Meneruskan WFH Menjadi FWA

Senin, 08 Maret 2021 - 06:11 WIB
loading...
Meneruskan WFH Menjadi FWA
Meneruskan WFH Menjadi FWA
A A A
Oleh : Wildan Hasan Syadzili

Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan La Trobe University Melbourne,
Bertugas sebagai analis SDM aparatur pada Kementerian Agama RI

PANDEMI korona (Covid-19) telah membuat pemerintah memberlakukan berbagai kebijakan yang belum pernah diterapkan sebelumnya. Salah satu kebijakan yang paling mencolok di dunia aparat sipil negara (ASN) adalahwork from home(WFH). Seorang ASN tidak lagi harus selalu hadir secara fisik di tempat kerja dengan bukti presensi yang cukup melalui klik pada aplikasi daring di saat mulai dan berakhir jam kerja pada setiap hari kerja.

Secara konseptual, kebijakan WFH ini telah mereduksi pembatasan ruang yang selama ini dijadikan standar disiplin melalui platform presensi fisik di ruang kerja. Akan tetapi WFH masih patuh pada batasan waktu karena mekanisme presensionlineyang diberlakukan masih pada rentang waktu jam kerja sebagaimana diatur sebelumnya. Dengan asumsi bahwa WFH hanya sekadar memindahkan tempat kerja, tetapi masih mengunci ketat jam kerja, tidak sulit untuk menerima pendapat yang meragukan efektivitas atau bahkan validitas hasil WFH.

Alih-alih menjadi ruang kompromi antara produktivitas kerja dengan protokol kesehatan masa pandemi, WFH menjadikan disiplin PNS menjadi bahan guyonan melalui pola presensi daring dan solusi temporer pada dunia kerja di era pandemi. Bayangkan seorang pegawai di rumahnya harusstandbydi depan laptop dan/ataukeep contactdengan rekan kerjanya via daring pada rentang waktu di mana aktivitas di rumah pun sedang “produktif”. Hemat penulis, kondisi ini menggambarkan betapa WFH telah menjadikan seorang ASN menjalani dua peran yang berbeda, sebagai ASN di kantor versus menjalankan peran lainnya saat di rumah.

Sampai titik ini sudah cukup rasanya para ASN “berlatih” dengan WFH, pun demikian sudah terlalu besar belanja modal pegawai dikeluarkan negara untuk membayar gaji pegawai saat mereka sedang ber-WFH-ria. Kini sudah saatnya pemerintah menyegerakan penerapan konsep yang lebih progresif, yaituflexible working arrangement(FWA). Sebuah konsep berkinerja dengan komitmen batasan ruang dan waktu kerja yang disepakati secara terbuka dan berbasiskan capaianoutputnyata.

FWA untuk Produktivitas Kerja

Konsep FWA mengasumsikan kemandirian setiap pegawai untuk memilih ruang dan waktu kerja yang paling nyaman buat dirinya dengan satu platform utama, yaituoutputterwujud dan kinerja tercapai. Lebih dari itu, FWA pun menjadi jalan terbaik bagi dunia birokrasi untuk merespons secara positif dan aktif era revolusi industri 4.0 yang ditandai dengan pola kerja komputasi digital berbasis teknologi jaringan (network).

Sesungguhnya konsep FWA bukan hal baru di dunia kerja. Berbagai naskah kerja penelitian di berbagai belahan dunia telah mengkaji serius tentang pentingnya penerapan FWA di dunia kerja untuk menjaga keseimbangan pola hidup (worklife balance), merespons tren digital di era disrupsi, optimalisasi kinerja berbasis hasil, dan mempertahankan daya saing organisasi.

Dengan penerapan FWA, diharapkan pola kerja birokrasi lebih mengedepankan kinerja daripada formalitas disiplin yang sekadar memenuhi waktu kerja (working time) dan kehadiran di tempat kerja (working space) yang bertolak belakang dengan era disrupsi yang sudah mereduksi batasan ruang dan mempersempit rentang waktu.

Bonus demografi Indonesia yang diprediksi Bappenas akan terjadi pada satu dasawarsa ke depan (2030–2040) hanya akan menjadi ledakan masalah besar di dunia kerja, termasuk sektor pemerintahan, jika sumbu masalah di bidang pendidikan dan ketenagakerjaan tidak dituntaskan segera.

Namun jangan pula dikesampingkan bahwa ketika bidang pendidikan dan ketenagakerjaan berjalan dengan baik sekalipun, belum tentu bonus demografi itu dapat diraih manfaatnya jika dunia kerja masih tidak beradaptasi pada pola pikir SDM dan sistem kerja global yang sudah tidak lagi terpaku padaworking space and time. Kembali posisi FWA hadir sebagai karpet merah bagi SDM unggul di masa bonus demografi.

Kembali ke konteks hari ini. Sesungguhnya kajian pemerintah pada kemungkinan penerapan FWA dalam mekanisme kerja birokrasi telah dimulai lama. Setidaknya mulai tahun 2019 Kementerian PAN-RB bekerja sama denganAustralia-Indonesia Partnership for Economic and Developmenttelah menggelar Dialog Strategis Optimalisasi Kinerja ASN yang topik utamanya adalah tentang peluang penerapan FWA pada sektor publik pemerintahan. Berbagai rekomendasi dan catatan telah dihasilkan dalam forum tersebut.

Selain itu pada 28 November 2019 saat ekspos hasil kajian dari Lembaga Administrasi Negara (LAN) bertema “Membangun Organisasi Pemerintah yang Responsif dan Berorientasi Pelayanan”, Eko Prasojo menegaskan bahwa indikator kinerja di Indonesia perlu dibenahi seiring dengan tuntutan kemajuan teknologi menuju ruang kerja masa depan yang fleksibel.Robotic agentyang dibawa serta oleh revolusi industri memaksa birokrasi memasukiflexible working space and time.

Percepatan Reformasi Birokrasi

Dengan demikian mendesak untuk segera memberikan porsi perhatian lebih dari instansi pemerintah pada peluang penerapan FWA secara menyeluruh tidak sekadar menjadikan beberapa kementerian/lembaga sebagaipilot projectsemata karena dewasa ini imbas dari pandemi sudah sedemikian masif dan mengancam kinerja mesin pemerintah.

Sudah lebih dari satu tahun pandemi mendera Indonesia. Seluruh sektor dipaksa menyesuaikan diri dengan protokol kesehatan yang tidak hanya diharuskan, tetapi sudah disadari sebagai hak tiap individu untuk menjaga dirinya agar tidak terpapar Covid-19. WFH pun diberlakukan sebagai mekanisme kerja di era pandemi. Berbagai rapat digelar secara daring, ASN berada di rumah masing-masing untuk melaksanakan tugas jabatannya, bukti presensi pun dieksekusi melalui aplikasi yang diakses secara daring. WFH sudah menjadi bagian dari budaya kerja birokrasi.

Hanya membutuhkan sedikit sentuhan pada manajemen kinerja, kejelasanoutputyang dituntut, keterukuran kinerja yang ditargetkan, dan kelancaran pola komunikasi antar-hierarki organisasi. Selain itu tentu manajemen organisasi pun memerlukan perombakan besar peta proses bisnis dan SOP yang kemudian dimapankan dengan komitmen kerja yang terbuka antara atasan dan bawahan dalam kendalirealtime dashboardguna memantau perkembangan pelaksanaan FWA agar tidak semena-mena diimplementasikan.

Inilah saatnya birokrasi berbenah. Menyadari diri sedang memasuki era revolusi industri 4.0 atau bahkan 5.0, budaya kerja birokrasi tidak bisa mengunci diri dalam kungkungan normatif pemahaman dan pelaksanaan dari disiplin PNS yang membatasi ruang dan waktu kerja pada limitasi yang sudah diruntuhkan oleh dunia komputasi digital era disrupsi.

Ini saatnya meneruskan WFH menjadi FWA pada instansi pemerintah yang tidak sekadar solusi temporer pada protokol kesehatan era pandemi, tetapi berorientasi masa depan dan menaikkan kelas disiplin PNS menjadi komitmen pada kinerja berbasis hasil nyata. Dalam tarikan napas yang sama, hal ini menjadi bagian tak terpisahkan sebagai upaya menghadirkan reformasi birokrasi sebagaimana tertuang dalam Perpres No 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010–2025.
(war)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2020 seconds (0.1#10.140)