Kasus 6 Laskar FPI Mau Dibawa ke Mahkamah Internasional, Komnas HAM Jelaskan Mekanisme Pengaduannya

Selasa, 26 Januari 2021 - 08:02 WIB
loading...
Kasus 6 Laskar FPI Mau...
Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik mengatakan segala bentuk masukan, dukungan, kritik, bahkan caci-maki merupakan bagian dari konsekuensi yang harus diterima dengan lapang hati. Foto/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM ) atas meninggalnya enam Laskar Front Pembela Islam (FPI) di Jalan tol Jakarta-Cikampek Kilometer (KM) 50-51 menuai pro dan kontra. Salah satu yang melontarkan kritikan adalah Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan ( TP3 ) yang dimotori Amien Rais.

Ketua Komnas HAM, Ahmad Taufan Damanik mengatakan segala bentuk masukan, dukungan, kritik, bahkan caci-maki merupakan bagian dari konsekuensi yang harus diterima dengan lapang hati. Dia menyatakan hal itu sudah biasa dialami, terutama dalam menangani kasus-kasus atau membicarakan isu-isu krusial di tengah masyarakat.

Beberapa waktu lalu, TP3 mengungkapkan kekecewaan terhadap hasil penyelidikan dan rekomendasi Komnas HAM. TP3 berencana membawa kasus ini Mahkamah Internasional.

Untuk itu, Komnas HAM memberikan penjelasan kepada masyarakat Indonesia mengenai esensi dan prosedur pengaduan ke International Criminal Court (ICC) atau Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda. “Hal ini penting agar masyarakat tidak bingung dan mengetahui dengan jelas, terutama bagi keluarga keenam anggota Laskar FPI yang tentu saja mengharapkan kejelasan dan keadilan atas kasus ini,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (26/1/2021).

Hal-hal yang perlu diketahui, pertama, dalam Pasal 1 Statuta Roma disebutkan dibentuknya Mahkamah Internasional setidaknya mengandung dua unsur penting dalam pelaksanaan yurisdiksi terhadap kasus-kasus kejahatan paling serius (the most serious crimes). Dalam HAM, menurutnya, kejahatan paling serius itu, antara lain, genosida, kemanusian (crimes against humanity), perang, dan agresi.

Kedua, Mahkamah Internasional dibangun sebagai komplementari untuk melengkapi sistem hukum domestic negara-negara anggota Statuta Roma. “Mahkamah Internasional bukan peradilan pengganti atas sistem peradilan nasional suatu negara. Dengan begitu, Mahkamah Internasional baru akan bekerja bilamana negara anggota Statuta Roma mengalami kondisi ‘unable’ dan ‘unwilling,” papar Ahmad Taufan Damanik.

Dia menjelaskan unable (tidak mampu) adalah suatu keadaan dimana telah terjadi kegagalan sistem pengadilan nasional, baik menyeluruh ataupun sebagian. Akibat kegagalan itu, sistem peradilan di negara tersebut tidak mampu menghadirkan tertuduh, bukti, dan kesaksian yang dianggap perlu untuk menjalankan proses hukum.

Sementara itu, unwilling merupakan kondisi dimana negara anggota dinyatakan tidak mempunyai kesungguhan dalam menjalankan pengadilan. Jadi sesuai dengan prinsip primacy, kasus pelanggaran HAM berat mesti melalui proses pengadilan nasional terlebih dahulu.

“Mahkamah Internasional tidak bisa mengadili kasus tersebut bila peradilan nasional masih atau telah berjalan/bekerja. Sebab, Mahkamah Internasional tidak dirancang untuk menggantikan peradilan nasional,” pungkasnya.
(kri)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Rekomendasi Komnas HAM...
Rekomendasi Komnas HAM terkait Mantan Pemain Sirkus OCI: Tuntutan Diselesaikan secara Hukum
Komnas HAM Anggap Teror...
Komnas HAM Anggap Teror Kepala Babi-Bangkai Tikus ke Tempo Pelanggaran Hak Asasi Manusia, Polisi Didorong Transparan
ICC Tangkap Duterte,...
ICC Tangkap Duterte, Pakar: Permasalahan Anggota ASEAN Harus Diselesaikan di Kawasan
Komnas HAM Sebut RUU...
Komnas HAM Sebut RUU TNI Tak Diawali dengan Evaluasi Komprehensif UU No 34/2004
Mendes Yandri Susanto...
Mendes Yandri Susanto Dilaporkan ke Komnas HAM Buntut PHK Sepihak Tenaga Pendamping Desa
Masyarakat Sipil Banten...
Masyarakat Sipil Banten Adukan Agung Sedayu Group dan Pemerintah ke Komnas HAM
Tangis Pilu Agustiani...
Tangis Pilu Agustiani Tio Pecah Ceritakan Penyakitnya hingga Dicekal KPK ke Luar Negeri untuk Berobat
Komnas HAM Tekankan...
Komnas HAM Tekankan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Polri Harus Dijaga
Maneger Nasution Beberkan...
Maneger Nasution Beberkan 15 Isu HAM yang Perlu Diperhatikan Pemerintahan Prabowo
Rekomendasi
Mengenal 7 Masjid Tua...
Mengenal 7 Masjid Tua di Jakarta, Ikonik dan Sarat Sejarah Islam
Warganet Murka Kapal...
Warganet Murka Kapal Bantuan Gaza Dibom Israel di Perairan Internasional
Wapres Pastikan Pelajaran...
Wapres Pastikan Pelajaran AI akan Berlaku di SD-SMA pada Tahun Ajaran Baru
Berita Terkini
Dua Kali Tak Hadir,...
Dua Kali Tak Hadir, KPK Jadwal Ulang Pemanggilan Wakil Ketua Komisi XI DPR
1 jam yang lalu
Letjen Kunto Arief Wibowo...
Letjen Kunto Arief Wibowo Batal Dimutasi, Begini Penjelasan Lengkap Kapuspen TNI
1 jam yang lalu
51 Kolonel Naik Pangkat...
51 Kolonel Naik Pangkat usai Dapat Promosi Jabatan Akhir April 2025, Berikut Ini Namanya
2 jam yang lalu
Terima Kunjungan Dubes...
Terima Kunjungan Dubes Palestina, Baznas RI Komitmen Bantu Warga Gaza
3 jam yang lalu
Letjen Kunto Arief Batal...
Letjen Kunto Arief Batal Dimutasi, DPR: TNI Terlalu Mudah Digoyah Urusan Politik
3 jam yang lalu
Maqdir Ismail Soroti...
Maqdir Ismail Soroti RUU KUHAP yang Berpotensi Batasi Advokat Berpendapat di Luar Persidangan
4 jam yang lalu
Infografis
Inggris, Italia, Jepang...
Inggris, Italia, Jepang Bersatu Ciptakan Jet Tempur Generasi Ke-6
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved