Soal Polemik Pilkada Serentak 2024, Begini Sikap KPU
loading...
A
A
A
JAKARTA - Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 kini tengah menjadi polemik. Hal itu menyusul adanya wacana revisi Undang-Undang (RUU) Tentang Pemilu dan Revisi Undang-Undang (RUU) Tentang Pilkada.
Menanggapi hal tersebut, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra menyatakan bahwa sebagai lembaga penyelenggara pemilihan, KPU dalam posisi mengikuti peraturan undang-undangan yang berlaku.
"Kalau kita mengacu undang-undang, tentu (pilkada serentak) tahun 2024," kata Ilham di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Jumat (29/1/2021).
Baca juga: Pilkada 2022 Ditiadakan Hanya untuk Ganjal Anies Baswedan? Refly Harun: Kebangetan Juga
Kendati demikian, Ilham memahami bahwa sampai saat ini banyak pihak, dalam hal ini fraksi partai politik di DPR yang memiliki pendapat yang berbeda. Sehingga, KPU dalam posisi ini mengikuti putusan politik yang akan ditetapkan. "Tapi jika ada putusan politik DPR-Pemerintah bahwa pilkada dipercepat, kami akan melaksanakan," ujarnya.
Prinsipnya, kata Ilham, KPU akan menjalankan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk diketahui, draf Revisi Undang-Undang Pemilu tengah menimbulkan polemik di tengah masyarakat dan elite partai politik. Salah satu yang dipersoalkan, perihal penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024 yang diatur dalam draf tersebut.
Sejumlah fraksi partai politik terjadi perbedaan pandangan. Inti dari persoalan ini adalah aturan baru terkait pelaksanaan pilkada serentak yang dinormalisasi dan diadakan pada 2022 atau 2023. Aturan tersebut berbeda dengan ketentuan UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang.
Baca juga: PDIP Ingin Pilkada Serentak Digelar 2024, Pengamat: Anies Kehilangan Panggung
Diketahui, dalam Pasal 201 ayat (9) UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang disebutkan bahwa 'Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2023 sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Wali kota sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota melalui Pemilihan serentak nasional pada tahun 2024'.
Sebelumnya, di Pasal 201 ayat (8) disebutkan bahwa 'Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024'.
Dan, di Pasal 201 ayat (10) disebutkan bahwa 'Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan'.
Beberapa fraksi menegaskan penolakannya terhadap usulan pelaksanaan pilkada digelar pada 2022 dan 2023. PDI Perjuangan dan PPP menyatakan menolak pilkada digelar pada 2022 dan 2022. Mereka sepakat pilkada tetap digelar serentak pada 2024.
Akan tetapi, sejumlah fraksi juga ada yang menyatakan mendukung usulan agar pilkada tetap digelar di tahun 2022 dan 2023 berdasarkan draf RUU Pemilu. Fraksi yang mendukung di antaranya Nasdem, Golkar, hingga Demokrat.
Menanggapi hal tersebut, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ilham Saputra menyatakan bahwa sebagai lembaga penyelenggara pemilihan, KPU dalam posisi mengikuti peraturan undang-undangan yang berlaku.
"Kalau kita mengacu undang-undang, tentu (pilkada serentak) tahun 2024," kata Ilham di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Jumat (29/1/2021).
Baca juga: Pilkada 2022 Ditiadakan Hanya untuk Ganjal Anies Baswedan? Refly Harun: Kebangetan Juga
Kendati demikian, Ilham memahami bahwa sampai saat ini banyak pihak, dalam hal ini fraksi partai politik di DPR yang memiliki pendapat yang berbeda. Sehingga, KPU dalam posisi ini mengikuti putusan politik yang akan ditetapkan. "Tapi jika ada putusan politik DPR-Pemerintah bahwa pilkada dipercepat, kami akan melaksanakan," ujarnya.
Prinsipnya, kata Ilham, KPU akan menjalankan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk diketahui, draf Revisi Undang-Undang Pemilu tengah menimbulkan polemik di tengah masyarakat dan elite partai politik. Salah satu yang dipersoalkan, perihal penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2024 yang diatur dalam draf tersebut.
Sejumlah fraksi partai politik terjadi perbedaan pandangan. Inti dari persoalan ini adalah aturan baru terkait pelaksanaan pilkada serentak yang dinormalisasi dan diadakan pada 2022 atau 2023. Aturan tersebut berbeda dengan ketentuan UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang.
Baca juga: PDIP Ingin Pilkada Serentak Digelar 2024, Pengamat: Anies Kehilangan Panggung
Diketahui, dalam Pasal 201 ayat (9) UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang disebutkan bahwa 'Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2023 sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Wali kota sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota melalui Pemilihan serentak nasional pada tahun 2024'.
Sebelumnya, di Pasal 201 ayat (8) disebutkan bahwa 'Pemungutan suara serentak nasional dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada bulan November 2024'.
Dan, di Pasal 201 ayat (10) disebutkan bahwa 'Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan'.
Beberapa fraksi menegaskan penolakannya terhadap usulan pelaksanaan pilkada digelar pada 2022 dan 2023. PDI Perjuangan dan PPP menyatakan menolak pilkada digelar pada 2022 dan 2022. Mereka sepakat pilkada tetap digelar serentak pada 2024.
Akan tetapi, sejumlah fraksi juga ada yang menyatakan mendukung usulan agar pilkada tetap digelar di tahun 2022 dan 2023 berdasarkan draf RUU Pemilu. Fraksi yang mendukung di antaranya Nasdem, Golkar, hingga Demokrat.
(zik)