Stres di Masa Pandemi Banyak Diderita Usia Produktif
loading...
A
A
A
Gangguan kesehatan mental yang dipicu pandemi Covid-19 berakibat pada naiknya jumlah kunjungan ke ahli atau profesional. Hal ini diakui oleh Rama Giovani, psikiater yang membuka layanan konsultasi di Kota Bandung, Jawa Barat. Dokter spesialis kesehatan jiwa ini mengatakan sekitar 3-4 bulan pandemi, mulai datang pasien baru dengan kasus yang berhubungan dengan pandemi. Ada yang sebelumnya belum pernah mengalami gangguan kesehatan mental, ada yang memang sedang gangguan dan makin parah karena situasi pandemi, ada juga yang sudah pernah pulih tapi jadi balik lagi di masa pandemi ini.
“Jika ditanya apakah pandemi berpengaruh, jawabannya pasti ada pengaruh pada kesehatan mental orang,” ujarnya kepada KORAN SINDO, Sabtu (20/2).
)
Meningkatnya angka penderita gangguan mental di masa pandemi antara lain terkonfirmasi melalui hasil penelitian Centre of Applied Psychometrics Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian tersebut melibatkan 994 responden di seluruh Indonesia. Penelitian bertujuan untuk melihat perilaku masyarakat menghadapi pandemi ditinjau dari sikap keberagamaan, aktivitas sosial keagamaan, dan sikap terhadap Covid-19.
Salah satu yang diukur adalah dampak psikologis masyarakat akibat pandemi. Hasilnya, 74,9% responden mengalami stres, 21,5% gangguan kecemasan, dan 3,5% depresi. Penelitian ini dilakukan pada Juli 2020 atau lima bulan sejak pandemi melanda Indonesia. Dengan masa pandemi yang menginjak setahun, masalah kesehatan mental bukan tidak mungkin menjadi lebih buruk. Misalnya, orang yang tadinya hanya stres, kini berubah cemas, dan yang awalnya cemas meningkat menjadi depresi.
Pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun mengonformasi hasil penelitian yang menunjukkan kenaikan kasus orang yang butuh penanganan akibat gangguan mental sejak pandemi. Kasus seperti gangguan tidur menempati posisi paling tinggi yakni 24%, gangguan kecemasan 5%, dan depresi 8%.
Rama menyebut mereka yang mengalami gangguan kesehatan di masa pandemi kebanyakan usia produktif. Sebelumnya memang sudah cukup naik presentase usia produktif ini, tapi kian bertambah seiring pandemi. Kecenderungan jumlah penderita meningkat terus terlihat seiring pandemi yang berkepanjangan.
“Saya malah menyebut ini ada ancaman tsunami mental healthy, kecenderungannya sedang ke arah sana, ini seperti bola salju yang makin lama bisa kian membesar,” kata founder Yayasan Sehat Mental Indonesia (YSMI) ini.
Rama menyebut gangguan kesehatan mental tidak bisa dianggap remeh. Secara mortalitas memang tidak banyak yang berakhir fatal atau menimbulkan kematian. Namun, penderita akan mengalami disabilitas, yakni tidak memiliki kemampuan dalam segala aspek . “Kalau sakit diabetes misalnya, orang masih bisa bekerja, kalau ini tidak, dia tidak bisa bekerja. Meski, sebenarnya ini bisa fatal juga karena penderita bisa alami depresi,” katanya menekankan.
Mengenai apa penyebab usia produktif banyak yang mengalami masalah mental, Rama menduga itu dipicu tekanan kekhawatiran akan masa depan. Situasi tidak menentu akibat pandemi membuat banyak orang khawatir akan kehilangan pekerjaan dan tidak memiliki penghasilan.
“Jika ditanya apakah pandemi berpengaruh, jawabannya pasti ada pengaruh pada kesehatan mental orang,” ujarnya kepada KORAN SINDO, Sabtu (20/2).
Baca Juga
Meningkatnya angka penderita gangguan mental di masa pandemi antara lain terkonfirmasi melalui hasil penelitian Centre of Applied Psychometrics Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian tersebut melibatkan 994 responden di seluruh Indonesia. Penelitian bertujuan untuk melihat perilaku masyarakat menghadapi pandemi ditinjau dari sikap keberagamaan, aktivitas sosial keagamaan, dan sikap terhadap Covid-19.
Salah satu yang diukur adalah dampak psikologis masyarakat akibat pandemi. Hasilnya, 74,9% responden mengalami stres, 21,5% gangguan kecemasan, dan 3,5% depresi. Penelitian ini dilakukan pada Juli 2020 atau lima bulan sejak pandemi melanda Indonesia. Dengan masa pandemi yang menginjak setahun, masalah kesehatan mental bukan tidak mungkin menjadi lebih buruk. Misalnya, orang yang tadinya hanya stres, kini berubah cemas, dan yang awalnya cemas meningkat menjadi depresi.
Pihak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun mengonformasi hasil penelitian yang menunjukkan kenaikan kasus orang yang butuh penanganan akibat gangguan mental sejak pandemi. Kasus seperti gangguan tidur menempati posisi paling tinggi yakni 24%, gangguan kecemasan 5%, dan depresi 8%.
Rama menyebut mereka yang mengalami gangguan kesehatan di masa pandemi kebanyakan usia produktif. Sebelumnya memang sudah cukup naik presentase usia produktif ini, tapi kian bertambah seiring pandemi. Kecenderungan jumlah penderita meningkat terus terlihat seiring pandemi yang berkepanjangan.
“Saya malah menyebut ini ada ancaman tsunami mental healthy, kecenderungannya sedang ke arah sana, ini seperti bola salju yang makin lama bisa kian membesar,” kata founder Yayasan Sehat Mental Indonesia (YSMI) ini.
Rama menyebut gangguan kesehatan mental tidak bisa dianggap remeh. Secara mortalitas memang tidak banyak yang berakhir fatal atau menimbulkan kematian. Namun, penderita akan mengalami disabilitas, yakni tidak memiliki kemampuan dalam segala aspek . “Kalau sakit diabetes misalnya, orang masih bisa bekerja, kalau ini tidak, dia tidak bisa bekerja. Meski, sebenarnya ini bisa fatal juga karena penderita bisa alami depresi,” katanya menekankan.
Mengenai apa penyebab usia produktif banyak yang mengalami masalah mental, Rama menduga itu dipicu tekanan kekhawatiran akan masa depan. Situasi tidak menentu akibat pandemi membuat banyak orang khawatir akan kehilangan pekerjaan dan tidak memiliki penghasilan.