Minim Pembinaan, Banyak Ormas Dinilai Beralih Fungsi Menjadi Beking
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pembubaran organisasi kemasyarakatan ( Ormas ) Front Pembela Islam (FPI) dinilai sebagai bentuk ketegasan pemerintah terhadap Ormas yang bertentangan dengan ideologi bangsa. Sehingga, hal ini juga jadi pelajaran bagi Ormas lain agar jangan coba-coba mengganggu prinsip dalam bernegara.
(Baca juga: Polemik FPI, Advokat Ini Nilai Ormas Tak Terdaftar Bukan Berarti Ilegal)
"Bersikaplah sebagaimana ormas yang berlandaskan Pancasila. Jangan nama dan jargonnya saja Pancasila, tetapi kelakuan tidak Pancasilais. Justru meresahkan masyarakat," ujar Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Research and Analysis (SUDRA) Fadhli Harahab kepada wartawan, Kamis (31/12/2020).
(Baca juga: Pembubaran Tak Efektif, Anggota FPI Bisa Bikin Ormas Baru)
Dia menuturkan, Ormas seharusnya menjadi perpanjangan tangan program pemerintah untuk menyukseskan agenda kesejahteraan, ketertiban dan keamanan. "Bukan sebaliknya," katanya.
Dia melanjutkan, Ormas yang aktivitasnya tidak sesuai aturan bisa jadi karena minimnya pembinaan, pengawasan, dan penindakan. Akhirnya, Ormas hanya menjadi perpanjangan tangan segelitir elite tertentu untuk menjaga aset berharga mereka.
(Baca juga : FPI Dibubarkan, Denny Siregar Bakal Tutup Akun Twitter? )
"Makanya tidak heran jika ormas banyak yang beralih fungsi menjadi beking. Mereka tidak lagi bergerak atas nama menggerakkan program pemerintah tetapi kepentingan segelintir orang, yang pada akhirnya mudah dibenturkan dengan pihak lainnya," ujarnya.
Dia berharap ke depan pembinaan terhadap ormas semakin diintensifkan, khususnya soal bela negara. Selain itu, dia menilai pemerintah seharusnya memberikan perhatian khusus, terkait anggaran.
(Baca juga : Kapolri Idham Azis Terbitkan Maklumat tentang FPI )
"Jadi jangan sampai mereka turun ke jalan karena kekurangan pembiayaan. Bagi ormas yang kira-kira dinilai sudah mulai meresahkan tentu perlu ada pengawasan dan penindakan tegas, kalau perlu pembubaran," pungkasnya.
Pemerintah resmi melarang kegiatan, pengunaan atribut dan simbol FPI mulai Rabu, 30 Desember 2020. Pembubaran FPI tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.
SKB ditandatangani Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, Kapolri Jenderal Idham Azis, Jaksa Agung ST Burhanuddin, serta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Boy Rafly Amar.
(Baca juga : Harapan Mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti di Tahun Baru 2021 )
Pemerintah menilai FPI sering melanggar ketentuan hukum. Sebanyak 35 orang anggota/pengurus FPI terlibat tindak pidana terorisme, 206 terlibat berbagai tindak pidana umum lain. Pemerintah juga mengantongi bukti FPI mendukung ISIS.
Secara de jure, FPI sebenarnya sudah bubar sejak Juni 2019 karena tidak memenuhi syarat SKT. Tetapi sebagai organisasi, FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan dan bertentangan dengan hukum seperti tindak kekerasan sweeping atau razia secara sepihak, provokasi, dan sebagainya.
(Baca juga: Polemik FPI, Advokat Ini Nilai Ormas Tak Terdaftar Bukan Berarti Ilegal)
"Bersikaplah sebagaimana ormas yang berlandaskan Pancasila. Jangan nama dan jargonnya saja Pancasila, tetapi kelakuan tidak Pancasilais. Justru meresahkan masyarakat," ujar Direktur Eksekutif Sudut Demokrasi Research and Analysis (SUDRA) Fadhli Harahab kepada wartawan, Kamis (31/12/2020).
(Baca juga: Pembubaran Tak Efektif, Anggota FPI Bisa Bikin Ormas Baru)
Dia menuturkan, Ormas seharusnya menjadi perpanjangan tangan program pemerintah untuk menyukseskan agenda kesejahteraan, ketertiban dan keamanan. "Bukan sebaliknya," katanya.
Dia melanjutkan, Ormas yang aktivitasnya tidak sesuai aturan bisa jadi karena minimnya pembinaan, pengawasan, dan penindakan. Akhirnya, Ormas hanya menjadi perpanjangan tangan segelitir elite tertentu untuk menjaga aset berharga mereka.
(Baca juga : FPI Dibubarkan, Denny Siregar Bakal Tutup Akun Twitter? )
"Makanya tidak heran jika ormas banyak yang beralih fungsi menjadi beking. Mereka tidak lagi bergerak atas nama menggerakkan program pemerintah tetapi kepentingan segelintir orang, yang pada akhirnya mudah dibenturkan dengan pihak lainnya," ujarnya.
Dia berharap ke depan pembinaan terhadap ormas semakin diintensifkan, khususnya soal bela negara. Selain itu, dia menilai pemerintah seharusnya memberikan perhatian khusus, terkait anggaran.
(Baca juga : Kapolri Idham Azis Terbitkan Maklumat tentang FPI )
"Jadi jangan sampai mereka turun ke jalan karena kekurangan pembiayaan. Bagi ormas yang kira-kira dinilai sudah mulai meresahkan tentu perlu ada pengawasan dan penindakan tegas, kalau perlu pembubaran," pungkasnya.
Pemerintah resmi melarang kegiatan, pengunaan atribut dan simbol FPI mulai Rabu, 30 Desember 2020. Pembubaran FPI tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI.
SKB ditandatangani Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, Kapolri Jenderal Idham Azis, Jaksa Agung ST Burhanuddin, serta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Boy Rafly Amar.
(Baca juga : Harapan Mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti di Tahun Baru 2021 )
Pemerintah menilai FPI sering melanggar ketentuan hukum. Sebanyak 35 orang anggota/pengurus FPI terlibat tindak pidana terorisme, 206 terlibat berbagai tindak pidana umum lain. Pemerintah juga mengantongi bukti FPI mendukung ISIS.
Secara de jure, FPI sebenarnya sudah bubar sejak Juni 2019 karena tidak memenuhi syarat SKT. Tetapi sebagai organisasi, FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan dan bertentangan dengan hukum seperti tindak kekerasan sweeping atau razia secara sepihak, provokasi, dan sebagainya.
(maf)