Lindungi Anak Terpapar Asap Rokok di Masa Pandemi, Menkes Didorong Revisi PP 109/2012
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tantangan pandemi COVID-19 tidak hanya berdampak pada anak terkait isu sosial tetapi juga pada isu kesehatan, utamanya terkait rokok . Anak-anak menjadi kaum yang paling rentan saat ini karena mereka berada di rumah yang berpotensi terpapar asap rokok serta iklan dan promosi rokok di media sosial.
Sebelum pandemi saja, menurut data Perki (2018) ada sebanyak 40 juta anak di bawah 5 tahun merupakan perokok pasif. Sedangkan berdasar survei Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada 2019, sebanyak 57,8% anak Indonesia terpapar asap rokok di rumahnya.
Apalagi di saat pandemi terjadi, potensi anak terpapar rokok akan sangat tinggi. Pihak yang paling banyak memberikan sumbangsih paparan asap rokok terhadap anak di rumah adalah orang tua dari anak itu sendiri. Tidak sedikit orang tua Indonesia merokok di dekat anaknya, bahkan yang berusia balita.
Dampak kesehatan bagi anak-anak yang menjadi perokok pasif sangat besar dimana paparan asap rokok yang terus menerus pada anak berpotensi menghambat hak anak untuk tumbuh dan berkembang optimal. Seseorang yang terpapar asap rokok dari perokok aktif bisa menyebabkan penyakit serius hingga kematian.
Belum lagi, peluang anak untuk membeli rokok menjadi semakin mudah, karena selain harga rokok murah, waktu luang anak di rumah lebih banyak, juga karena pengawasan orang dewasa, (orang tua dan guru) menjadi berkurang. Selain itu, dampak serius lainnya adalah anak-anak yang di masa pandemi COVID-19 banyak melakukan aktivitas belajar dari rumah, berpotensi terpapar iklan dan promosi rokok yang massif di media sosial.
Jika kondisi ini terus dibiarkan maka jangan berharap jumlah perokok anak akan menurun. Saat ini saja, selama 10 tahun terakhir prevalensi merokok penduduk usia anak 10-18 tahun naik mencapai 9,1% pada 2018 (Data Riset Kesehatan Dasar 2018). Jika tidak ada upaya serius maka pada 2030 jumlah perokok anak akan mencapai 15,8 juta atau 15,91% (Proyeksi Bappenas, 2018).
Ketua Lentera Anak, Lisda Sundari mengatakan semua pihak harus berupaya secara optimal agar anak sebagai kelompok rentan tetap mendapatkan perlindungan selama pandemi Lisda Sundari. Sebab anak-anak dan remaja saat ini adalah calon pemimpin bangsa di masa depan. Mereka pula yang akan menikmati bonus demografi di saat Indonesia diprediksi mengalami bonus demografi pada 2030.
“Tetapi kenyataannya, kondisi mereka sangat rentan selama pandemi karena paparan asap rokok dari orang tua dan orang dewasa lainnya yang merokok di rumah. Rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman dan bebas dari asap rokok justru menjadi tempat dimana mereka menghirup berbagai jenis zat berbahaya dari asap rokok,” ujar Lisda dalam diskusi daring Alinea Forum bertajuk Harapan Baru Penurunan Prevalensi Perokok Anak bersama Menkes Baru, Kamis (4/2/2021).
Selain Lisda, beberapa narasumber hadir dalam diskusi tersebut, yakni Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Kemenko PMK Nancy Dian Anggraeni, Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Ditjen Kesmas Imran Agus Nurali dan Sekjen ISMKMI Periode 2020/2021 Mikail Ramadhan Hermadyan Dewadaru. Baca juga: Harga Rokok Naik, Bagi Perokok Kurang-kurangin Deh Makan di Restoran
Lisda juga menegaskan kondisi anak sangat rentan karena paparan iklan rokok yang begitu massif di media sosial. Sedangkan di sisi lain regulasi untuk melindungi anak sangat lemah. Sebagaimana penanganan COVID-19 yang memerlukan regulasi dan kebijakan komprehensif, upaya penurunan jumlah perokok anak juga sangat membutuhkan regulasi yang kuat dan tegas.
Sebelum pandemi saja, menurut data Perki (2018) ada sebanyak 40 juta anak di bawah 5 tahun merupakan perokok pasif. Sedangkan berdasar survei Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada 2019, sebanyak 57,8% anak Indonesia terpapar asap rokok di rumahnya.
Apalagi di saat pandemi terjadi, potensi anak terpapar rokok akan sangat tinggi. Pihak yang paling banyak memberikan sumbangsih paparan asap rokok terhadap anak di rumah adalah orang tua dari anak itu sendiri. Tidak sedikit orang tua Indonesia merokok di dekat anaknya, bahkan yang berusia balita.
Dampak kesehatan bagi anak-anak yang menjadi perokok pasif sangat besar dimana paparan asap rokok yang terus menerus pada anak berpotensi menghambat hak anak untuk tumbuh dan berkembang optimal. Seseorang yang terpapar asap rokok dari perokok aktif bisa menyebabkan penyakit serius hingga kematian.
Belum lagi, peluang anak untuk membeli rokok menjadi semakin mudah, karena selain harga rokok murah, waktu luang anak di rumah lebih banyak, juga karena pengawasan orang dewasa, (orang tua dan guru) menjadi berkurang. Selain itu, dampak serius lainnya adalah anak-anak yang di masa pandemi COVID-19 banyak melakukan aktivitas belajar dari rumah, berpotensi terpapar iklan dan promosi rokok yang massif di media sosial.
Jika kondisi ini terus dibiarkan maka jangan berharap jumlah perokok anak akan menurun. Saat ini saja, selama 10 tahun terakhir prevalensi merokok penduduk usia anak 10-18 tahun naik mencapai 9,1% pada 2018 (Data Riset Kesehatan Dasar 2018). Jika tidak ada upaya serius maka pada 2030 jumlah perokok anak akan mencapai 15,8 juta atau 15,91% (Proyeksi Bappenas, 2018).
Ketua Lentera Anak, Lisda Sundari mengatakan semua pihak harus berupaya secara optimal agar anak sebagai kelompok rentan tetap mendapatkan perlindungan selama pandemi Lisda Sundari. Sebab anak-anak dan remaja saat ini adalah calon pemimpin bangsa di masa depan. Mereka pula yang akan menikmati bonus demografi di saat Indonesia diprediksi mengalami bonus demografi pada 2030.
“Tetapi kenyataannya, kondisi mereka sangat rentan selama pandemi karena paparan asap rokok dari orang tua dan orang dewasa lainnya yang merokok di rumah. Rumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman dan bebas dari asap rokok justru menjadi tempat dimana mereka menghirup berbagai jenis zat berbahaya dari asap rokok,” ujar Lisda dalam diskusi daring Alinea Forum bertajuk Harapan Baru Penurunan Prevalensi Perokok Anak bersama Menkes Baru, Kamis (4/2/2021).
Selain Lisda, beberapa narasumber hadir dalam diskusi tersebut, yakni Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Kemenko PMK Nancy Dian Anggraeni, Direktur Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Ditjen Kesmas Imran Agus Nurali dan Sekjen ISMKMI Periode 2020/2021 Mikail Ramadhan Hermadyan Dewadaru. Baca juga: Harga Rokok Naik, Bagi Perokok Kurang-kurangin Deh Makan di Restoran
Lisda juga menegaskan kondisi anak sangat rentan karena paparan iklan rokok yang begitu massif di media sosial. Sedangkan di sisi lain regulasi untuk melindungi anak sangat lemah. Sebagaimana penanganan COVID-19 yang memerlukan regulasi dan kebijakan komprehensif, upaya penurunan jumlah perokok anak juga sangat membutuhkan regulasi yang kuat dan tegas.