Takut Tersingkir Jadi Alasan Partai Besar dan Kecil Tolak RUU Pemilu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sebagian partai politik ( parpol ) besar dan kecil ramai-ramai menolak draf Rancangan Undang-Undang ( RUU) tentang Pemilu yang merevisi UU Pemilu Nomor 7/2017 dan UU Pilkada Nomor 10/2016, termasuk juga parpol nonparlemen. Padahal, semua fraksi di Komisi II DPR awalnya kompak mengusulkan RUU Pemilu sebagai inisiatif DPR.
Terkait hal ini, Direktur Eksekutif Kopel Indonesia Anwar Razak melihat, penolakan parpol besar maupun kecil lantaran adanya tarik-menarik kepentingan dalam UU Pemilu.
Baca Juga: Geger Kudeta Demokrat, Ini Deretan Konflik yang Pernah Landa Parpol Lain
"Kami melihat ini sangat kuat tarik-menarik kepentingan, dari awal kelihatan bahwa tidak ada yang secara substansial ingin direvisi atau diselesaikan dengan revisi UU Pemilu," kata Anwar dalam webinar yang bertajuk "Maju-Mundur Revisi UU Pemilu" yang disiarkan di kanal Youtube Perludem, Minggu (7/2/2021).
Menurut Anwar, seharusnya, ketika ingin merevisi atau membahas suatu UU, maka ada suatu permasalahan besar yang ingin diselesaikan. Bagi masyarakat sipil, ini adalah momentum untuk bisa melakukan reformasi substansial terhadap UU Pemilu atau sistem pemilu Indonesia.
"Kita melihat masih banyak persoalan, Kopel mencatat ada tiga persoalan yang masih sangat krusial," ujarnya.
Adapun alasan partai besar dan kecil ada yang mendukung atau pun menolak revisi, Anwar melihat karena terkait kepentingan, semuanya pada posisi berpikir apakah partainya bisa terakomodasi dalam pemilu ke depan.
Baca Juga: Korban Kamp Uighur Ungkap Penyiksaan Mengerikan China, Termasuk Diperkosa
"Ketika pembahasan parliamentary threshold, presidential threshold, kemudian melihat apakah saya (parpol) bisa terakomodir dengan ambang batasnya," kata Anwar.
Sikap masing-masing parpol ini lebih kepada mempertimbangkan faktor keuntungan bagi mereka, sehingga kemudian terjadi tarik-menarik atau maju mundur revisi UU Pemilu, yang belum diketahui ke mana arahnya.
Baca Juga: Hassaan Shahawy, Muslim Pertama yang Jadi Presiden Havard Law Review
"Meskipun kita lihat info terakhir pembahasan masih terus dilakukan, dan pemerintah menyatakan tidak akan melakukan. Belum tahu pasti apakah ada kepastian ada pembahasan atau tidak," katanya.
Terkait hal ini, Direktur Eksekutif Kopel Indonesia Anwar Razak melihat, penolakan parpol besar maupun kecil lantaran adanya tarik-menarik kepentingan dalam UU Pemilu.
Baca Juga: Geger Kudeta Demokrat, Ini Deretan Konflik yang Pernah Landa Parpol Lain
"Kami melihat ini sangat kuat tarik-menarik kepentingan, dari awal kelihatan bahwa tidak ada yang secara substansial ingin direvisi atau diselesaikan dengan revisi UU Pemilu," kata Anwar dalam webinar yang bertajuk "Maju-Mundur Revisi UU Pemilu" yang disiarkan di kanal Youtube Perludem, Minggu (7/2/2021).
Menurut Anwar, seharusnya, ketika ingin merevisi atau membahas suatu UU, maka ada suatu permasalahan besar yang ingin diselesaikan. Bagi masyarakat sipil, ini adalah momentum untuk bisa melakukan reformasi substansial terhadap UU Pemilu atau sistem pemilu Indonesia.
"Kita melihat masih banyak persoalan, Kopel mencatat ada tiga persoalan yang masih sangat krusial," ujarnya.
Adapun alasan partai besar dan kecil ada yang mendukung atau pun menolak revisi, Anwar melihat karena terkait kepentingan, semuanya pada posisi berpikir apakah partainya bisa terakomodasi dalam pemilu ke depan.
Baca Juga: Korban Kamp Uighur Ungkap Penyiksaan Mengerikan China, Termasuk Diperkosa
"Ketika pembahasan parliamentary threshold, presidential threshold, kemudian melihat apakah saya (parpol) bisa terakomodir dengan ambang batasnya," kata Anwar.
Sikap masing-masing parpol ini lebih kepada mempertimbangkan faktor keuntungan bagi mereka, sehingga kemudian terjadi tarik-menarik atau maju mundur revisi UU Pemilu, yang belum diketahui ke mana arahnya.
Baca Juga: Hassaan Shahawy, Muslim Pertama yang Jadi Presiden Havard Law Review
"Meskipun kita lihat info terakhir pembahasan masih terus dilakukan, dan pemerintah menyatakan tidak akan melakukan. Belum tahu pasti apakah ada kepastian ada pembahasan atau tidak," katanya.
(abd)