Napoleon Sebut Dakwaan Jaksa Tak Miliki Bukti Kuat

Senin, 01 Maret 2021 - 15:24 WIB
loading...
Napoleon Sebut Dakwaan...
Terdakwa Napoleon Bonaparte dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (1/3/2021). FOTO/SINDOnews/RAKA DWI NOVIANTO
A A A
JAKARTA - Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte mengklaim bahwa dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap dirinya tidak memiliki bukti kuat.

Napoleon sendiri didakwa menerima suap senilai SGD200.000 dan USD270.000. Suap tersebut itu berasal dari Djoko Soegiarto Tjandra terkait penghapusan red notice.

"Bersumber dari keterangan dari Tommy Sumardi sendiri saja yang tidak memiliki kekuatan pembuktikan. Sehingga tidak dapat membuktikan bahwa peristiwa tersebut telah terjadi," kata Napoleon dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (1/3/2021).

Baca juga: Tak Ingin Bernasib seperti Ustaz Maaher, Napoleon Minta Pindah Rutan

Ia juga menyebut bahwa bukti rekaman kamera pengintai atau CCTV juga tidak relevan. Diduga dalam bukti CCTV itu memperlihatkan pertemuan antara Tommy Sumardi dengan mantan Kepala Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.

Maka dari itu, Napoleon menyatakan tetap pada nota pembelaan pleidoi. Menurut dia, replik yang diajukan jaksa penuntut umum tidak didasarkan alasan serta analisa hukum yang kuat. "Kami selaku terdakwa dalam perkara ini berkesimpulan bahwa replik JPU tidak didukung oleh argumentasi atau alasan yang kuat berdasarkan analisa fakta hukum persidangan yang relevan," kata Napoleon.

Majelis Hakim pun bakal mempertimbangkan semua fakta yang terungkap di persidangan dan akan menjatuhkan vonis kepada Napoleon pada Rabu (10/3/2021) pekan depan.

Baca juga: Napoleon Sebut Penghapusan Nama Djoko Tjandra Tanggung Jawab Yasonna

Untuk diketahui, Irjen Napoleon Bonaparte dituntut tiga tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Selain itu, jaksa juga menuntut Irjen Napoleon untuk membayar denda sebesar Rp100 juta subsidair 6 bulan kurungan.

JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) meyakini, Irjen Napoleon terbukti secara sah bersalah karena menerima suap dari terpidana Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra) melalui rekannya, Tommy Sumardi. Uang itu, berkaitan dengan upaya penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO).

"Menuntut, agar Majelis Hakim menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama tiga tahun dikurangi selama terdakwa berada di tahanan dan denda Rp100 juta subsidair 6 bulan kurungan," ujar Jaksa Junaidi saat membacakan surat tuntutan Irjen Napoleon Bonaparte di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (15/2/2021).

Dalam melayangkan tuntutannya, Jaksa mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Adapun, hal yang memberatkan tuntutan, Jaksa menilai perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam rangka penyelenggaraan yang bersih. Kemudian, perbuatan terdakwa merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.



"Hal yang meringankan terdakwa bersikap sopan di persidangan, dan belum pernah dihukum," imbuh Jaksa Junaidi.Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte mengklaim bahwa dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap dirinya tidak memiliki bukti kuat.

Napoleon sendiri didakwa menerima suap senilai SGD200.000 dan USD270.000. Suap tersebut itu berasal dari Djoko Soegiarto Tjandra terkait penghapusan red notice.

"Bersumber dari keterangan dari Tommy Sumardi sendiri saja yang tidak memiliki kekuatan pembuktikan. Sehingga tidak dapat membuktikan bahwa peristiwa tersebut telah terjadi," kata Napoleon dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (1/3/2021).

Ia juga menyebut bahwa bukti rekaman kamera pengintai atau CCTV juga tidak relevan. Diduga dalam bukti CCTV itu memperlihatkan pertemuan antara Tommy Sumardi dengan mantan Kepala Koordinasi dan Pengawasan (Karo Korwas) PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.

Maka dari itu, Napoleon menyatakan tetap pada nota pembelaan pleidoi. Menurut dia, replik yang diajukan jaksa penuntut umum tidak didasarkan alasan serta analisa hukum yang kuat. "Kami selaku terdakwa dalam perkara ini berkesimpulan bahwa replik JPU tidak didukung oleh argumentasi atau alasan yang kuat berdasarkan analisa fakta hukum persidangan yang relevan," kata Napoleon.

Majelis Hakim pun bakal mempertimbangkan semua fakta yang terungkap di persidangan dan akan menjatuhkan vonis kepada Napoleon pada Rabu (10/3/2021) pekan depan.

Untuk diketahui, Irjen Napoleon Bonaparte dituntut tiga tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Selain itu, jaksa juga menuntut Irjen Napoleon untuk membayar denda sebesar Rp100 juta subsidair 6 bulan kurungan.

JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) meyakini, Irjen Napoleon terbukti secara sah bersalah karena menerima suap dari terpidana Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra) melalui rekannya, Tommy Sumardi. Uang itu, berkaitan dengan upaya penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO).

"Menuntut, agar Majelis Hakim menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama tiga tahun dikurangi selama terdakwa berada di tahanan dan denda Rp100 juta subsidair 6 bulan kurungan," ujar Jaksa Junaidi saat membacakan surat tuntutan Irjen Napoleon Bonaparte di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (15/2/2021).

Dalam melayangkan tuntutannya, Jaksa mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Adapun, hal yang memberatkan tuntutan, Jaksa menilai perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam rangka penyelenggaraan yang bersih. Kemudian, perbuatan terdakwa merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi penegak hukum.

"Hal yang meringankan terdakwa bersikap sopan di persidangan, dan belum pernah dihukum," imbuh Jaksa Junaidi.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1450 seconds (0.1#10.140)