Kerukunan Umat Beragama dan Peran FKUB

Kamis, 25 Februari 2021 - 14:49 WIB
loading...
A A A
Kedua, Pasal 28E Ayat 1 tentang kebebasan memeluk agama dan beribadah menurut agamanya dan ketiga, Pasal 27 Ayat 1 tentang segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dengan tidak ada kecualinya.

Ketiga pasal ini merupakan politik hukum atau kebijakan resmi negara atas perlindungan kebebasan bagi umat beragama dalam menjalankan keyakinannya, sekaligus alas hukum bagi kerukunan antar umat beragama. Pasal 27 yang meskipun tidak secara langsung mengatur perihal agama tetapi ini menjadi aturan legal apabila terjadi pelanggaran atas hal tersebut, karena setiap warga negara bersamaan kedudukan di dalam hukum.

Isu kerukunan antar umat beragama merupakan kebijakan penting karena menggambarkan sejauhmana sebuah negara mengakomodasi hak-hak sipil warga negara, sekaligus potret kesadaran masyarakat sebuah bangsa menghargai dan menjunjung tinggi perbedaan agama/keyakinan, sebagai prasyarat negara demokrasi.

Salah satu upaya pemerintah untuk mewujudkan kerukunan antar umat beragama di Indonesia adalah dengan dibentuknya Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. FKUB lahir berdasarkan Peraturan Bersama Menteri (PBM) Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.

PBM 2006 ini merupakan koreksi atau penyempurnaan dari peraturan yang amat populer ketika itu, yaitu Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1969 yang didalamnya mengatur tentang Pendirian Rumah Ibadah.

Meskipun FKUB hanya perpanjangan tangan dari pemerintah daerah dan tidak memiliki kewenangan bersifat eksekutorial, tetapi sosok entitas ini harus berani tampil menjadi motor penggerak toleransi dan kerukunan umat beragama. FKUB diharapkan mampu menciptakan ruang dialog dan komunikasi yang intensif antar pemeluk dan pemuka agama dengan mengedepankan kesadaran bersama akan pentingnya nilai-nilai toleransi dan kerukunan beragama sebagai bagian dari persatuan nasional.

Para tokoh agama di FKUB harus bersatu padu mengidentifikasi dan menghadapi bibit-bibit intoleran yang berbasis agama di masyarakat. Apalagi sebagai forum kerukunan, FKUB lahir dari masyarakat, ini terkandung maksud, para tokoh agama yang terhimpun di FKUB relatif paling mengetahui bagaimana dinamika toleransi dan kerukunan umat beragama di daerahnya masih-masing dibandingkan para LSM dan para pengamat.

Pada kesempatan itu pula, pemerintah daerah dengan rekomendasi FKUB dapat mengklarifikasi lebih awal kepada publik disertai bukti-bukti yang kuat apakah sebuah peristiwa yang diindikasikan sebagai pelanggaran dengan latar belakang agama sudah masuk berkategori intoleran. Stigma intoleran sepatutnya tidak serta dengan mudahnya diberikan hanya berdasarkan prasangka tanpa bukti-bukti yang kuat, karena akan berpengaruh terhadap indeks kerukunan antar umat beragama di suatu daerah.

Rekomendasi

Dalam konteks inilah kita memerlukan penguatan forum ini agar benar-benar menjadi mitra pemerintah daerah yang dapat memberikan masukan atau rekomendasi untuk peningkatan kualitas toleransi dan kerukunan umat beragama di Indonesia untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Untuk itu, penulis memberikan beberapa tiga catatan singkat.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1155 seconds (0.1#10.140)