Meneruskan WFH Menjadi FWA
loading...
A
A
A
Bonus demografi Indonesia yang diprediksi Bappenas akan terjadi pada satu dasawarsa ke depan (2030–2040) hanya akan menjadi ledakan masalah besar di dunia kerja, termasuk sektor pemerintahan, jika sumbu masalah di bidang pendidikan dan ketenagakerjaan tidak dituntaskan segera.
Namun jangan pula dikesampingkan bahwa ketika bidang pendidikan dan ketenagakerjaan berjalan dengan baik sekalipun, belum tentu bonus demografi itu dapat diraih manfaatnya jika dunia kerja masih tidak beradaptasi pada pola pikir SDM dan sistem kerja global yang sudah tidak lagi terpaku padaworking space and time. Kembali posisi FWA hadir sebagai karpet merah bagi SDM unggul di masa bonus demografi.
Kembali ke konteks hari ini. Sesungguhnya kajian pemerintah pada kemungkinan penerapan FWA dalam mekanisme kerja birokrasi telah dimulai lama. Setidaknya mulai tahun 2019 Kementerian PAN-RB bekerja sama denganAustralia-Indonesia Partnership for Economic and Developmenttelah menggelar Dialog Strategis Optimalisasi Kinerja ASN yang topik utamanya adalah tentang peluang penerapan FWA pada sektor publik pemerintahan. Berbagai rekomendasi dan catatan telah dihasilkan dalam forum tersebut.
Selain itu pada 28 November 2019 saat ekspos hasil kajian dari Lembaga Administrasi Negara (LAN) bertema “Membangun Organisasi Pemerintah yang Responsif dan Berorientasi Pelayanan”, Eko Prasojo menegaskan bahwa indikator kinerja di Indonesia perlu dibenahi seiring dengan tuntutan kemajuan teknologi menuju ruang kerja masa depan yang fleksibel.Robotic agentyang dibawa serta oleh revolusi industri memaksa birokrasi memasukiflexible working space and time.
Percepatan Reformasi Birokrasi
Dengan demikian mendesak untuk segera memberikan porsi perhatian lebih dari instansi pemerintah pada peluang penerapan FWA secara menyeluruh tidak sekadar menjadikan beberapa kementerian/lembaga sebagaipilot projectsemata karena dewasa ini imbas dari pandemi sudah sedemikian masif dan mengancam kinerja mesin pemerintah.
Sudah lebih dari satu tahun pandemi mendera Indonesia. Seluruh sektor dipaksa menyesuaikan diri dengan protokol kesehatan yang tidak hanya diharuskan, tetapi sudah disadari sebagai hak tiap individu untuk menjaga dirinya agar tidak terpapar Covid-19. WFH pun diberlakukan sebagai mekanisme kerja di era pandemi. Berbagai rapat digelar secara daring, ASN berada di rumah masing-masing untuk melaksanakan tugas jabatannya, bukti presensi pun dieksekusi melalui aplikasi yang diakses secara daring. WFH sudah menjadi bagian dari budaya kerja birokrasi.
Hanya membutuhkan sedikit sentuhan pada manajemen kinerja, kejelasanoutputyang dituntut, keterukuran kinerja yang ditargetkan, dan kelancaran pola komunikasi antar-hierarki organisasi. Selain itu tentu manajemen organisasi pun memerlukan perombakan besar peta proses bisnis dan SOP yang kemudian dimapankan dengan komitmen kerja yang terbuka antara atasan dan bawahan dalam kendalirealtime dashboardguna memantau perkembangan pelaksanaan FWA agar tidak semena-mena diimplementasikan.
Inilah saatnya birokrasi berbenah. Menyadari diri sedang memasuki era revolusi industri 4.0 atau bahkan 5.0, budaya kerja birokrasi tidak bisa mengunci diri dalam kungkungan normatif pemahaman dan pelaksanaan dari disiplin PNS yang membatasi ruang dan waktu kerja pada limitasi yang sudah diruntuhkan oleh dunia komputasi digital era disrupsi.
Ini saatnya meneruskan WFH menjadi FWA pada instansi pemerintah yang tidak sekadar solusi temporer pada protokol kesehatan era pandemi, tetapi berorientasi masa depan dan menaikkan kelas disiplin PNS menjadi komitmen pada kinerja berbasis hasil nyata. Dalam tarikan napas yang sama, hal ini menjadi bagian tak terpisahkan sebagai upaya menghadirkan reformasi birokrasi sebagaimana tertuang dalam Perpres No 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010–2025.
Namun jangan pula dikesampingkan bahwa ketika bidang pendidikan dan ketenagakerjaan berjalan dengan baik sekalipun, belum tentu bonus demografi itu dapat diraih manfaatnya jika dunia kerja masih tidak beradaptasi pada pola pikir SDM dan sistem kerja global yang sudah tidak lagi terpaku padaworking space and time. Kembali posisi FWA hadir sebagai karpet merah bagi SDM unggul di masa bonus demografi.
Kembali ke konteks hari ini. Sesungguhnya kajian pemerintah pada kemungkinan penerapan FWA dalam mekanisme kerja birokrasi telah dimulai lama. Setidaknya mulai tahun 2019 Kementerian PAN-RB bekerja sama denganAustralia-Indonesia Partnership for Economic and Developmenttelah menggelar Dialog Strategis Optimalisasi Kinerja ASN yang topik utamanya adalah tentang peluang penerapan FWA pada sektor publik pemerintahan. Berbagai rekomendasi dan catatan telah dihasilkan dalam forum tersebut.
Selain itu pada 28 November 2019 saat ekspos hasil kajian dari Lembaga Administrasi Negara (LAN) bertema “Membangun Organisasi Pemerintah yang Responsif dan Berorientasi Pelayanan”, Eko Prasojo menegaskan bahwa indikator kinerja di Indonesia perlu dibenahi seiring dengan tuntutan kemajuan teknologi menuju ruang kerja masa depan yang fleksibel.Robotic agentyang dibawa serta oleh revolusi industri memaksa birokrasi memasukiflexible working space and time.
Percepatan Reformasi Birokrasi
Dengan demikian mendesak untuk segera memberikan porsi perhatian lebih dari instansi pemerintah pada peluang penerapan FWA secara menyeluruh tidak sekadar menjadikan beberapa kementerian/lembaga sebagaipilot projectsemata karena dewasa ini imbas dari pandemi sudah sedemikian masif dan mengancam kinerja mesin pemerintah.
Sudah lebih dari satu tahun pandemi mendera Indonesia. Seluruh sektor dipaksa menyesuaikan diri dengan protokol kesehatan yang tidak hanya diharuskan, tetapi sudah disadari sebagai hak tiap individu untuk menjaga dirinya agar tidak terpapar Covid-19. WFH pun diberlakukan sebagai mekanisme kerja di era pandemi. Berbagai rapat digelar secara daring, ASN berada di rumah masing-masing untuk melaksanakan tugas jabatannya, bukti presensi pun dieksekusi melalui aplikasi yang diakses secara daring. WFH sudah menjadi bagian dari budaya kerja birokrasi.
Hanya membutuhkan sedikit sentuhan pada manajemen kinerja, kejelasanoutputyang dituntut, keterukuran kinerja yang ditargetkan, dan kelancaran pola komunikasi antar-hierarki organisasi. Selain itu tentu manajemen organisasi pun memerlukan perombakan besar peta proses bisnis dan SOP yang kemudian dimapankan dengan komitmen kerja yang terbuka antara atasan dan bawahan dalam kendalirealtime dashboardguna memantau perkembangan pelaksanaan FWA agar tidak semena-mena diimplementasikan.
Inilah saatnya birokrasi berbenah. Menyadari diri sedang memasuki era revolusi industri 4.0 atau bahkan 5.0, budaya kerja birokrasi tidak bisa mengunci diri dalam kungkungan normatif pemahaman dan pelaksanaan dari disiplin PNS yang membatasi ruang dan waktu kerja pada limitasi yang sudah diruntuhkan oleh dunia komputasi digital era disrupsi.
Ini saatnya meneruskan WFH menjadi FWA pada instansi pemerintah yang tidak sekadar solusi temporer pada protokol kesehatan era pandemi, tetapi berorientasi masa depan dan menaikkan kelas disiplin PNS menjadi komitmen pada kinerja berbasis hasil nyata. Dalam tarikan napas yang sama, hal ini menjadi bagian tak terpisahkan sebagai upaya menghadirkan reformasi birokrasi sebagaimana tertuang dalam Perpres No 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010–2025.