Vaksinasi Covid-19 Swasta Bisa Picu Komersialisasi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pelibatan swasta dalam program vaksinasi Covid-19 nasional patut didukung. Akan tetapi, pemerintah juga harus mengantisipasi peluang terjadinya ajang bisnis lantaran sudah menegaskan vaksindiberikan gratis.
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah mengingatkan jangan sampai pelibatanswasta berujung pada munculnya polemik komersialisasi seperti terjadi sebelumnya pada tes cepat ( rapid test ) dan tes usap ( swab test ).
“Ini memang sudah jadi kewenangan pemerintah tentang kedaruratan. Tapi jangan sampai ujungnya muncul polemik lagi yang kesannya jadi ajang berbisnis,” tegas Trubus kepada SINDOnews, Jumat (15/1/2021).
(Baca:Anies Baswedan Buka Vaksinasi Covid-19 di Balai Kota)
Lantaran vaksinasi dilakukan bertahap, belakangan muncul kabar pemerintah menawarkan pihak swasta untuk pengadaan. Hal itu bisa memicu adanya potensi vaksin berbayar.
Padahal, Presiden Joko Widodo secara tegas menyatakan vaksin diberikan secara gratis kepada seluruh rakyat Indonesia. Namun, pemberiannya secara bertahap dengan mengutamakan pada enam kelompok prioritas seperti tenaga kesehatan, aparat keamanan, guru, perangkat daerah, tokoh masyarakat, agama, dan lainnya.
Namun, Trubus mempertanyakan tentang jenis vaksin mana yang digratiskan oleh pemerintah. Sebab menurut informasi yang berkembang, ada empat tipe vaksin yaitu Pfizer, AstraZeneca, Moderna, dan Sinovac.
“Mana yang gratis atau memang Sinovac saja? Pemerintah kan belum tegaskan mana vaksin yang gratis itu. Jadi harus clear mana yang gratis. Kalau tidak, nanti bisa kembali lagi pada pola lama, ada yang berbayar dan gratis,” ujarnya.
(Baca:Jokowi Sudah Putuskan Vaksinasi Covid-19 Gratis, Libatkan Swasta pun Harus Tetap Gratis)
Dosen Universitas Trisakti itu menilai kedatangan vaksin secara bertahap maka yang kemungkinan daerah yang zona merah akan menjadi lebih prioritas. Sebaliknya, di luar zona tersebut akan berpotensi menyusul untuk mendapatkan vaksin.
Lantaran itu, dirinya mengingatkan agar pemerintah mengomunikasikan ke publik secara jelas mengenai program vaksin sehingga tidak ada polemik baru di kemudian hari. Bila perlu, kebijakan vaksinasi itu dibuat dalam aturan terbaru, termasuk di dalamnya mencakup mekanisme prosedur hingga sanksi bagi mereka yang melanggar kebijakan vaksinasi.
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah mengingatkan jangan sampai pelibatanswasta berujung pada munculnya polemik komersialisasi seperti terjadi sebelumnya pada tes cepat ( rapid test ) dan tes usap ( swab test ).
“Ini memang sudah jadi kewenangan pemerintah tentang kedaruratan. Tapi jangan sampai ujungnya muncul polemik lagi yang kesannya jadi ajang berbisnis,” tegas Trubus kepada SINDOnews, Jumat (15/1/2021).
(Baca:Anies Baswedan Buka Vaksinasi Covid-19 di Balai Kota)
Lantaran vaksinasi dilakukan bertahap, belakangan muncul kabar pemerintah menawarkan pihak swasta untuk pengadaan. Hal itu bisa memicu adanya potensi vaksin berbayar.
Padahal, Presiden Joko Widodo secara tegas menyatakan vaksin diberikan secara gratis kepada seluruh rakyat Indonesia. Namun, pemberiannya secara bertahap dengan mengutamakan pada enam kelompok prioritas seperti tenaga kesehatan, aparat keamanan, guru, perangkat daerah, tokoh masyarakat, agama, dan lainnya.
Namun, Trubus mempertanyakan tentang jenis vaksin mana yang digratiskan oleh pemerintah. Sebab menurut informasi yang berkembang, ada empat tipe vaksin yaitu Pfizer, AstraZeneca, Moderna, dan Sinovac.
“Mana yang gratis atau memang Sinovac saja? Pemerintah kan belum tegaskan mana vaksin yang gratis itu. Jadi harus clear mana yang gratis. Kalau tidak, nanti bisa kembali lagi pada pola lama, ada yang berbayar dan gratis,” ujarnya.
(Baca:Jokowi Sudah Putuskan Vaksinasi Covid-19 Gratis, Libatkan Swasta pun Harus Tetap Gratis)
Dosen Universitas Trisakti itu menilai kedatangan vaksin secara bertahap maka yang kemungkinan daerah yang zona merah akan menjadi lebih prioritas. Sebaliknya, di luar zona tersebut akan berpotensi menyusul untuk mendapatkan vaksin.
Lantaran itu, dirinya mengingatkan agar pemerintah mengomunikasikan ke publik secara jelas mengenai program vaksin sehingga tidak ada polemik baru di kemudian hari. Bila perlu, kebijakan vaksinasi itu dibuat dalam aturan terbaru, termasuk di dalamnya mencakup mekanisme prosedur hingga sanksi bagi mereka yang melanggar kebijakan vaksinasi.
(muh)