial disinyalir telah menjadi inkubator radikalisme, khususnya bagi generasi muda, rentang biasanya 17-24 tahun, ini yang menjadi target utama, selebihnya di atas itu second liner," kata Wawan dalam webinar bertajuk 'Mencegah Radikalisme & Terorisme Untuk Melahirkan Keharmonisan Sosial', Selasa (30/3/2021).
Analisis BIN ini, ungkap Wawan, dikuatkan juga dengan hasil survei terbaru yang dikeluarkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Survei mendapatkan kesimpulan bahwa 80 persen generasi milenial rentan terpapar radikalisme. Wawan memandang penting bagi seluruh masyarakat untuk menyikapi hal tersebut.
"Ini menjadi catatan kita bahwa generasi milenial lebih cenderung dia menelan mentah, tidak melakukan cek ricek, dan sikap intoleran ini biasanya muncul kepada generasi yang tidak kritis di dalam berfikir," ujarnya.
Wawan menegaskan, pihaknya selalu mendorong agar orang tua juga ikut berperan aktif untuk melihat apa yang dilakukan oleh kaum muda atau remaja di rumah. Sehingga mereka bisa tetap terkontrol baca-bacaannya yang bisa cenderung ke arah hal negatif.
"Karena media sosial 60 persen itu hoaks. Dan itu sangat berdampak bagi jiwa-jiwa labil yang tidak kritis sehingga mereka melakukan langkah-langkah intoleran yang berujung pada tindakan radikal apalagi mengarah ke teroris," pungkasnya.
(muh)