Fukushima, BATAN Indah, dan Transformasi Digital

Jum'at, 12 Maret 2021 - 05:15 WIB
loading...
Fukushima, BATAN Indah,...
Jazi Eko Istiyanto (Foto: Istimewa)
A A A
Jazi Eko Istiyanto
Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN)

SEPULUH tahun lalu, kecelakaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima terjadi. Tahun lalu, sumber radiasi nuklir Cs-137 ditemukan di tanah kosong di kawasan Perumahan BATAN Indah, Tangerang Selatan. Fukushima menyangkut keselamatan, tidak ada aktor jahat. Insiden di Perumahan BATAN Indah melibatkan aktor jahat. Siapa aktornya, sulit dibuktikan. Yang pasti, kedua insiden tersebut memerlukan dekontaminsasi. Namun, bedanya, Fukushima mengharuskan evakuasi, sedangkan BATAN Indah tidak.

Tentu, Fukushima dan BATAN Indah tidak setara. Tetapi, pelajarannya mirip. Tulisan ini berusaha menunjukkan bahwa inisiatif teknologi informasi, SPBE (Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik), ataupun transformasi digital, dapat mencegah kejadian serupa di masa depan.

Pembangunan PLTN harus mempertimbangkan aspek keselamatan dan keamanan nuklir sejak perencanaan, penentuan tapak, rancangan teknik, pembangunan, operasi, hingga penghentian operasi, serta kesiapsiagaan menghadapi berbagai insiden. Data tentang gempa atau tsunami beratus tahun lalu harus dipertimbangkan dalam perencanaan PLTN. Di Jepang, pernah terjadi gempa berskala 8,1 Richter dan tsunami setinggi 20 m pada abad ke-17 serta gempa 8,6 skala Richter pada abad kesembilan. Ini menunjukkan pentingnya data. Ketiadaan data adalah satu dari 16 (enam belas) kondisi Dark Data menurut David J Hand, profesor Statistika, Imperial College, London, dan akan berdampak pada kualitas keputusan yang diambil, misalnya, tinggi tanggul penahan tsunami. Karena itu, data, sekalipun tampak tak berguna saat ini, akan sangat bermanfaat dan bernilai tinggi pada masa depan. Ketika kita tidak mencatat data hari ini maka tidak ada cara apa pun untuk memperolehnya pada masa depan.

Ketika suatu sumber radioaktif ditemukan dalam keadaan terbuka maka sudah sangat sulit untuk mengidentifikasi siapakah pemilik sumber radioaktif tersebut, kapan sumber radioaktif itu dibuang, dan dari mana asalnya. Inspektur nuklir, dengan detektor nuklir, melakukan pengukuran tingkat radiasi. Tetapi, kita tidak dapat menentukan kapan sumber radiasi tersebut dibuang karena tidak tahu tingkat radiasi ketika dibuang. Untuk menentukan tingkat radiasi ketika dibuang, kita memerlukan informasi tentang kapan dia dibuang. Jadi, di sini, ada dua hal yang tidak diketahui (2 unkowns). Kalau sumber radiasi tidak terbuka, pada wadahnya akan tertera nomor seri yang dapat memberikan info tentang siapa pemiliknya.

Pandemi Covid-19 telah memperlambat proses dekontaminasi tanah kosong di Perumahan BATAN Indah. Tanah yang terkontaminasi harus dikeruk. Hasil pengerukan ini dimasukkan ke tong (drum), kemudian disimpan di fasilitas penyimpanan limbah radioaktif BATAN. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) memberikan pilihan sulit antara mencegah inspektur dan pekerja terinfeksi Covid-19 dan menjaga keselamatan nuklir publik. Pertengahan Oktober 2020, lahan kosong di Perumahan BATAN Indah tempat diketemukannya Cs-137 dideklarasikan aman. Radiasi sudah sama dengan lingkungan (latar).

Yang perlu dicatat, selain sumber radiasi nuklir tak bertuan dikelola negara, adalah di mana pun ditemukan sumber radiasi tak bertuan, BATAN wajib menyimpan dan mengelola setelah ditetapkan sebagai limbah radioaktif oleh BAPETEN. Ini jelas mengurangi ruang penyimpanan sampah nuklir BATAN. Insiden Perumahan BATAN Indah memerlukan setidaknya 850 tong (drum) untuk menyimpan tanah yang terkontaminasi Cs-137, yang akan memenuhi ruang penyimpanan. Ini adalah opportunity loss bagi BATAN.

Pertanyaan yang muncul adalah mengapa ada Cs-137 di lahan kosong di BATAN Indah? Jawaban yang mungkin adalah Cs-137 tersebut hasil “pembegalan” transportasi nuklir dari pemegang izin ke BATAN. Tentu saja, karena akuntansi nuklir merupakan tanggung jawab BAPETEN maka “pembegalan” dalam transportasi harus selalu disertai dengan pemalsuan dokumen berita acara. Dengan implementasi teknologi informasi, yang terintegrasi antara BAPETEN dan BATAN, maka pemalsuan ini dapat dideteksi secara real-time sehingga “pembegalan” dapat dicegah.

Kapan terjadinya “pembegalan” Cs-137, kita tidak tahu pasti. Sistem BAPETEN maupun BATAN yang masih manual, ketika itu, tidak memungkinkan deteksi pemalsuan dokumen transportasi dan pelimbahan secara “real-time”.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran memberikan tugas menjaga keselamatan, keamanan, dan garda aman (safeguards) nuklir di fasilitas pemegang izin. Sekalipun rentang pengawasan BAPETEN dari craddle to grave, tetapi masih berkisar pada fasilitas pemegang izin dan rantai pasokan nuklir (nuclear supply chain) yang legal: dari import (atau produksi), pelabuhan, transportasi ke pemegang izin, pemanfaatan/penyimpanan/kepemilikan oleh pemegang izin, kemudian transportasi pelimbahan ke PTLR-BATAN, atau reekspor ke negara asal. Semuanya memiliki izin BAPETEN. Rantai pasokan ilegal belum menjadi fokus sebelumnya, padahal mungkin justru lebih besar. Penyelundupan/pencurian nuklir (IAEA menggunakan istilah illicit trafficking) terjadi karena ada terorisme nuklir, baik oleh state actors maupun kelompok teroris. Mereka tidak membuat bom nuklir, tetapi bom kotor, yaitu bom yang ketika diledakkan akan menyebarkan zat radioaktif, misalnya, Cs-137, untuk menimbulkan teror. Selain itu adalah alasan bisnis murni.

BATAN Indah maupun Fukushima bukan black swan, sebetulnya dapat dicegah. Idealnya, seluruh Indonesia diliput oleh detektor yang menetap, yang dapat memberikan “alert” atau “alarm” secara real-time, ketika ada zat radioaktif yang terbuka dan dibuang sehingga 2 unkowns dapat diketahui. Detektor terdekat akan memberikan info lokasi dan info waktu, saat alarm berbunyi. Namun demikian, keterbatasan dana membuat pilihan itu tidak feasible. Sistem BAPETEN dapat memberikan potret ekosistem industri nuklir Indonesia. Data perizinan dan inspeksi dapat dianalisis untuk menentukan lokasi potensial terjadinya “BATAN Indah” lainnya. Langkah-langkah proaktif dapat ditempuh untuk mencegah kasus serupa terjadi di masa depan.

Karena BAPETEN sebagai Pengawas Nuklir harus well-informed, maka data adalah kekayaan. Transformasi digital, yang dapat melibatkan juga konsep “nuclear-vigilant smart cities”, akan semakin meningkatkan keselamatan, keamanan, garda aman, dan kesiapsiagaan nuklir.

Informasi, knowledge, dan wisdom diperoleh melalui pemrosesan data. Analitika Data tidak boleh dilakukan sembarangan. “If you torture the data long enough, it will confess” (dalam bahasa Jawa adalah othak athik gathuk, antardata pasti dapat dihubung-hubungkan, sekalipun tidak berkorelasi) adalah satu dari sekian banyak kelemahan Analitika Data, menurut Gary Smith and Jay Cordes, dalam bukunya The 9 Pitfalls of Data Science, mensitir Ronald Coase, Namun demikian, tanpa Analitika Data, kemampuan prediktif sistem informasi tidak dapat diperoleh. Keselamatan dan keamanan nuklir sangat bertumpu pada pengetahuan badan pengawas atas ekosistem industri nuklir. “Alert” dan “alarm” yang muncul dari data perizinan dan inspeksi akan mampu mencegah insiden nuklir.
(bmm)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1681 seconds (0.1#10.140)