Azis Syamsuddin Beberkan Urgensi Revisi UU Pemilu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Golkar Azis Syamsuddin menyoroti soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang berisi perubahan UU Pemilu 7/2017 dan UU Pilkada 10/2016 yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.
Azis menyerap aspirasi dari masyarakat dalam rangka menyempurkan sistem demokrasi dan politik di Indonesia.
"Pembahasan RUU Pemilu relevan dan penting untuk dilakukan dalam rangka memperkuat kualitas demokrasi bagi kemajuan bangsa dan negara yang kita cintai yaitu Indonesia," kata Azis kepada wartawan di Jakarta, Selasa (9/2/2021).
Wakil Ketua Umum Golkar itu menjelaskan beberapa alasan dan urgensi UU Pemilu saat ini. Di antaranya, UU 7/2017 menyebabkan kondisi kompleksitas pemilu lima kotak (Pemilihan Presiden, DPR RI, DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota); pengaruh terhadap tingginya surat suara tidak sah (invalid votes) dan surat suara terbuang (wasted votes); adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55/PUU-XVII/2019 tentang rekonstruksi keserentakan pemilu; desain kelembagaan penyelenggara pemilu yang cenderung belum berimbang dalam membangun posisi dan relasi antara KPU, Bawaslu, dan DKPP.
Baca juga: Pilkada 2022 Ditiadakan Hanya untuk Ganjal Anies Baswedan? Refly Harun: Kebangetan Juga
"Kebutuhan penyelarasan pengaturan dengan berbagai putusan MK terkait UU Pemilu seperti hak pilih, mantan terpidana, dan lain-lain; dan penyelesaian permasalahan keadilan pemilu dengan terlalu banyak ruang saluran (many room to justice), sehingga sulit mencapai keadilan dan kepastian hukum," paparnya.
Wakil Ketua DPR Koordinator Politik dan Keamanan (Korpolkam) ini juga mengakui bahwa ada kecenderungan sejumlah partai untuk menunda revisi UU Pemilu karena Pilkada dan Pemilu diselenggarakan bersamaan di tahun 2024.
Namun, mantan Ketua Komisi III DPR ini menegaskan, revisi UU Pemilu bukan bertujuan untuk mengugurkan amanat UU Pilkada Tahun 2016 yang melahirkan ketentuan terjadinya penyelenggaraan pemilu legislatif (pileg), pemilu presiden (pilpres) dan pilkada di 2024.
"Justru sebaliknya, revisi terhadap UU Pemilu dibutuhkan untuk mencari solusi atas sejumlah kekhawatiran bila pilkada dan pemilu diselenggarakan serentak, seperti kesiapan anggaran, kesiapan penyelenggara, kesiapan pemilih, serta keadilan dan kepastian hukum. Dimana semuanya terkait dengan kualitas pemilu dan legitimasi," tegasnya.
Karena itu, Azis mengimbau, bila akhirnya sejumlah fraksi di DPR memutuskan untuk tetap merevisi UU Pemilu, fokus pembahasan harus berkenaan dengan upaya mencari solusi dalam rangka membangun sistem penyelenggaran pemilu yang efektif, efisien. "Upaya ini untuk menyempurnakan sistem demokrasi di Indonesia. Publik diharapkan tidak berspekulasi tentang rencana DPR melakukan revisi terhadap UU Pemilu," pungkasnya.
Sikap Azis ini berbeda dengan sikap partainya. Diketahui sebelumnya, sejumlah elite Partai Golkar mengatakan bahwa fraksinya memilih untuk menunda pembahasan RUU Pemilu. Hal ini disampaikan Waketum Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung pada rilis survei Indikator Politik Indonesia, Senin (8/2). Pendapat senada disampaikan Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Golkar Maman Abdurahman.
Azis menyerap aspirasi dari masyarakat dalam rangka menyempurkan sistem demokrasi dan politik di Indonesia.
"Pembahasan RUU Pemilu relevan dan penting untuk dilakukan dalam rangka memperkuat kualitas demokrasi bagi kemajuan bangsa dan negara yang kita cintai yaitu Indonesia," kata Azis kepada wartawan di Jakarta, Selasa (9/2/2021).
Wakil Ketua Umum Golkar itu menjelaskan beberapa alasan dan urgensi UU Pemilu saat ini. Di antaranya, UU 7/2017 menyebabkan kondisi kompleksitas pemilu lima kotak (Pemilihan Presiden, DPR RI, DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota); pengaruh terhadap tingginya surat suara tidak sah (invalid votes) dan surat suara terbuang (wasted votes); adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55/PUU-XVII/2019 tentang rekonstruksi keserentakan pemilu; desain kelembagaan penyelenggara pemilu yang cenderung belum berimbang dalam membangun posisi dan relasi antara KPU, Bawaslu, dan DKPP.
Baca juga: Pilkada 2022 Ditiadakan Hanya untuk Ganjal Anies Baswedan? Refly Harun: Kebangetan Juga
"Kebutuhan penyelarasan pengaturan dengan berbagai putusan MK terkait UU Pemilu seperti hak pilih, mantan terpidana, dan lain-lain; dan penyelesaian permasalahan keadilan pemilu dengan terlalu banyak ruang saluran (many room to justice), sehingga sulit mencapai keadilan dan kepastian hukum," paparnya.
Wakil Ketua DPR Koordinator Politik dan Keamanan (Korpolkam) ini juga mengakui bahwa ada kecenderungan sejumlah partai untuk menunda revisi UU Pemilu karena Pilkada dan Pemilu diselenggarakan bersamaan di tahun 2024.
Namun, mantan Ketua Komisi III DPR ini menegaskan, revisi UU Pemilu bukan bertujuan untuk mengugurkan amanat UU Pilkada Tahun 2016 yang melahirkan ketentuan terjadinya penyelenggaraan pemilu legislatif (pileg), pemilu presiden (pilpres) dan pilkada di 2024.
"Justru sebaliknya, revisi terhadap UU Pemilu dibutuhkan untuk mencari solusi atas sejumlah kekhawatiran bila pilkada dan pemilu diselenggarakan serentak, seperti kesiapan anggaran, kesiapan penyelenggara, kesiapan pemilih, serta keadilan dan kepastian hukum. Dimana semuanya terkait dengan kualitas pemilu dan legitimasi," tegasnya.
Karena itu, Azis mengimbau, bila akhirnya sejumlah fraksi di DPR memutuskan untuk tetap merevisi UU Pemilu, fokus pembahasan harus berkenaan dengan upaya mencari solusi dalam rangka membangun sistem penyelenggaran pemilu yang efektif, efisien. "Upaya ini untuk menyempurnakan sistem demokrasi di Indonesia. Publik diharapkan tidak berspekulasi tentang rencana DPR melakukan revisi terhadap UU Pemilu," pungkasnya.
Sikap Azis ini berbeda dengan sikap partainya. Diketahui sebelumnya, sejumlah elite Partai Golkar mengatakan bahwa fraksinya memilih untuk menunda pembahasan RUU Pemilu. Hal ini disampaikan Waketum Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung pada rilis survei Indikator Politik Indonesia, Senin (8/2). Pendapat senada disampaikan Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Golkar Maman Abdurahman.
(zik)