Membedah Argumen TP3 Tentang KM 50

Sabtu, 13 Maret 2021 - 14:56 WIB
loading...
A A A
Jawab: Banyak faktor yang bisa terjadi. Apakah dalam merampas itu intent-nya untuk menembak balik anggota polisi? Kalau memang intent-nya untuk menembak, apakah memang penguasaan senjata api dari gerombolan FPI itu udah jago sehingga mereka bisa dengan cepat melakukan "Tap, rack, Bang"?

Jadi, merampas pistol tidak otomatis membuat si pelaku bisa menembak orang yang pistol/senjata apinya dirampas tadi. Ini argumen yang lemah.

Argumen TP3: Kenapa 4 orang yang diturunkan dari mobil SV ke mobil Polisi tidak diborgol, padahal Polisi seharusnya tahu bahwa mereka penjahat. Bisa jadi ada kesalahan SOP saat proses transfer dimaksud. Ini harus jadi bahan evaluasi internal kepolisian.

Argumen TP3: Komnas HAM menemukan selongsong peluru. Bagaimana Komnas HAM tahu bahwa itu selongsong peluru dari Polisi, dan dari FPI?

Identifikasi senjata itu bisa dilakukan dari anak peluru maupun selongsong peluru. A fired bullet and a fire cartridge punya marking yang khas dengan senjata tertentu. Untuk selongsong, bisa dilihat dari goresan di selongsong, bisa juga di primer di pantat peluru. Jadi uji balistik bisa menentukan hal dimaksud.

Kesimpulan:

Apa yang dimuat sebagai 'pertanyaan' dan indikasi bahwa terjadi pembunuhan gerombolan FPI secara terstruktur, menurut beta terlalu lemah. Jadi akan sulit dibuktikan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat dari apa yang menjadi argument dari TP3.

Satu hal yang penting diingat adalah tidak ada Operasi bersenjata yang berlangsung 100% sama dengan Rencana Operasi, karena dinamika di lapangan tidak pernah bisa disimulasi 100%. Dalam operasi militer dikenal dengan istilah "Fog of War".
(cip)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2338 seconds (0.1#10.140)