KPCDI Desak Pemerintah Prioritaskan Pasien Gagal Ginjal Dapatkan Vaksinasi COVID-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir mendesak pemerintah segera menetapkan pasien gagal ginjal kronik sebagai prioritas penerima vaksin COVID-19 . Hal ini harus dilakukan mengingat pasien gagal ginjal kronik adalah bagian dari populasi yang rentan terpapar virus corona.
Di Indonesia, angka pasien yang menderita gagal ginjal tahap akhir menyentuh angka 250.000 orang. Angka tersebut masih akan terus bertambah jika kampanye ke pelbagai pihak tidak dilakukan secara masif tentang deteksi dini kesehatan ginjal.
Dari catatan KPCDI, tingkat kematian pasien penderita gagal ginjal yang terpapar COVID-19 cukup tinggi. Lebih memprihatinkan lagi, sampai hari ini sarana rumah sakit (RS) yang menyediakan ruang isolasi khusus sekaligus perlengkapan ruangan hemodialisis masih sangat minim dijumpai.
Baca juga: KSAL Tinjau Serbuan Vaksinasi Prajurit Korps Marinir
"Kebijakan vaksinasi tidak hanya melindungi pasien gagal ginjal tetapi juga tenaga medis. Ada perawat, dokter, keluarga pasien di rumah dan semua pihak karena tingkat interaksi yang tinggi dari dan ke rumah sakit," kata Tony di Jakarta, Sabtu (27/3/2021).
Menurut Tony, para pasien gagal ginjal kronik harus melakukan perjalanan minimal delapan kali dalam satu bulan untuk menjalankan terapi hemodialisis di rumah sakit. Hal itu menjadi rentan karena para pasien banyak yang menggunakan sarana transportasi umum menuju ke RS atau klinik hemodialisisnya.
Tony mencontohkan, ketika seorang pasien gagal ginjal terpapar covid dan tanpa gejala mereka tidak bisa diisolasi di rumah--dan harus tetap pergi ke RS untuk cuci darah. Bagi pasien, lebih mengkhawatirkan jika mereka tidak cuci darah dibandingkan terpapar covid. Tidak cuci darah, sama saja menyerahkan nyawa kepada Sang Pencipta.
Baca juga: 230 Lansia Panti Wredha Kota Bogor Jalani Vaksinasi COVID-19
"Angka kunjungan tindakan hemodialisis ini kan sering 8-12 kali satu bulan, sehingga risiko terkena COVID sangat tinggi. Artinya pemerintah harus segera menetapkan pasien gagal ginjal sebagai penerima vaksin prioritas, sama halnya dengan tenaga kesehatan, usia lanjut dan pelayan publik," ujarnya.
Desakan KPCDI sendiri sejalan dengan desakan dari tiga organisasi ginjal global yang meminta pemerintah di seluruh negara untuk memprioritaskan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani proses dialisis untuk mendapatkan vaksinasi COVID-19.
Desakan itu sebelumnya dikeluarkan oleh American Society of Nephrology (ASN), The European Renal Association-European Dialysis and Transplant Association (ERA-EDTA) dan International Society of Nephrology (ISN).
Dalam keterangannya, ketiga organisasi tersebut menjelaskan orang yang mengalami gagal ginjal tidak dapat mengisolasi diri di rumah karena harus melakukan proses dialisis ke fasilitas kesehatan dua sampai tiga kali dalam satu minggu. Dalam melakukan proses dialisis waktu yang dibutuhkan adalah sekitar 3-4 jam lamanya.
"Untuk menerima perawatan yang menyelamatkan nyawa ini. Mereka terlalu sakit dan rentan untuk bepergian ke lokasi vaksinasi publik. Sehingga perlu digaris bawahi harus menyiapkan vaksin di tempat dialisis pasien," kata tiga Presiden Organisasi Ginjal Global dalam keterangan resminya, Rabu (17/3/2021).
Di sisi lain, Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) memberikan rekomendasi bagi para pasien penyakit ginjal kronik, geriatri, dan kardiovaskular untuk mendapatkan vaksinasi COVID-19 (CoronaVac).
Ketua PAPDI dr Sally A Nasution, menjelaskan beberapa hal yang dijadikan bahan pertimbangan pemberian vaksinasi adalah upaya untuk mencapai herd immunity atau kekebalan kelompok pada populasi penduduk Indonesia untuk memutus transmisi COVID-19, sehingga diperlukan cakupan vaksinasi yang luas.
Menindaklanjuti rekomendasi tersebut, Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PB PERNEFRI) dr Aida Lydia, PhD, Sp.PD-KGH, menjelaskan pihaknya sudah melakukan komunikasi secara intensif dengan Kementerian Kesehatan. Pun, menurut Aida, imbauan dari internasional untuk memberikan vaksinasi bagi pasien gagal ginjal juga sudah disampaikan.
Akan tetapi, vaksinasi massal tersebut tentu disesuaikan dengan jumlah vaksin covid-19 yang ada di Indonesia dan akan dilakukan secara bertahap. Di Indonesia sendiri menurut Aida masih memprioritaskan pemberian vaksinasi untuk tenaga kesehatan, lansia, dan pelayanan publik.
"Penyakit bukan hanya satu-satunya orang sakit ginjal saja yang prioritas. Banyak juga yang lain. Tapi imbauan itu sudah saya sampaikan ke Kemenkes. Kemenkes sudah paham betul dan sekarang memang vaksinnya masih bertahap datangnya. Dari Kemenkes itu kan sedapat mungkin semua akan dicakup," kata Aida ketika dikonfirmasi, Selasa (23/3/2021).
Aida meminta seluruh pihak untuk bersabar karena baik Pernefri dan Kemenkes sejauh ini sudah bekerja keras untuk memberikan vaksin. "Termasuk juga orang hemodialisis akan dapat giliran, tentu kita sabar."
Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik dr Siti Nadia Tarmizi melihat rekomendasi dari PAPDI tidak secara khusus memprioritaskan pemberian vaksinasi COVID-19 kepada para pasien gagal ginjal kronik. Akan tetapi, para pasien penderita gagal ginjal kronik sudah masuk menjadi kriteria sasaran yang akan mendapatkan vaksinasi.
Dalam memberikan prioritas vaksinasi, Nadia menyatakan pihaknya sejauh ini masih merujuk pada rekomendasi yang diberikan oleh World Health Organization (WHO). Pihaknya juga masih menunggu rekomendasi prioritas pemberian vaksin terhadap penderita penyakit tertentu dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI). PAPDI dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
"Secara umum sudah masuk di dalam kriteria dan mereka (pasien penderita gagal ginjal kronik) akan mendapatkan sasaran penerima vaksin," jelas Nadia ketika dihubungi, Jumat (26/3/2021).
Terkait pelaksanaan vaksinasi untuk pasien gagal ginjal, Nadia menyatakan semuanya akan dimasukan dalam skema vaksinasi nasional sama seperti dengan yang lainnya. Ia juga belum bisa memastikan kapan hal itu akan dilaksanakan. Semua tergantung rekomendasi dan beban vaksinasi yang dijalankan.
Untuk rekomendasi memberikan vaksinasi bagi pasien gagal ginjal kronik di unit hemodialisis, Nadia menyatakan pelaksanaannya, bisa dilakukan di rumah sakit yang sudah mendaftarkan diri untuk menjadi tempat pos vaksinasi.
"Jadi silahkan datang tapi sesuai dengan usianya. Kalau lansia orang dengan penyakit ginjal dan usia 60 tahun sekarang sudah bisa divaksinasi. Atau apakah pasien tersebut (berprofesi) pemberi pelayanan publik dan memiliki gangguan ginjal pasti juga akan dapat vaksinasi," tegasnya.
Kini, menurut Nadia melalui surat terbaru dari PAPDI, pasien gagal ginjal kronik tidak lagi perlu mendapatkan rekomendasi dari dokter untuk vaksinasi. Rekomendasi diperlukan apabila pasien mengalami kondisi klinis akut. Selama merasa badannya sehat, pasien bisa menjalankan vaksinasi. "Kalau dia sesak dan merasa tidak enak tidak bisa divaksinasi."
Akan tetapi ungkapan Nadia di atas terdapat perbedaan dengan rekomendasi terbaru PAPDI yang juga didalamnya melampiran surat kelayakan vaksinasi. Merujuk surat PAPDI No: 2309/PB PAPDI/U/III/2021, poin 15-16 menjelaskan penyakit ginjal kronik non dialisis dan dialisis dalam kondisi stabil secara klinis laik diberikan vaksin covid-19 karena risiko infeksi yang tinggi dan risiko mortalitas serta morbiditas yang sangat tinggi pada populasi bila terinfeksi covid-19.
“Kriteria stabil meliputi pasien tidak sedang mengalami komplikasi akut terkait penyakit ginjal kronik atau tidak dalam kondisi klinis lain dimana dalam penilaian dokter yang merawat tidak laik untuk menjalani vaksinasi,” tulis rekomendasi PAPDI.
Atas dasar itu, Tony menilai untuk memberikan vaksinasi bagi pasien gagal ginjal tidak bisa dilakukan sembarangan. Menurutnya akan sangat sulit bagi pasien untuk menilai kondisi kesehatan tubuhnya jika tidak mendapatkan rekomendasi dari dokter yang bertanggung jawab merawatnya.
"Karena ini pasien kronis dan kondisi klinis pasien selalu berubah-ubah karena penyakitnya. Misalnya sejam ini pasien kondisinya baik-baik saja, satu jam akan datang bisa drop. Itu yang menjadi catatan. Makanya penting rekomendasi dokter yang merawat mereka," ujarnya.
Atas dasar itu, KPCDI menyetujui rekomendasi dari tiga organisasi global dimana vaksinasi harus dilakukan di dalam unit hemodialisis dimana pasien dirawat. Di dalam unit tersebut, dokter yang merawat secara berkala akan memantau kondisi pasien dan mengetahui apakah pasien tersebut laik mendapatkan vaksinasi sesuai dengan apa yang direkomendasikan oleh PAPDI.
Lihat Juga: Mulai 2024 Vaksin Covid-19 Tak Gratis, Yerry Tawalujan Berharap Harganya Terjangkau Peserta BPJS
Di Indonesia, angka pasien yang menderita gagal ginjal tahap akhir menyentuh angka 250.000 orang. Angka tersebut masih akan terus bertambah jika kampanye ke pelbagai pihak tidak dilakukan secara masif tentang deteksi dini kesehatan ginjal.
Dari catatan KPCDI, tingkat kematian pasien penderita gagal ginjal yang terpapar COVID-19 cukup tinggi. Lebih memprihatinkan lagi, sampai hari ini sarana rumah sakit (RS) yang menyediakan ruang isolasi khusus sekaligus perlengkapan ruangan hemodialisis masih sangat minim dijumpai.
Baca juga: KSAL Tinjau Serbuan Vaksinasi Prajurit Korps Marinir
"Kebijakan vaksinasi tidak hanya melindungi pasien gagal ginjal tetapi juga tenaga medis. Ada perawat, dokter, keluarga pasien di rumah dan semua pihak karena tingkat interaksi yang tinggi dari dan ke rumah sakit," kata Tony di Jakarta, Sabtu (27/3/2021).
Menurut Tony, para pasien gagal ginjal kronik harus melakukan perjalanan minimal delapan kali dalam satu bulan untuk menjalankan terapi hemodialisis di rumah sakit. Hal itu menjadi rentan karena para pasien banyak yang menggunakan sarana transportasi umum menuju ke RS atau klinik hemodialisisnya.
Tony mencontohkan, ketika seorang pasien gagal ginjal terpapar covid dan tanpa gejala mereka tidak bisa diisolasi di rumah--dan harus tetap pergi ke RS untuk cuci darah. Bagi pasien, lebih mengkhawatirkan jika mereka tidak cuci darah dibandingkan terpapar covid. Tidak cuci darah, sama saja menyerahkan nyawa kepada Sang Pencipta.
Baca juga: 230 Lansia Panti Wredha Kota Bogor Jalani Vaksinasi COVID-19
"Angka kunjungan tindakan hemodialisis ini kan sering 8-12 kali satu bulan, sehingga risiko terkena COVID sangat tinggi. Artinya pemerintah harus segera menetapkan pasien gagal ginjal sebagai penerima vaksin prioritas, sama halnya dengan tenaga kesehatan, usia lanjut dan pelayan publik," ujarnya.
Desakan KPCDI sendiri sejalan dengan desakan dari tiga organisasi ginjal global yang meminta pemerintah di seluruh negara untuk memprioritaskan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani proses dialisis untuk mendapatkan vaksinasi COVID-19.
Desakan itu sebelumnya dikeluarkan oleh American Society of Nephrology (ASN), The European Renal Association-European Dialysis and Transplant Association (ERA-EDTA) dan International Society of Nephrology (ISN).
Dalam keterangannya, ketiga organisasi tersebut menjelaskan orang yang mengalami gagal ginjal tidak dapat mengisolasi diri di rumah karena harus melakukan proses dialisis ke fasilitas kesehatan dua sampai tiga kali dalam satu minggu. Dalam melakukan proses dialisis waktu yang dibutuhkan adalah sekitar 3-4 jam lamanya.
"Untuk menerima perawatan yang menyelamatkan nyawa ini. Mereka terlalu sakit dan rentan untuk bepergian ke lokasi vaksinasi publik. Sehingga perlu digaris bawahi harus menyiapkan vaksin di tempat dialisis pasien," kata tiga Presiden Organisasi Ginjal Global dalam keterangan resminya, Rabu (17/3/2021).
Di sisi lain, Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) memberikan rekomendasi bagi para pasien penyakit ginjal kronik, geriatri, dan kardiovaskular untuk mendapatkan vaksinasi COVID-19 (CoronaVac).
Ketua PAPDI dr Sally A Nasution, menjelaskan beberapa hal yang dijadikan bahan pertimbangan pemberian vaksinasi adalah upaya untuk mencapai herd immunity atau kekebalan kelompok pada populasi penduduk Indonesia untuk memutus transmisi COVID-19, sehingga diperlukan cakupan vaksinasi yang luas.
Menindaklanjuti rekomendasi tersebut, Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PB PERNEFRI) dr Aida Lydia, PhD, Sp.PD-KGH, menjelaskan pihaknya sudah melakukan komunikasi secara intensif dengan Kementerian Kesehatan. Pun, menurut Aida, imbauan dari internasional untuk memberikan vaksinasi bagi pasien gagal ginjal juga sudah disampaikan.
Akan tetapi, vaksinasi massal tersebut tentu disesuaikan dengan jumlah vaksin covid-19 yang ada di Indonesia dan akan dilakukan secara bertahap. Di Indonesia sendiri menurut Aida masih memprioritaskan pemberian vaksinasi untuk tenaga kesehatan, lansia, dan pelayanan publik.
"Penyakit bukan hanya satu-satunya orang sakit ginjal saja yang prioritas. Banyak juga yang lain. Tapi imbauan itu sudah saya sampaikan ke Kemenkes. Kemenkes sudah paham betul dan sekarang memang vaksinnya masih bertahap datangnya. Dari Kemenkes itu kan sedapat mungkin semua akan dicakup," kata Aida ketika dikonfirmasi, Selasa (23/3/2021).
Aida meminta seluruh pihak untuk bersabar karena baik Pernefri dan Kemenkes sejauh ini sudah bekerja keras untuk memberikan vaksin. "Termasuk juga orang hemodialisis akan dapat giliran, tentu kita sabar."
Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik dr Siti Nadia Tarmizi melihat rekomendasi dari PAPDI tidak secara khusus memprioritaskan pemberian vaksinasi COVID-19 kepada para pasien gagal ginjal kronik. Akan tetapi, para pasien penderita gagal ginjal kronik sudah masuk menjadi kriteria sasaran yang akan mendapatkan vaksinasi.
Dalam memberikan prioritas vaksinasi, Nadia menyatakan pihaknya sejauh ini masih merujuk pada rekomendasi yang diberikan oleh World Health Organization (WHO). Pihaknya juga masih menunggu rekomendasi prioritas pemberian vaksin terhadap penderita penyakit tertentu dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI). PAPDI dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
"Secara umum sudah masuk di dalam kriteria dan mereka (pasien penderita gagal ginjal kronik) akan mendapatkan sasaran penerima vaksin," jelas Nadia ketika dihubungi, Jumat (26/3/2021).
Terkait pelaksanaan vaksinasi untuk pasien gagal ginjal, Nadia menyatakan semuanya akan dimasukan dalam skema vaksinasi nasional sama seperti dengan yang lainnya. Ia juga belum bisa memastikan kapan hal itu akan dilaksanakan. Semua tergantung rekomendasi dan beban vaksinasi yang dijalankan.
Untuk rekomendasi memberikan vaksinasi bagi pasien gagal ginjal kronik di unit hemodialisis, Nadia menyatakan pelaksanaannya, bisa dilakukan di rumah sakit yang sudah mendaftarkan diri untuk menjadi tempat pos vaksinasi.
"Jadi silahkan datang tapi sesuai dengan usianya. Kalau lansia orang dengan penyakit ginjal dan usia 60 tahun sekarang sudah bisa divaksinasi. Atau apakah pasien tersebut (berprofesi) pemberi pelayanan publik dan memiliki gangguan ginjal pasti juga akan dapat vaksinasi," tegasnya.
Kini, menurut Nadia melalui surat terbaru dari PAPDI, pasien gagal ginjal kronik tidak lagi perlu mendapatkan rekomendasi dari dokter untuk vaksinasi. Rekomendasi diperlukan apabila pasien mengalami kondisi klinis akut. Selama merasa badannya sehat, pasien bisa menjalankan vaksinasi. "Kalau dia sesak dan merasa tidak enak tidak bisa divaksinasi."
Akan tetapi ungkapan Nadia di atas terdapat perbedaan dengan rekomendasi terbaru PAPDI yang juga didalamnya melampiran surat kelayakan vaksinasi. Merujuk surat PAPDI No: 2309/PB PAPDI/U/III/2021, poin 15-16 menjelaskan penyakit ginjal kronik non dialisis dan dialisis dalam kondisi stabil secara klinis laik diberikan vaksin covid-19 karena risiko infeksi yang tinggi dan risiko mortalitas serta morbiditas yang sangat tinggi pada populasi bila terinfeksi covid-19.
“Kriteria stabil meliputi pasien tidak sedang mengalami komplikasi akut terkait penyakit ginjal kronik atau tidak dalam kondisi klinis lain dimana dalam penilaian dokter yang merawat tidak laik untuk menjalani vaksinasi,” tulis rekomendasi PAPDI.
Atas dasar itu, Tony menilai untuk memberikan vaksinasi bagi pasien gagal ginjal tidak bisa dilakukan sembarangan. Menurutnya akan sangat sulit bagi pasien untuk menilai kondisi kesehatan tubuhnya jika tidak mendapatkan rekomendasi dari dokter yang bertanggung jawab merawatnya.
"Karena ini pasien kronis dan kondisi klinis pasien selalu berubah-ubah karena penyakitnya. Misalnya sejam ini pasien kondisinya baik-baik saja, satu jam akan datang bisa drop. Itu yang menjadi catatan. Makanya penting rekomendasi dokter yang merawat mereka," ujarnya.
Atas dasar itu, KPCDI menyetujui rekomendasi dari tiga organisasi global dimana vaksinasi harus dilakukan di dalam unit hemodialisis dimana pasien dirawat. Di dalam unit tersebut, dokter yang merawat secara berkala akan memantau kondisi pasien dan mengetahui apakah pasien tersebut laik mendapatkan vaksinasi sesuai dengan apa yang direkomendasikan oleh PAPDI.
Lihat Juga: Mulai 2024 Vaksin Covid-19 Tak Gratis, Yerry Tawalujan Berharap Harganya Terjangkau Peserta BPJS
(abd)