Godaan Membuka Hubungan Diplomasi dengan Israel

Senin, 28 Desember 2020 - 10:43 WIB
loading...
A A A
Hal ini semakin nampak ketika baru-baru ini Adam Boehler, Kepala Eksekutif DFC Amerika, mengatakan bahwa jika Indonesia bersedia membuka hubungan diplomasi dengan Israel, korporasi keuangan pembangunan international Amerika Serikat dapat melipatgandakan tawaran sebelumnya sebesar USD1 miliar. (Baca juga: Pemerintah Malaysia Kecam Parodi Pelecehan Lagu Indonesia Raya dan Jokowi)

Ditambah lagi belum lama ini ada Menteri Indonesia yang melakukan pertemuan dengan Presiden Donald Trump di Gedung Putih, justru di akhir-akhir masa kepresidenannya. Anehnya justeru yang mendampingi Donald Trump dalam pertemuan itu adalah menantunya Jared Kushner yang juga penasehat senior Presiden untuk urusan Timur Tengah.

Apakah ini semua hanya “by accident” atau secara kebetulan dan bukan sesuatu yang memang direncanakan? Hanya mereka dan Allahu a’lam (Yang Maha Tahu).

Hal yang kemudian menggembirakan adalah bahwa hingga saat ini Kementerian Luar Negeri RI masih konsisten dengan posisi awal bahwa RI tidak akan membuka hubungan diplomasi dengan Israel selama negara itu masih berstatus sebagai penjajah negara Palestina.

Posisi Indonesia ini adalah sebuah keniscayaan. Dan nampaknya hingga saat ini belum ada alasan untuk berubah. Keharusan untuk Indonesia tegas dalam menentang hubungan diplomasi ini karena disebabkan oleh beberapa hal.

Pertama, sebagai demokrasi Indonesia tentu akan selalu memperhatikan aspirasi rakyatnya. Dan hingga kini tidak diragukan lagi bahwa rakyat Indonesia menentang hubungan diplomasi itu.

Penentangan rakyat Indonesia ini saya yakin didorong pertama kali oleh “iman mayoritas” masyarakat yang menengang penjajahan. Bagi umat Islam, keimanan kepada “laa ilaaha illallah” juga merupakan keyakinan bahwa penjajahan adalah bentuk perbudakan yang wajib ditentang.

Kedua, mungkin bangsa Indonesia masih ingat bahwa salah satu negara yang pertama sekali mengakui kemerdekaan RI adalah Palestina. Maka pastinya Indonesia masih sadar sejarah serta tahu berterima kasih kepada bangsa Palestina. Hal ini juga tentunya didukung oleh semangat “humanitarian solidarity” (solidaritas kemanusiaan) bahwa penjajahan itu memang bentuk kezholiman serta bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Ketiga, dan ini tentunya yang paling mendasar. Bahwa UUD negara Republik Indonesia dengan tegas menyatakan bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Alasan ketiga ini saya yakin menjadi dasar yang begitu kuat untuk Indonesia kokoh dan konsisten dalam menentang normalisasi hubungan dengan Israel. Bahwa selama Israel masih berstatus sebagai penjajah bangsa Palestina, selama itu pula Indonesia secara Konstitusi tidak akan pernah dibenarkan untuk membuka hubungan diplomasi itu.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1183 seconds (0.1#10.140)