Keadaban Publik Merosot, Haedar Nashir Ajak Hidupkan Etika Al-Hujarat
loading...
A
A
A
JAKARTA - Selain karena politik, kehadiran media sosial juga membuat nilai-nilai Islam kian terdistorsi. Media sosial telah membuat masyarakat bernapas pendek dan miopik, sehingga mudah terbelah.
Baca Juga: Cantrang Sempat Dilarang dan Kini Dilegalkan, KKP Kasih Penjelasan Ini
Dalam situasi seperti ini, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menilai perlu dihidupkan kembali nilai-nilai akhlak qur’ani. Hal ini guna menghadirkan masyarakat yang beretika dalam kehidupan media sosial
“Kita perlu menghidupkan Al-Hujarat etics dalam membangun keadaban publik,” katanya dikutip dari website resmi PP Muhammadiyah, Minggu (24/1/2021).
(Baca: Haedar Nashir: Untuk Bangkit, Pemerintah Harus Berani Buat Kebijakan Ekonomi yang Adil)
Haedar menyampaikan etika dan keadaban publik di Indonesia terdistorsi karena pertarungan politik yang keras. Bahkan cenderung menyisakan masalah bagi masyarakat.
Ketika pesta pora politik telah selesai di tingkat elite, ada berbagai residu konflik yang terus direproduksi di tataran masyarakat. Hal ini membuat kehidupan sosial menjadi sumpek. Akibatnya agama yang dibawa oleh kekuatan Islam arus utama moderat terhambat oleh konflik politik.
“Ketika agenda keprajuritan jadi arus dalam masyarakat, maka agenda-agenda besar untuk membangun peradaban dan membangun keadaban publik menjadi terhambat, terdistorsi oleh agenda-agenda seperti ini,” ujarnya.
Baca Juga: Pertama di Inggris, Masjid Jadi Pusat Vaksinasi COVID-19
Padahal menurutnya umat Islam mempunyai peran menghadirkan etika agama dalam kehidupan publik yaitu sebagai agama rahmatan lil alamin. Selain itu umat Islam juga membawa misi kerisalahan Nabi Muhammad untuk menyempurnakan akhlak.
“Ketika Nabi membangun masyarakat Madinah Al-Munawarah, Nabi membangun akhlak yang tidak hanya terkait norma baik-buruk individu namun harus menjadi etika kehidupan publik,” tuturnya.
(Baca: Muhammadiyah Pertanyakan Urgensi Perpres Ekstremisme)
Hal ini sebagaimana nilai-nilai di Indonesia yang berbudaya luhur seperti sopan santun, guyub rukun dan saling menolong. Menurutnya inilah yang harus dikedepankan dalam masyarakat dan mewarnai kehidupan publik.
“Begitupun dengan Indonesia yang sering dikenal sebagai bangsa yang berbudaya luhur dengan banyak karakter masyarakat lokal ikut mewariskan mata rantai bagus. Misalnya hidup sopan santun, guyub rukun, saling menolong, saling mengunjungi, dan hidup baik dengan tetangga,” pungkasnya.
Baca Juga: Cantrang Sempat Dilarang dan Kini Dilegalkan, KKP Kasih Penjelasan Ini
Dalam situasi seperti ini, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menilai perlu dihidupkan kembali nilai-nilai akhlak qur’ani. Hal ini guna menghadirkan masyarakat yang beretika dalam kehidupan media sosial
“Kita perlu menghidupkan Al-Hujarat etics dalam membangun keadaban publik,” katanya dikutip dari website resmi PP Muhammadiyah, Minggu (24/1/2021).
(Baca: Haedar Nashir: Untuk Bangkit, Pemerintah Harus Berani Buat Kebijakan Ekonomi yang Adil)
Haedar menyampaikan etika dan keadaban publik di Indonesia terdistorsi karena pertarungan politik yang keras. Bahkan cenderung menyisakan masalah bagi masyarakat.
Ketika pesta pora politik telah selesai di tingkat elite, ada berbagai residu konflik yang terus direproduksi di tataran masyarakat. Hal ini membuat kehidupan sosial menjadi sumpek. Akibatnya agama yang dibawa oleh kekuatan Islam arus utama moderat terhambat oleh konflik politik.
“Ketika agenda keprajuritan jadi arus dalam masyarakat, maka agenda-agenda besar untuk membangun peradaban dan membangun keadaban publik menjadi terhambat, terdistorsi oleh agenda-agenda seperti ini,” ujarnya.
Baca Juga: Pertama di Inggris, Masjid Jadi Pusat Vaksinasi COVID-19
Padahal menurutnya umat Islam mempunyai peran menghadirkan etika agama dalam kehidupan publik yaitu sebagai agama rahmatan lil alamin. Selain itu umat Islam juga membawa misi kerisalahan Nabi Muhammad untuk menyempurnakan akhlak.
“Ketika Nabi membangun masyarakat Madinah Al-Munawarah, Nabi membangun akhlak yang tidak hanya terkait norma baik-buruk individu namun harus menjadi etika kehidupan publik,” tuturnya.
(Baca: Muhammadiyah Pertanyakan Urgensi Perpres Ekstremisme)
Hal ini sebagaimana nilai-nilai di Indonesia yang berbudaya luhur seperti sopan santun, guyub rukun dan saling menolong. Menurutnya inilah yang harus dikedepankan dalam masyarakat dan mewarnai kehidupan publik.
“Begitupun dengan Indonesia yang sering dikenal sebagai bangsa yang berbudaya luhur dengan banyak karakter masyarakat lokal ikut mewariskan mata rantai bagus. Misalnya hidup sopan santun, guyub rukun, saling menolong, saling mengunjungi, dan hidup baik dengan tetangga,” pungkasnya.
(muh)