Belajar dari Pandemi Covid-19, KPCDI Berharap Pemerintah Bangun Faskes Tangguh
loading...
A
A
A
JAKARTA - Situasi pandemi Covid-19 di Indonesia merupakan hal terburuk yang pernah dialami bagi Pasien Ginjal Kronik (PGK). Di mana pada saat itu, PGK menjadi populasi yang sangat rentan terpapar dan memiliki mortalitas yang cukup tinggi.
Di sisi lain, pandemi Covid-19 juga membuka tabir fasilitas kesehatan di Indonesia belum bekerja secara optimal, khususnya bagi PGK. Sebagai contoh, banyak PGK yang terinfeksi Covid-19, tidak bisa melakukan proses Hemodialisis (HD) karena ketidaksiapan fasilitas HD bagi pasien ginjal yang saat itu juga terkena Covid-19.
"Hal tersebut menjadi sangat berbahaya mengingat PGK sangat membutuhkan HD yang adekuat untuk menjamin kualitas hidupnya. Satu kali saja PGK absen melakukan HD maka dampak kepada tubuh akan sangat terasa dan pada akhirnya ancaman kematian itu ada di depan mata," kata Ketua Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir dalam siaran persnya, Kamis (9/3/2023).
Di sisi lain, PGK juga harus bertarung dengan virus Sars-CoV-2 dengan sangat terbuka. Pada saat kebijakan karantina wilayah dilakukan oleh pemerintah, PGK masih harus tetap melakukan perjalanan ke rumah sakit untuk melakukan HD setidaknya tiga kali seminggu. Padahal, pada saat itu rumah sakit merupakan sumber penyebaran Covid-19 yang cukup tinggi.
“Tempat layanan cuci darah terkunci dan kami tidak bisa mengaksesnya karena ada kebijakan karantina. Tapi kami (PGK) harus tetap datang ke rumah sakit agar kami bisa hidup. Ini adalah tantangan yang luar biasa,” ujarnya.
Belajar dari pandemi Covid-19, Tony berharap pemerintah membangun fasilitaskesehatan yang mampu melayani masyarakat dalam kondisi sedarurat apapun. "Pandemi mengajarkan bahwa layanan kesehatan pernah lumpuh dan banyak masyarakat yang sangat menderita," tuturnya.
Pemerataan akses layanan kesehatan di seluruh penjuru negeri merupakan langkah bijak untuk menjamin kesehatan masyarakat. Menurut Tony, pelayanan yang adil dambaan seluruh pasien dan menandakan pemerintah hadir di tengah-tengah masyarakat.
Hal ini sejalan dengan empat poin yang ditekankan dalam tema World Kidney Day (WKD) atau Hari Ginjal Sedunia 2023 untuk menjamin kesehatan PGK di seluruh negara. Pertama, pemerintah perlu mengadopsi strategi kesehatan terpadu yang mengutamakan pencegahan, deteksi dini, dan penanganan Penyakit Tidak Menular (PTM) termasuk penyakit ginjal.
Kedua, layanan perawatan kesehatan harus menyediakan akses yang adil dan tepat untuk merawat pasien kronis pada saat darurat. Ketiga, pemerintah harus memasukkan rencana kesiapsiagaan darurat dalam pengelolaan dan deteksi PTM dan mendukung pencegahan. Keempat, pasien harus merencanakan keadaan darurat dengan menyiapkan alat kesehatan darurat yang mencakup makanan, air, persediaan media, dan catatan medis.
“Jangan sampai ada yang meninggal lagi karena susah melakukan cuci darah. Kita harapkan pemerintah harus menyiapkan kesiapsiagaan darurat dalam manajemen dan deteksi PTM serta mendukung promotif dan preventif untuk menekan PGK,” uajrnya.
Di sisi lain, pandemi Covid-19 juga membuka tabir fasilitas kesehatan di Indonesia belum bekerja secara optimal, khususnya bagi PGK. Sebagai contoh, banyak PGK yang terinfeksi Covid-19, tidak bisa melakukan proses Hemodialisis (HD) karena ketidaksiapan fasilitas HD bagi pasien ginjal yang saat itu juga terkena Covid-19.
"Hal tersebut menjadi sangat berbahaya mengingat PGK sangat membutuhkan HD yang adekuat untuk menjamin kualitas hidupnya. Satu kali saja PGK absen melakukan HD maka dampak kepada tubuh akan sangat terasa dan pada akhirnya ancaman kematian itu ada di depan mata," kata Ketua Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir dalam siaran persnya, Kamis (9/3/2023).
Di sisi lain, PGK juga harus bertarung dengan virus Sars-CoV-2 dengan sangat terbuka. Pada saat kebijakan karantina wilayah dilakukan oleh pemerintah, PGK masih harus tetap melakukan perjalanan ke rumah sakit untuk melakukan HD setidaknya tiga kali seminggu. Padahal, pada saat itu rumah sakit merupakan sumber penyebaran Covid-19 yang cukup tinggi.
“Tempat layanan cuci darah terkunci dan kami tidak bisa mengaksesnya karena ada kebijakan karantina. Tapi kami (PGK) harus tetap datang ke rumah sakit agar kami bisa hidup. Ini adalah tantangan yang luar biasa,” ujarnya.
Belajar dari pandemi Covid-19, Tony berharap pemerintah membangun fasilitaskesehatan yang mampu melayani masyarakat dalam kondisi sedarurat apapun. "Pandemi mengajarkan bahwa layanan kesehatan pernah lumpuh dan banyak masyarakat yang sangat menderita," tuturnya.
Pemerataan akses layanan kesehatan di seluruh penjuru negeri merupakan langkah bijak untuk menjamin kesehatan masyarakat. Menurut Tony, pelayanan yang adil dambaan seluruh pasien dan menandakan pemerintah hadir di tengah-tengah masyarakat.
Hal ini sejalan dengan empat poin yang ditekankan dalam tema World Kidney Day (WKD) atau Hari Ginjal Sedunia 2023 untuk menjamin kesehatan PGK di seluruh negara. Pertama, pemerintah perlu mengadopsi strategi kesehatan terpadu yang mengutamakan pencegahan, deteksi dini, dan penanganan Penyakit Tidak Menular (PTM) termasuk penyakit ginjal.
Kedua, layanan perawatan kesehatan harus menyediakan akses yang adil dan tepat untuk merawat pasien kronis pada saat darurat. Ketiga, pemerintah harus memasukkan rencana kesiapsiagaan darurat dalam pengelolaan dan deteksi PTM dan mendukung pencegahan. Keempat, pasien harus merencanakan keadaan darurat dengan menyiapkan alat kesehatan darurat yang mencakup makanan, air, persediaan media, dan catatan medis.
“Jangan sampai ada yang meninggal lagi karena susah melakukan cuci darah. Kita harapkan pemerintah harus menyiapkan kesiapsiagaan darurat dalam manajemen dan deteksi PTM serta mendukung promotif dan preventif untuk menekan PGK,” uajrnya.