Soal Isu KLB Demokrat Berkaitan dengan Presiden 3 Periode, Ini Kata Yusril

Selasa, 16 Maret 2021 - 06:36 WIB
loading...
Soal Isu KLB Demokrat...
Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra tidak percaya dengan analisa terpilihnya Moeldoko di KLB sebagai rencana mengamandemen Pasal 7 UUD 1945 terkait penambahan masa jabatan presiden. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra tidak percaya dengan analisa pengamat politik asing dan dalam negeri yang memaknai terpilihnya Moeldoko di Kongres Luar Biasa ( KLB ) sebagai rencana mengamandemen Pasal 7 UUD 1945 terkait penambahan masa jabatan presiden .

"Begitupun juga pendapat pengamat politik asing dan dalam negeri yang memaknai KLB Partai Demokrat dan ditunjuknya Moeldoko sebagai Ketum Partai Demokrat sebagai bagian dari rencana untuk menguasai MPR dalam rangka amandemen Pasal 7 UUD 45. Saya tidak percaya dengan analisis ini," ujar Yusril melalui keterangan tertulis yang diterima MNC Portal, Senin (15/3/2021). Baca juga: Yusril Nilai Kecil Kemungkinan MPR Amandemen UUD 1945 Jabatan Presiden 3 Periode

Menurut dia, rasa curiga yang begitu besar mendasari analisa spekulatif mengenai wacana penambahan masa jabatan presiden ini. Yusril pun tidak tahu apakah Jokowi mendukung langkah Moeldoko terkait KLB Demokrat atau tidak.

"Apakah Jokowi mendukung langkah Moeldoko atau tidak, kita belum tahu. Apakah betul Jokowi punya niat mau jadi presiden tiga periode, kita juga belum tahu. Rasa curiga yang mendasari analisa spekulatif ini terlalu besar. Biarlah dalam beberapa hari ke depan ini kita akan melihat apakah analisa itu benar atau tidak. Waktu juga yang menentukan," tuturnya.

Yusril mengatakan ketentuan dalam Pasal 7 UUD 1945 sebelum amandemen yang mengatakan “Presiden dan Wakil Presiden memagang jabatannya selama masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali” memang bersifat multi tafsir.

Di masa Presiden Soekarno jabatan itu dipegang lebih dari sepuluh tahun. Lalu di masa Presiden Soeharto bahkan lebih dari 30 tahun, setelah dipilih kembali setiap lima tahun tanpa ada batasnya. Kemudian di era Reformasi, norma Pasal 9 UUD 1945 itu diamandemen sehingga berbunyi “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”.

"Dengan amandemen pertama UUD 45 (1999) yang mengubah ketentuan Pasal 7 UUD 45 maka sifat multi tafsir itu menjadi hilang. Presiden dan wakil presiden hanya menjabat maksimum dua kali periode jabatan, yakni selama 10 tahun. Tidak ada tafsir lain lagi," katanya.

Dengan perubahan itu, kata dia, maka mustahil akan ada seorang presiden memegang jabatannya sampai tiga periode, kecuali lebih dahulu dilakukan amandemen terhadap ketentuan Pasal 7 UUD 45 tersebut.

Yusril menerangkan perubahan UUD memang bisa terjadi melalui “konvensi ketatanegaran”. Teks sebuah pasal tidak berubah tetapi praktiknya berbeda dengan apa yang diatur di dalam teks. Contohnya adalah ketika sistem Pemerintahan Indonesia berubah dalam praktik dari sistem presidensial ke sistem parlementer pada Oktober 1945.

"Perubahan itu dilakukan tanpa amandemen UUD, namun dalam praktiknya perubahan itu berjalan dan diterima oleh rakyat," jelasnya.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.6585 seconds (0.1#10.140)