Eks Komisioner KPU Sebut Motif Revisi UU Pemilu Jadi Rutinitas

Minggu, 07 Februari 2021 - 15:59 WIB
loading...
Eks Komisioner KPU Sebut Motif Revisi UU Pemilu Jadi Rutinitas
Eks Komisioner KPU Ferry Kurnia Riziyansyah mengungkap motif, kenapa selalu dilakukan revisi terhadap UU Pemilu dan Pilkada di setiap kali jelang pemilu. Foto/SINDOnews/Ilustrasi
A A A
JAKARTA - Eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ferry Kurnia Riziyansyah mengungkap motif, kenapa selalu dilakukan revisi terhadap Undang-Undang (UU) Pemilu dan Pilkada di setiap kali jelang perhelatan pemilu.

(Baca juga: Takut Tersingkir Jadi Alasan Partai Besar dan Kecil Tolak RUU Pemilu)

Sehingga, revisi UU Pemilu ini menjadi sebuah rutinitias dan belum ditemukannya UU Pemilu yang komprehensif menjawab semua tantangan atas berbagai hal terkait kepemiluan.

Ferry yang juga Direktur Netgrit memaparkan, perubahan UU Pemilu yang terjadi setiap kali pemilu disebabkan oleh siklus pemilu. Dalam siklus pemilu, ada 1 tahun pelaksanaan pemilu, 1 tahun evaluasi dan perbaikan, dan 3 tahun persiapan. Sehingga sebenarnya, ini satu masa yang pas sekali untuk memperbaiki proses-proses pemilu ke depan.

(Baca juga: Optimistis Pemilu 2024, Perindo Sumsel dan Muaraenim Konsolidasi untuk Perkuat Soliditas)

"Tapi, kenapa selalu dari pemilu ke pemilu mengalami perbaikan dan revisi, kenapa tidak ajeg? Kenapa tidak 4-5 kali pemilu, kenapa tidak banyak pemilu yang muncul (dari suatu UU Pemilu). Karena ada hal yang dibaca bahwa mekanisme dalam UU pemilu tidak tuntas, jadi semuanya desain pada kepentingan-kepentingan itu saja," kata Ferry dalam webinar yang bertajuk 'Maju-Mundur Revisi UU Pemilu', Minggu (7/2/2021).

Menurut Ferry, yang menarik lantaran revisi UU Pemilu yang dilakukan hanya tambal sulam dan tidak mampu mengakomodir hal-hal yang perlu diperbaiki dalam sistem pemilu tersebut. Misalnya, insentif elektoral berbagai pihak baik itu pemilih, peserta dan penyelenggara, serta mekanisme pemilu yang tidak benar-benar komprehensif.

"Sebuah keniscayaan suatu desain, jika kita memang ingin mengawali saat ini dengan berbagai fakta fenomena Pemilu 2019 dan Pilkada 2020 ini, kita harus melihat secara komprehensif," terangnya.

Sehingga kata Ferry, kalau ada niatan agar proses pemilu ini benar-benar tertata dengan baik dalam berbagai dimensi, baik itu soal sistem, aktor, proses elektoral, hukum kepemiluan dan mekansime-mekanisme dalam sebuah proses kepemiluan secara komprehensif harus dibahas secara tuntas.

"Supaya apa? ini memberikan insentif elektoral yang sangat baik sekali bagi aktivitas proses kenegaraan yang ada, dan akan meningkatkan indeks demokrasi Indonesia. Baik terkait penguatan kelembagaan penyelenggara pemilu, penguatan peserta, penguatan parpol dan pendidikan politik di masyarakat," papar Ferry.

Ferry berpandangan, revisi UU Pemilu itu seharusnya dapat memberikan sesuatu yang lebih. Sehingga, pemilih betul-betul menjadikan pemilu sebagai bagian yang sangat amat penting., karena desain kelembagaan negara yang dibangun melalui mekanisme pemilu, semuanya dimuarakan pada pemilu. Sayangnya, UU Pemilu yang ada belum mengatur berbagai hal secara komprehensif.

"Kita lihat sekarang bagaimana UU Pemilu baik UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu maupun UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, ini kan banyak digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ini kan suatu cerminan bahwa aktivitas yang memang kita lakukan belum komprehensif, belum menyeluruh, masih adanya tambal sulam, masih adanya kepentingan," ujarnya.
(maf)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1725 seconds (0.1#10.140)