Soal Stafsus Milenial, Pengamat: Mereka Bekerja Out of Control
loading...
A
A
A
JAKARTA - Langkah sejumlah staf khusus (stafsus) milenial presiden tengah menjadi sorotan publik, lantaran cara mereka yang menggunakan kop surat dari Seskab mau pun Setneg untuk menyurati para camat sampai pelibatan perusahaan pribadi stafsus dalam program kartu prakerja.
"Ini ada indikasi korupsi juga. Mencari keuntungan dibalik wabah virus corona," kata Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie kepada Sindonews, Sabtu (18/4/2020).
Menurut Jerry, padahal para stafsus milenial ini sudah digaji cukup tinggi. Namun dinilainya, cara kerja mereka salah kaprah dan salah jalan. Maka itu, Jerry meminta agar Presiden Jokowi mencopot oknum-oknum seperti Andi Taufan dan Belva Devara. "Mereka bekerja bukan out of the box tapi out of control," ungkap dia.
Jerry menganggap, apa yang dilakukan para staf milenial ini kesalahan fatal yang tak perlu terjadi. Ia pun menyebut berbahaya anak mileneal ini diberi kekuasaan, di saat usia mereka kurang matang memahami tertib administrasi.
Jerry mengungkapkan, ada tiga orang Stafsus milenial yang menjadi sorotan adalah Andi Taufan Garuda Putra, Adamas Belva Syah Devara, dan Gracia Josaphat Jobel Mambrasar (Billy Mambrasar).
Andi Taufan yang juga CEO Amartha diduga merusak administrasi kenegaraan dan mengarah pada konflik kepentingan dengan menulis surat berkop Setkab yang ditujukan kepada camat di seluruh Indonesia. Surat itu berisi komitmen Amartha untuk turut program Relawan Desa Lawan Covid-19 yang diinisiasi oleh Kementerian Desa, PDTT.
Sama dengan Andi Taufan, Belva Devara juga menuai polemik terkait dengan konflik kepentingan antara perannya sebagai stafsus dan pemimpin perusahaan. Dia adalah pendiri sekaligus CEO Ruangguru. Ruangguru dapat proyek Kartu Prakerja Rp 5,6 triliun untuk menyediakan pelatihan online.
Adapun Billy Mambrasar, dia menuai polemik karena bio LinkedIn-nya.
Dalam aplikasi jejaring profesional itu, Billy sempat menuliskan posisinya sebagai Stafsus Jokowi setingkat dengan jabatan menteri.
"Ini bahaya jika mereka jadi pemimpin pasti ada abuse of power lagi atau penyalah gunaan kekuasaan. Bisa terjadi conflict of interest. Menggunakan surat resmi negara bahaya untuk personal interest," pungkas dia.
"Ini ada indikasi korupsi juga. Mencari keuntungan dibalik wabah virus corona," kata Direktur Political and Public Policy Studies (P3S), Jerry Massie kepada Sindonews, Sabtu (18/4/2020).
Menurut Jerry, padahal para stafsus milenial ini sudah digaji cukup tinggi. Namun dinilainya, cara kerja mereka salah kaprah dan salah jalan. Maka itu, Jerry meminta agar Presiden Jokowi mencopot oknum-oknum seperti Andi Taufan dan Belva Devara. "Mereka bekerja bukan out of the box tapi out of control," ungkap dia.
Jerry menganggap, apa yang dilakukan para staf milenial ini kesalahan fatal yang tak perlu terjadi. Ia pun menyebut berbahaya anak mileneal ini diberi kekuasaan, di saat usia mereka kurang matang memahami tertib administrasi.
Jerry mengungkapkan, ada tiga orang Stafsus milenial yang menjadi sorotan adalah Andi Taufan Garuda Putra, Adamas Belva Syah Devara, dan Gracia Josaphat Jobel Mambrasar (Billy Mambrasar).
Andi Taufan yang juga CEO Amartha diduga merusak administrasi kenegaraan dan mengarah pada konflik kepentingan dengan menulis surat berkop Setkab yang ditujukan kepada camat di seluruh Indonesia. Surat itu berisi komitmen Amartha untuk turut program Relawan Desa Lawan Covid-19 yang diinisiasi oleh Kementerian Desa, PDTT.
Sama dengan Andi Taufan, Belva Devara juga menuai polemik terkait dengan konflik kepentingan antara perannya sebagai stafsus dan pemimpin perusahaan. Dia adalah pendiri sekaligus CEO Ruangguru. Ruangguru dapat proyek Kartu Prakerja Rp 5,6 triliun untuk menyediakan pelatihan online.
Adapun Billy Mambrasar, dia menuai polemik karena bio LinkedIn-nya.
Dalam aplikasi jejaring profesional itu, Billy sempat menuliskan posisinya sebagai Stafsus Jokowi setingkat dengan jabatan menteri.
"Ini bahaya jika mereka jadi pemimpin pasti ada abuse of power lagi atau penyalah gunaan kekuasaan. Bisa terjadi conflict of interest. Menggunakan surat resmi negara bahaya untuk personal interest," pungkas dia.
(nag)