Nurhadi Dituntut 12 Tahun Penjara, Dalam Pledoi Pengacara Sebut Jaksa Zalim
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kuasa hukum terdakwa mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan Rezky Herbiyono, Maqdir Ismail menganggap Jaksa Penuntut Umum (JPU) zalim atas tuntutan 12 tahun penjara terhadap kliennya. Nurhadi dan Rezky merupakan terdakwa perkara dugaan suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Hal itu diungkapkan Maqdir saat membacakan pleidoi atau surat pembelaan kliennya lewat virtual dari Gedung KPK, Jakarta Selatan. Sidang pembacaan surat pembelaan Nurhadi dan Rezky sendiri digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Mencermati Surat Tuntutan Pidana yang diakhiri dengan tuntutan pidana penjara selama 12 tahun terhadap Terdakwa I Nurhadi, dan tuntutan pidana penjara selama 11 Tahun terhadap Terdakwa II Rezky Herbiyono adalah tuntutan yang sewenang-wenang dan zalim," ujar Maqdir Ismail, Jumat (5/3/2021), malam.
Maqdir menilai tuntutan yang dibacakan jaksa merupakan ajang balas dendam. Apalagi, jaksa juga menuntut Nurhadi dan Rezky membayar uang pengganti Rp83 miliar. "Tuntutan pidana penjara terhadap terdakwa juga dilatarbelakangi oleh sikap ingin membalas dendam atau melampiaskan rasa ketidaksukaan penuntut umum terhadap terdakwa karena terdakwa dianggap tidak kooperatif dan tidak mengakui perbuatan yang didakwakan, yang notabenenya perbuatan yang didakwakan tersebut memang tidak pernah dilakukannya," kata Maqdir.
Lebih lanjut, Maqdir juga menanggapi tentang tuntutan jaksa yang menyebut Nurhadi menerapkan pola korupsi dengan strategi pencucian uang. Menurutnya, pola korupsi yang dibeberkan jaksa itu di luar konteks dakwaan. "Dakwaan, penuntut umum sama sekali tidak mendakwa para terdakwa dengan ancaman UU TPPU, akan tetapi hanya mendakwa berdasarkan UU Tipikor, sehingga sangat tidak relevan apabila penuntut umum dalam perkara ini berpendapat demikian," jelasnya.
Dia juga mengatakan Nurhadi tidak memiliki kuasa atas perusahaan Rezky Herbiyono. Nurhadi juga disebut tidak mengetahui hubungan Rezky dengan Hiendra Soenjoto yang disebut penyuap Nurhadi dan Rezky. "Terdakwa I Nurhadi tidak pernah ikut campur dengan bisnis-bisnis Terdakwa II Rezky Herbiyonolebih khusus proyek PLTMH antara Terdakwa II Rezky Herbiyono dengan saksi Hiendra Soenjoto. Dengan demikian, penuntut umum telah membuat pernyataan yang tidak jelas pijakannya, sehingga uraian penuntut umum di atas hanya didasarkan pada kesimpulan yang bersifat asumsi," lanjutnya.
Sebelumnya, Nurhadi dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum. Sementara, Rezky Herbiyono dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Keduanya diyakini jaksa bersalah menerima suap senilai Rp 45.726.955.000 dan gratifikasi senilai Rp 37.287.000.000. Jika ditotal Rp 83.013.955.000
Lihat Juga: Gubernur Bengkulu Jadi Tersangka Jelang Pencoblosan, KPK Klaim Tak Ada Kepentingan Politik
Hal itu diungkapkan Maqdir saat membacakan pleidoi atau surat pembelaan kliennya lewat virtual dari Gedung KPK, Jakarta Selatan. Sidang pembacaan surat pembelaan Nurhadi dan Rezky sendiri digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Mencermati Surat Tuntutan Pidana yang diakhiri dengan tuntutan pidana penjara selama 12 tahun terhadap Terdakwa I Nurhadi, dan tuntutan pidana penjara selama 11 Tahun terhadap Terdakwa II Rezky Herbiyono adalah tuntutan yang sewenang-wenang dan zalim," ujar Maqdir Ismail, Jumat (5/3/2021), malam.
Maqdir menilai tuntutan yang dibacakan jaksa merupakan ajang balas dendam. Apalagi, jaksa juga menuntut Nurhadi dan Rezky membayar uang pengganti Rp83 miliar. "Tuntutan pidana penjara terhadap terdakwa juga dilatarbelakangi oleh sikap ingin membalas dendam atau melampiaskan rasa ketidaksukaan penuntut umum terhadap terdakwa karena terdakwa dianggap tidak kooperatif dan tidak mengakui perbuatan yang didakwakan, yang notabenenya perbuatan yang didakwakan tersebut memang tidak pernah dilakukannya," kata Maqdir.
Lebih lanjut, Maqdir juga menanggapi tentang tuntutan jaksa yang menyebut Nurhadi menerapkan pola korupsi dengan strategi pencucian uang. Menurutnya, pola korupsi yang dibeberkan jaksa itu di luar konteks dakwaan. "Dakwaan, penuntut umum sama sekali tidak mendakwa para terdakwa dengan ancaman UU TPPU, akan tetapi hanya mendakwa berdasarkan UU Tipikor, sehingga sangat tidak relevan apabila penuntut umum dalam perkara ini berpendapat demikian," jelasnya.
Dia juga mengatakan Nurhadi tidak memiliki kuasa atas perusahaan Rezky Herbiyono. Nurhadi juga disebut tidak mengetahui hubungan Rezky dengan Hiendra Soenjoto yang disebut penyuap Nurhadi dan Rezky. "Terdakwa I Nurhadi tidak pernah ikut campur dengan bisnis-bisnis Terdakwa II Rezky Herbiyonolebih khusus proyek PLTMH antara Terdakwa II Rezky Herbiyono dengan saksi Hiendra Soenjoto. Dengan demikian, penuntut umum telah membuat pernyataan yang tidak jelas pijakannya, sehingga uraian penuntut umum di atas hanya didasarkan pada kesimpulan yang bersifat asumsi," lanjutnya.
Sebelumnya, Nurhadi dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum. Sementara, Rezky Herbiyono dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Keduanya diyakini jaksa bersalah menerima suap senilai Rp 45.726.955.000 dan gratifikasi senilai Rp 37.287.000.000. Jika ditotal Rp 83.013.955.000
Lihat Juga: Gubernur Bengkulu Jadi Tersangka Jelang Pencoblosan, KPK Klaim Tak Ada Kepentingan Politik
(cip)