Konklusi TP3 Bersifat Politis, Lemah dan Rentan Sesat Opini
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kasus dugaan pembunuhan di luar hukum atau unlawfull killing terhadap enam laskar FPI di KM50 Tol Jakarta Cikampek memasuki babak baru. Direktorat Tindak Pidana Umum (Dit Tipidum) Bareskrim Polri resmi meningkatkan kasus tersebut ke tahap penyidikan.
Terkait hal itu, Pengajar PPS Universitas Indonesia (UI) Bidang Studi Ilmu Hukum Indriyanto Seno Adji memberikan tanggapannya. Berikut ini wawancara SINDOnews bersama Prof Indriyanto:
Bagaimana pendapat Prof mengenai Unlawfull Killing enam laskar FPI?
Rilis dan Rekomendasi Komnas HAM harus dicermati secara seksama, khususnya tentang makna “Unlawfull Kiliing”, memerlukan klarifikasi karena memang adanya misleading conclusion, karena apa yang dinamakan Unlawfull Killing ini TIDAK ada kaitannya dengan dugaan Pelanggaran HAM Berat yang diatur pada UU No.26/2000, tetapi makna Unlawfull Killing pada kasus ini berbasis pada Regulasi Umum dari General Principles of Criminal Law yang ada dalam KUHP dan prosesnya melalui KUHAP.
Rekomendasi Komnas Ham ini tidak dalam konteks pemeriksaan Pro Justitia, karenanya tata cara pelaksanaan Rekomendasi Komnas ini ada pada otoritas Related Party, dalam hal ini Polri, yang akan meneliti, mempertimbangkan dan memutuskan kelanjutan tidaknya rekomendasi ini.
Lalu, bagimana Prof melihat kasus kematian 6 Anggota FPI tersebut?
Mengenai kematian 6 anggota FPI, yaitu kematian 2 anggota FPI di KM 50 Tol Cikampek dan kematian 4 anggota FPI dari KM 50 Ke atas (menuju Polda Metro Jaya) rekomendasi, ini belum memberikan argumentasi yang utuh, jelas dan tegas antara makna “Unlawful Killing” dengan “Noodweer” atau Pembelaan Terpaksa yang dilakukan dari Penegak Hukum, yang justru pembelaan terpaksa harus dilakukan karena adanya serangan atau ancaman serangan seketika itu yang melawan hukum terhadap petugas penegak hukum Polri, yang karenanya Pembelaan Terpaksa, baik serangan bersenjata terlebih dahulu oleh anggota FPI (KM 50 Tol Cikampek) dan ancaman serangan terlebih dahulu oleh 4 anggota FPI (KM 50 kearah Polda Metro Jaya) justru dibenarkan secara hukum (Lawfull) .
Rekomendasi tentang kematian 6 anggota FPI harus dilakukan secara utuh dan tidak bisa dilakukan secara parsial, yaitu pemeriksaan sebatas dugaan Unlawfull Killing terhadap kematian 4 anggota FPI dari KM 50 ke Polda Metro Jaya saja, karena kasus ini memiliki causaliteit dengan pendekatan relevansi atas kematian 2 anggota FPI, yaitu antara dugaan adanya Unlawfull Killing disatu sisi dengan Noodweerdisisi lainnya tersebut.
Padahal perlu diketahui bahwa kematian 6 anggota FPI ini sebagai dampak atau akibat dari serangan dan ancaman serangan terlebih dahulu yang dilakukan oleh anggota FPI terhadap penegak hukum. Rekomendasi yang dibuat secara parsial atas dugaan Unlawfull Killing atas kematian 4 anggota FPI bisa menimbulkan kesan adanya Pemahaman Sesat kepada publik.
Terkait hal itu, Pengajar PPS Universitas Indonesia (UI) Bidang Studi Ilmu Hukum Indriyanto Seno Adji memberikan tanggapannya. Berikut ini wawancara SINDOnews bersama Prof Indriyanto:
Bagaimana pendapat Prof mengenai Unlawfull Killing enam laskar FPI?
Rilis dan Rekomendasi Komnas HAM harus dicermati secara seksama, khususnya tentang makna “Unlawfull Kiliing”, memerlukan klarifikasi karena memang adanya misleading conclusion, karena apa yang dinamakan Unlawfull Killing ini TIDAK ada kaitannya dengan dugaan Pelanggaran HAM Berat yang diatur pada UU No.26/2000, tetapi makna Unlawfull Killing pada kasus ini berbasis pada Regulasi Umum dari General Principles of Criminal Law yang ada dalam KUHP dan prosesnya melalui KUHAP.
Baca Juga
Rekomendasi Komnas Ham ini tidak dalam konteks pemeriksaan Pro Justitia, karenanya tata cara pelaksanaan Rekomendasi Komnas ini ada pada otoritas Related Party, dalam hal ini Polri, yang akan meneliti, mempertimbangkan dan memutuskan kelanjutan tidaknya rekomendasi ini.
Lalu, bagimana Prof melihat kasus kematian 6 Anggota FPI tersebut?
Mengenai kematian 6 anggota FPI, yaitu kematian 2 anggota FPI di KM 50 Tol Cikampek dan kematian 4 anggota FPI dari KM 50 Ke atas (menuju Polda Metro Jaya) rekomendasi, ini belum memberikan argumentasi yang utuh, jelas dan tegas antara makna “Unlawful Killing” dengan “Noodweer” atau Pembelaan Terpaksa yang dilakukan dari Penegak Hukum, yang justru pembelaan terpaksa harus dilakukan karena adanya serangan atau ancaman serangan seketika itu yang melawan hukum terhadap petugas penegak hukum Polri, yang karenanya Pembelaan Terpaksa, baik serangan bersenjata terlebih dahulu oleh anggota FPI (KM 50 Tol Cikampek) dan ancaman serangan terlebih dahulu oleh 4 anggota FPI (KM 50 kearah Polda Metro Jaya) justru dibenarkan secara hukum (Lawfull) .
Rekomendasi tentang kematian 6 anggota FPI harus dilakukan secara utuh dan tidak bisa dilakukan secara parsial, yaitu pemeriksaan sebatas dugaan Unlawfull Killing terhadap kematian 4 anggota FPI dari KM 50 ke Polda Metro Jaya saja, karena kasus ini memiliki causaliteit dengan pendekatan relevansi atas kematian 2 anggota FPI, yaitu antara dugaan adanya Unlawfull Killing disatu sisi dengan Noodweerdisisi lainnya tersebut.
Padahal perlu diketahui bahwa kematian 6 anggota FPI ini sebagai dampak atau akibat dari serangan dan ancaman serangan terlebih dahulu yang dilakukan oleh anggota FPI terhadap penegak hukum. Rekomendasi yang dibuat secara parsial atas dugaan Unlawfull Killing atas kematian 4 anggota FPI bisa menimbulkan kesan adanya Pemahaman Sesat kepada publik.
(cip)