Buku Putih Bukti Pelanggaran HAM Kasus KM 50 Dirilis Sebelum Bulan Puasa
loading...
A
A
A
BOGOR - Sekretaris Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) Enam Laskar FPI Marwan Batu Bara berjanji segera menyerahkan buku putih bukti dugaan pelanggaran HAM berat Kasus KM 50 yang menewaskan enam Laskar FPI .
"Buku putih TP3 ini sedang disusun dan membutuhkan waktu sekitar 1 satu bulan," ungkap Marwan dalam kanal YouTube Neno Warisman yang disiarkan, Kamis 11 Maret 2021.
Menurutnya, dalam buku putih itu tercantum hal-hal baru dan lama lama yang tidak dianggap oleh Komisi Nasional (Komnas) HAM. "Rekomendasi harusnya pelanggaran HAM berat, semua yang sudah disampaikan di media akan dirangkum dalam buku putih TP3 yang insyallah bisa selesai dalam satu bulan ini," katanya.
Menurutnya, buku putih tersebut akan disusun ada yang sifatnya executive summary dan ada yang versi lengkap. "Jumlah buku sudah disampaikan ada dua, ada yang sifatnya executive summary, dengan jumlah halaman 30-50 dan ada yang versi lengkap dengan jumlah 150 halaman," katanya.
Sebelum puasa nanti, akan dirilis versi executive summary. "Kita harapkan selesai sebelum Ramadhan dan langsung akan kita rilis," jelasnya.
Pihaknya tetap menyayangkan kesimpulan dari Komnas HAM yang menyebutkan Kasus KM 50 ini bukan pelanggaran HAM berat. "Sementara TP3 diburu-buru karena ini dasarnya penyelidikan Komnas HAM, artinya di sini kita bicara soal sumber informasi pertimbangan dari kepolisian atau pemerintah yang menjadikan dasarnya itu langkah-langkah atas laporan Komnas HAM," tandasnya.
Pihaknya juga menyinggung soal empat rekomendasi Komnas HAM. Marwan bersama TP3 mempersoalkan terkait peristiwa KM 50 sebagai pelanggaran HAM biasa atau pidana biasa.
"Karena memang dasarnya laporan dari Komnas HAM, (kasus KM 50 adalah pidana biasa) yang kemudian kelanjutannya penyelidikan oleh kepolisian. Tapi jika yang menjadi rekomendasi itu pelanggaran HAM berat, maka yang melakukan penyidikan lebih lanjut itu adalah Kejaksaan Agung," jelasnya.
Maka dari itu, untuk mengkategorikan ini pelanggaran HAM berat atau biasa, kata Marwan, ini sangat kritis. "Makanya kita berharap Komnas HAM itu sebagai lembaga independen yang mewakili seluruh rakyat dan bukan berada dibawah pemerintah itu kajiannya itu objektif jangan subjektif apalagi dibawah kendali pemerintah," jelasnya.
Untuk itu, TP3 sempat berdebat atau adu argumen dengan Komnas HAM tentang fakta-fakta yang dimiliki katanya puluhan ribu video, hingga percakapan audio dan fakta-fakta, baik dari FPI, polisi, dan Jasa Marga.
"Buku putih TP3 ini sedang disusun dan membutuhkan waktu sekitar 1 satu bulan," ungkap Marwan dalam kanal YouTube Neno Warisman yang disiarkan, Kamis 11 Maret 2021.
Menurutnya, dalam buku putih itu tercantum hal-hal baru dan lama lama yang tidak dianggap oleh Komisi Nasional (Komnas) HAM. "Rekomendasi harusnya pelanggaran HAM berat, semua yang sudah disampaikan di media akan dirangkum dalam buku putih TP3 yang insyallah bisa selesai dalam satu bulan ini," katanya.
Menurutnya, buku putih tersebut akan disusun ada yang sifatnya executive summary dan ada yang versi lengkap. "Jumlah buku sudah disampaikan ada dua, ada yang sifatnya executive summary, dengan jumlah halaman 30-50 dan ada yang versi lengkap dengan jumlah 150 halaman," katanya.
Sebelum puasa nanti, akan dirilis versi executive summary. "Kita harapkan selesai sebelum Ramadhan dan langsung akan kita rilis," jelasnya.
Pihaknya tetap menyayangkan kesimpulan dari Komnas HAM yang menyebutkan Kasus KM 50 ini bukan pelanggaran HAM berat. "Sementara TP3 diburu-buru karena ini dasarnya penyelidikan Komnas HAM, artinya di sini kita bicara soal sumber informasi pertimbangan dari kepolisian atau pemerintah yang menjadikan dasarnya itu langkah-langkah atas laporan Komnas HAM," tandasnya.
Pihaknya juga menyinggung soal empat rekomendasi Komnas HAM. Marwan bersama TP3 mempersoalkan terkait peristiwa KM 50 sebagai pelanggaran HAM biasa atau pidana biasa.
"Karena memang dasarnya laporan dari Komnas HAM, (kasus KM 50 adalah pidana biasa) yang kemudian kelanjutannya penyelidikan oleh kepolisian. Tapi jika yang menjadi rekomendasi itu pelanggaran HAM berat, maka yang melakukan penyidikan lebih lanjut itu adalah Kejaksaan Agung," jelasnya.
Maka dari itu, untuk mengkategorikan ini pelanggaran HAM berat atau biasa, kata Marwan, ini sangat kritis. "Makanya kita berharap Komnas HAM itu sebagai lembaga independen yang mewakili seluruh rakyat dan bukan berada dibawah pemerintah itu kajiannya itu objektif jangan subjektif apalagi dibawah kendali pemerintah," jelasnya.
Untuk itu, TP3 sempat berdebat atau adu argumen dengan Komnas HAM tentang fakta-fakta yang dimiliki katanya puluhan ribu video, hingga percakapan audio dan fakta-fakta, baik dari FPI, polisi, dan Jasa Marga.