Tahun 2021: Optimisme vs Pesimisme (Bagian-01)
loading...
A
A
A
Presiden Nusantara Foundation/Diaspora Indonesia dan Imam di kota New York
Imam Shamsi Ali
TAK disangkal lagi tahun 2020 adalah tahun yang penuh dengan berbagai kesulitan dan tantangan. Bahkan tidak berlebihan jika disebut sebagai tahun yang kelam bagi dunia kita. Hiruk pikuk politik dunia, termasuk US yang sedang teruji dengan kepemimpinan Donald Trump, memanas dan pada tingkatan tertentu menimbulkan kekisruhan bahkan korban jiwa. Mungkin yang paling terasa adalah terjadi friksi sosial yang dalam akibat perbedaan pilihan politik.
Kekerasan rasial juga masih terjadi di mana-mana. Di Amerika sendiri, di mana Rasisme merupakan penyakit historis negeri ini, kematian George Floyd di Minneapolis telah memicu demonstarsi serempak di seantero negeri. Gerakan Black Lives Matter seolah menemukan hidupnya kembali. Kebencian kepada kelompok lain, termasuk kelompok agama, semakin menjadi-jadi akibat menaiknya politisi-politisi radikal golongan kanan atau Right Wing politicians. Salah satunya adalah Donald Trump di Amerika Serikat.
Terpilihnya politisi-politisi golongan kanan itu menguatkan kembali teroris putih dari kalangan White Supremacy. Akibat dari menguatkan kelompok rasis dan teroris putih ini adalah tumbuhnya kekerasan-kekerasan yang terjadi kepada penduduk non White di negara-negara mayoritas putih. Contoh yang paling diingat adalah pembantaian Saudara-Saudara Muslim kita di New Zealand (Selandia Baru).
Tapi dari semua itu yang paling terasa dan memilki dampak negatif yang masif adalah musibah virus Corona. Hingga hari ini di Amerika saja telah hampir 350 ribu kematian. Mereka yang terkapar Covid mencapai 20 juta lebih. Bahkan di tahun baru ini 157 ribu sedang dirawat di rumah-rumah sakit di Amerika. Corona juga telah mengambrukkan perekonomian dunia. Bisnis-bisnis menengah ke bawah banyak yang berguguran. Jutaan manusia yang terpaksa kehilangan sumber penghasilan.
Corona bahkan merombak sendi-sendi kehidupan sosial, bahkan kehidupan beragama kita sekalipun. Jika dulu berkumpul silaturrahim adalah nilai yang baik, kini justeru dianggap nilai yang harus dihindari. Sebelum Corona jabat tangan itu menggugurkan dosa-dosa. Saat ini jabatan tangan bisa jadi sumber dosa.
Dalam kehidupan beragama, tatanan ibadah juga banyak berubah. Masjid-masjid yang harusnya dmakmurkan dengan keramaian saat ini justeru dianjurkan untuk mengurangi keramaian. Bahkan jarak shof sholat yang harusnya berdekatan sebagai bagian dari kesempurnaan sholat, kini dianjurkan untuk berjauhan.
Bahkan dalam sejarah panjang agama ini baru kali ini masjid-masjid sempat ditutup. Bahkan masjidil Haram dan masjid Nabawi juga sempat ditutup beberapa waktu. Ramadan tidak lagi diramaikan dengan tarawih berjamaah dan kegiatan Ramadan lainnya. Bahkan sholat eid juga dilakukan dengan sangat sederhana.
Di berbagai belahan dunia masih banyak manusia yang berjuang untuk mendapatkan hak-hak dasarnya (HAM). Dari Myanmar, Kashmir, Uighur, hingga yang paling klasik Saudara-Saudara kita di Palestina, semuanya masih berada dalam situasi terbelenggu. Mereka dan banyak lagi di berbagai belahan dunia adalah orang-orang yang tidak memiliki hak-hak setara dengan manusia lainnya.
Saudara-Saudara kita warga warga Rohingyah di Myanmar hingga saat ini masih terbengkalai tidak menentu di berbagai tempat yang menyedihkan. Di Bangladesh mereka ditempatkan di lokalitas-lokalitas yang rawan banjir dan penyakit. Tapi yang terpenting mereka belum mendapatka status kewarga negaraan mereka. Hewan saja ada identitas kepemilikan. Tapi warga Rohingyah tidak mau diakui oleh siapapun.
Imam Shamsi Ali
TAK disangkal lagi tahun 2020 adalah tahun yang penuh dengan berbagai kesulitan dan tantangan. Bahkan tidak berlebihan jika disebut sebagai tahun yang kelam bagi dunia kita. Hiruk pikuk politik dunia, termasuk US yang sedang teruji dengan kepemimpinan Donald Trump, memanas dan pada tingkatan tertentu menimbulkan kekisruhan bahkan korban jiwa. Mungkin yang paling terasa adalah terjadi friksi sosial yang dalam akibat perbedaan pilihan politik.
Kekerasan rasial juga masih terjadi di mana-mana. Di Amerika sendiri, di mana Rasisme merupakan penyakit historis negeri ini, kematian George Floyd di Minneapolis telah memicu demonstarsi serempak di seantero negeri. Gerakan Black Lives Matter seolah menemukan hidupnya kembali. Kebencian kepada kelompok lain, termasuk kelompok agama, semakin menjadi-jadi akibat menaiknya politisi-politisi radikal golongan kanan atau Right Wing politicians. Salah satunya adalah Donald Trump di Amerika Serikat.
Terpilihnya politisi-politisi golongan kanan itu menguatkan kembali teroris putih dari kalangan White Supremacy. Akibat dari menguatkan kelompok rasis dan teroris putih ini adalah tumbuhnya kekerasan-kekerasan yang terjadi kepada penduduk non White di negara-negara mayoritas putih. Contoh yang paling diingat adalah pembantaian Saudara-Saudara Muslim kita di New Zealand (Selandia Baru).
Tapi dari semua itu yang paling terasa dan memilki dampak negatif yang masif adalah musibah virus Corona. Hingga hari ini di Amerika saja telah hampir 350 ribu kematian. Mereka yang terkapar Covid mencapai 20 juta lebih. Bahkan di tahun baru ini 157 ribu sedang dirawat di rumah-rumah sakit di Amerika. Corona juga telah mengambrukkan perekonomian dunia. Bisnis-bisnis menengah ke bawah banyak yang berguguran. Jutaan manusia yang terpaksa kehilangan sumber penghasilan.
Corona bahkan merombak sendi-sendi kehidupan sosial, bahkan kehidupan beragama kita sekalipun. Jika dulu berkumpul silaturrahim adalah nilai yang baik, kini justeru dianggap nilai yang harus dihindari. Sebelum Corona jabat tangan itu menggugurkan dosa-dosa. Saat ini jabatan tangan bisa jadi sumber dosa.
Dalam kehidupan beragama, tatanan ibadah juga banyak berubah. Masjid-masjid yang harusnya dmakmurkan dengan keramaian saat ini justeru dianjurkan untuk mengurangi keramaian. Bahkan jarak shof sholat yang harusnya berdekatan sebagai bagian dari kesempurnaan sholat, kini dianjurkan untuk berjauhan.
Bahkan dalam sejarah panjang agama ini baru kali ini masjid-masjid sempat ditutup. Bahkan masjidil Haram dan masjid Nabawi juga sempat ditutup beberapa waktu. Ramadan tidak lagi diramaikan dengan tarawih berjamaah dan kegiatan Ramadan lainnya. Bahkan sholat eid juga dilakukan dengan sangat sederhana.
Di berbagai belahan dunia masih banyak manusia yang berjuang untuk mendapatkan hak-hak dasarnya (HAM). Dari Myanmar, Kashmir, Uighur, hingga yang paling klasik Saudara-Saudara kita di Palestina, semuanya masih berada dalam situasi terbelenggu. Mereka dan banyak lagi di berbagai belahan dunia adalah orang-orang yang tidak memiliki hak-hak setara dengan manusia lainnya.
Saudara-Saudara kita warga warga Rohingyah di Myanmar hingga saat ini masih terbengkalai tidak menentu di berbagai tempat yang menyedihkan. Di Bangladesh mereka ditempatkan di lokalitas-lokalitas yang rawan banjir dan penyakit. Tapi yang terpenting mereka belum mendapatka status kewarga negaraan mereka. Hewan saja ada identitas kepemilikan. Tapi warga Rohingyah tidak mau diakui oleh siapapun.