Dukung PDIP, Partai Gelora: Pilkada 2022 dan 2023 Bisa Tingkatkan Covid-19
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wacana untuk menunda Pilkada 2022 dan 2023 mendapatkan dukungan. Sekretaris Jenderal Partai Gelora Indonesia , Mahfuz Sidik menilai penyelenggaraan pilkada serentak pada 2022 dan 2023 bisa memicu kembali peningkatan dan penyebaran Covid-19.
Karena itu Partai Gelora Indonesia setuju penyelenggaraan Pilkada Serentak pada 2022 dan 2023 digelar pada 2024 bersamaan dengan pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres). Pemerintah dan masyarakat saat ini masih fokus menghadapi pandemi Covid-19 , di samping keuangan negara semakin menipis.
”Partai Gelora setuju Pilkada ditarik serentak ke 2024 dengan segala plus minus dan konsekuensinya. Karena itu sudah jadi keputusan politik pemerintah dan DPR di UU Pilkada," kata Mahfuz Sidik, Sabtu (30/1/2021).
(Baca: Pemerintah Tegaskan Pilkada Serentak Digelar 2024)
Selain itu, pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023 yang berdekatan dengan Pemilu 2024 juga dinilai akan menyedot keuangan negara yang sedang dibutuhkan untuk penanganan pandemi Covid-19. "Pilkada serentak pada 2022 dan 2023 tentunya akan memicu kembali peningkatan penyebaran Covid-19 yang diprediksi belum tuntas pada 2022. Juga akan menyedot keuangan negara di saat pemerintah menghadapi kesulitan keuangan," ujarnya.
Kendati begitu, dia dapat memahami alasan partai politik yang tetap menginginkan pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023 dilaksanakan sesuai jadwal, serta tidak setuju ditunda serentak pada 2024. Hal ini antara lain terkait konsekuensi akan banyaknya penunjukkan penjabat sementara (Pjs) kepala daerah yang menggelar Pilkada pada 2022 dan 2023.
Sebab, pjs kepala daerah tidak memiliki kewenangan terhadap kebijakan strategis, seperti masalah anggaran. Padahal saat ini kepala daerah definitif diperlukan dalam pengambilan keputusan soal penanganan pandemi Covid-19 dan penyelenggaraan Pemilu 2024.
"Namun Partai Gelora juga bisa memahami alasan-alasan yang diajukan sejumlah partai yang mendesakkan Pilkada Serentak tetap dilaksanakan pada 2022 dan 2023. Ini terkait dengan konsekuensi-konsekuensi yang muncul, " katanya.
(Baca: Soal Polemik Pilkada Serentak 2024, Begini Sikap KPU)
Partai Gelora berharap partai politik yang menginginkan Pilkada 2022 dan 2023 bisa duduk bersama dengan pemerintah untuk mencari solusi dari konsekuensi yang ditimbulkan, apabila Pilkada dimundurkan hingga 2024. "Menurut kami, sebaiknya partai-partai dan pemerintah duduk bersama membahas dan menyepakati solusi atas konsekuensi-konsekuensi tersebut, " tegas Mahfuz.
Namun, Partai Gelora tetap berpandangan Pilkada 2022 dan 2023 sebaiknya ditunda dan digeser pelaksanaannya secara serentak dengan Pemilu 2024. Mahfuz meminta semua pihak fokus menyelesaikan masalah pandemi Covid-19 agar kehidupan sehari-hari masyarakat bisa berjalan normal kembali. "Pemerintah dan masyarakat masih fokus menghadapi pandemi Covid-19 dan keuangan negara juga makin sempit," pungkas Mahfuz.
Seperti diketahui, Pilkada Serentak 2022 dan 2023 dijadwalkan tetap digelar. Hal tersebut mengacu draf RUU Pemilu, Pasal 731 ayat 2 dan 3. Apabila itu disepakati, maka jadwal Pilkada Serentak Nasional pada November 2024 otomatis tidak berlaku. PDIP sebagai pemilik kursi legislatif paling banyak ingin agar dua pilkada serentak itu ditunda pada 2024, berbarengan dengan pemilu.
(Baca: Partai Gelora Indonesia Tancap Gas, Partai Ummat Deklarasi Tahun Depan)
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang (UU) 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, Pilkada 2022 dan 2023 ditiadakan atau langsung disatukan pada 2024. Namun, Pasal 732 menyebutkan, jika pilkada pada 2022 dan 2023 tidak dapat dilaksanakan karena bencana nonalam, pemilihan ditunda dan dijadwalkan kembali setelah bencana nonalam itu berakhir.
Penetapan jadwal pilkada yang tertunda dilakukan KPU setelah melakukan pertemuan konsultatif bersama DPR, Pemerintah, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Kemudian, Pasal 734 menyebutkan, pemilu daerah serentak pertama diselenggarakan pada 2027. Pilkada serentak berikutnya diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
Hal ini berbeda dengan ketentuan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang menetapkan pilkada serentak pertama kali dijadwalkan pada 2024 berbarengan dengan pemilu nasional. Dalam UU 7/2017, Pilkada 2022 dan 2023 ditiadakan, sehingga daerah yang melaksanakan Pilkada 2017 dan 2018, baru akan menggelar pilkada pada 2024.
(Baca: Pilkada 2022 Ditiadakan Hanya untuk Ganjal Anies Baswedan? Refly Harun: Kebangetan Juga)
Setelah masa jabatan kepala daerahnya berakhir, daerah akan dipimpin penjabat sementara hingga kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024 dilantik. Ada 101 daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada pada 2022, terdiri dari tujuh pemilihan gubernur, 76 pemilihan bupati, dan 18 pemilihan wali kota.
DKI Jakarta termasuk daerah yang dijadwalkan menggelar Pilkada 2022. Sementara, ada 170 daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada pada 2023, terdiri dari 17 pemilihan gubernur, 115 pemilihan bupati, dan 38 pemilihan wali kota.
Karena itu Partai Gelora Indonesia setuju penyelenggaraan Pilkada Serentak pada 2022 dan 2023 digelar pada 2024 bersamaan dengan pelaksanaan Pemilu Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres). Pemerintah dan masyarakat saat ini masih fokus menghadapi pandemi Covid-19 , di samping keuangan negara semakin menipis.
”Partai Gelora setuju Pilkada ditarik serentak ke 2024 dengan segala plus minus dan konsekuensinya. Karena itu sudah jadi keputusan politik pemerintah dan DPR di UU Pilkada," kata Mahfuz Sidik, Sabtu (30/1/2021).
(Baca: Pemerintah Tegaskan Pilkada Serentak Digelar 2024)
Selain itu, pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023 yang berdekatan dengan Pemilu 2024 juga dinilai akan menyedot keuangan negara yang sedang dibutuhkan untuk penanganan pandemi Covid-19. "Pilkada serentak pada 2022 dan 2023 tentunya akan memicu kembali peningkatan penyebaran Covid-19 yang diprediksi belum tuntas pada 2022. Juga akan menyedot keuangan negara di saat pemerintah menghadapi kesulitan keuangan," ujarnya.
Kendati begitu, dia dapat memahami alasan partai politik yang tetap menginginkan pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023 dilaksanakan sesuai jadwal, serta tidak setuju ditunda serentak pada 2024. Hal ini antara lain terkait konsekuensi akan banyaknya penunjukkan penjabat sementara (Pjs) kepala daerah yang menggelar Pilkada pada 2022 dan 2023.
Sebab, pjs kepala daerah tidak memiliki kewenangan terhadap kebijakan strategis, seperti masalah anggaran. Padahal saat ini kepala daerah definitif diperlukan dalam pengambilan keputusan soal penanganan pandemi Covid-19 dan penyelenggaraan Pemilu 2024.
"Namun Partai Gelora juga bisa memahami alasan-alasan yang diajukan sejumlah partai yang mendesakkan Pilkada Serentak tetap dilaksanakan pada 2022 dan 2023. Ini terkait dengan konsekuensi-konsekuensi yang muncul, " katanya.
(Baca: Soal Polemik Pilkada Serentak 2024, Begini Sikap KPU)
Partai Gelora berharap partai politik yang menginginkan Pilkada 2022 dan 2023 bisa duduk bersama dengan pemerintah untuk mencari solusi dari konsekuensi yang ditimbulkan, apabila Pilkada dimundurkan hingga 2024. "Menurut kami, sebaiknya partai-partai dan pemerintah duduk bersama membahas dan menyepakati solusi atas konsekuensi-konsekuensi tersebut, " tegas Mahfuz.
Namun, Partai Gelora tetap berpandangan Pilkada 2022 dan 2023 sebaiknya ditunda dan digeser pelaksanaannya secara serentak dengan Pemilu 2024. Mahfuz meminta semua pihak fokus menyelesaikan masalah pandemi Covid-19 agar kehidupan sehari-hari masyarakat bisa berjalan normal kembali. "Pemerintah dan masyarakat masih fokus menghadapi pandemi Covid-19 dan keuangan negara juga makin sempit," pungkas Mahfuz.
Seperti diketahui, Pilkada Serentak 2022 dan 2023 dijadwalkan tetap digelar. Hal tersebut mengacu draf RUU Pemilu, Pasal 731 ayat 2 dan 3. Apabila itu disepakati, maka jadwal Pilkada Serentak Nasional pada November 2024 otomatis tidak berlaku. PDIP sebagai pemilik kursi legislatif paling banyak ingin agar dua pilkada serentak itu ditunda pada 2024, berbarengan dengan pemilu.
(Baca: Partai Gelora Indonesia Tancap Gas, Partai Ummat Deklarasi Tahun Depan)
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang (UU) 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, Pilkada 2022 dan 2023 ditiadakan atau langsung disatukan pada 2024. Namun, Pasal 732 menyebutkan, jika pilkada pada 2022 dan 2023 tidak dapat dilaksanakan karena bencana nonalam, pemilihan ditunda dan dijadwalkan kembali setelah bencana nonalam itu berakhir.
Penetapan jadwal pilkada yang tertunda dilakukan KPU setelah melakukan pertemuan konsultatif bersama DPR, Pemerintah, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Kemudian, Pasal 734 menyebutkan, pemilu daerah serentak pertama diselenggarakan pada 2027. Pilkada serentak berikutnya diselenggarakan setiap lima tahun sekali.
Hal ini berbeda dengan ketentuan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang menetapkan pilkada serentak pertama kali dijadwalkan pada 2024 berbarengan dengan pemilu nasional. Dalam UU 7/2017, Pilkada 2022 dan 2023 ditiadakan, sehingga daerah yang melaksanakan Pilkada 2017 dan 2018, baru akan menggelar pilkada pada 2024.
(Baca: Pilkada 2022 Ditiadakan Hanya untuk Ganjal Anies Baswedan? Refly Harun: Kebangetan Juga)
Setelah masa jabatan kepala daerahnya berakhir, daerah akan dipimpin penjabat sementara hingga kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024 dilantik. Ada 101 daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada pada 2022, terdiri dari tujuh pemilihan gubernur, 76 pemilihan bupati, dan 18 pemilihan wali kota.
DKI Jakarta termasuk daerah yang dijadwalkan menggelar Pilkada 2022. Sementara, ada 170 daerah yang akan menyelenggarakan Pilkada pada 2023, terdiri dari 17 pemilihan gubernur, 115 pemilihan bupati, dan 38 pemilihan wali kota.
(muh)