Ditunda Tiga Bulan, Pilkada Serentak Masih Dibayangi Corona
loading...
A
A
A
JAKARTA - Meski pemerintah telah menunda pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak dari September ke Desember 2020, namun risiko penularan virus Corona (Covid-19) masih membayangi.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai pemilihan kepala daerah (pilkada) pada Desember nanti masih sangat berisiko. Penyelenggara pemilihan wajib menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, dianggap belum menjamin keselamatan masyarakat.
Komisioner Komnas HAM Hairansyah menjelaskan, perppu tersebut tidak mengatur secara spesifik adanya penggunaan protokol kesehatan.
“Mengingat tahapan pilkada lanjutan yang akan dilaksanakan masih dibayangi pandemi Covid-19,” ujar Hairansyah dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Kamis (14/5/2020).
Untuk itu, Komnas HAM memberikan empat rekomendasi. Pertama, Komnas HAM menghormati penundaan pilkada yang dinilainya sejalan dengan rekomenasi Komnas HAM sebelumnya.
Namun, Hairansyah menilai jeda pengunduran ini masih terlalu dekat dari jadwal awal dan pandemi belum dipastikan kapan berakhirnya.
“Pelaksanaan pilkada serentak pada Desember 2020 masih sangat berisiko, baik dari segi kualitas, terutama aspek keselamatan masyarakat. Lebih tepat apabila dilaksanakan setelah kondisi daurat kesehatan benar-benar berakhir,” katanya. (Baca Juga: Banyak yang Pensiun, Ketua MA Keluhkan Jumlah Hakim Agung yang Kurang)
Kedua, jika tetap dilaksanakan pada Desember 2020, keselamatan masyarakat harus menjadi fokus utama. Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus memastikan tahapan pilkada wajib menerapkan protokol kesehatan.
Ketiga, kesiapan KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam memahami dan menjalankan protokol kesehatan. Itu menjadi bagian tak terpisahkan dari standar operasional prosedur (SOP) pada setiap tahapan.(Baca Juga: Kembali Bekerja di Kantor, Karyawan di Bawah 45 Tahun Pasrah Terpapar Corona)
Menurut dia, jika KPU dan Bawaslu memahami betul tentang protokol kesehatan maka masyarakat merasa yakin pelaksanaan pilkada bisa berlangsung aman, dan terjamin keselamatannya saat memberikan suara.
Terakhir, Komnas HAM mendorong penyelenggara merancang mekanisme pemilihan yang menjamin berjalannya protokol kesehatan secara maksimal. Juga harus ada pembatasan jumlah pemilih di setiap tempat pemungutan suara (TPS).
“Mengembangkan kampanye virtual, e-rekap, serta penyederhanaan tahapan yang ada dengan tetap memperhatikan legitimasi pemilihan yang jujur, adil, dan berkualitas,” tuturnya.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menilai pemilihan kepala daerah (pilkada) pada Desember nanti masih sangat berisiko. Penyelenggara pemilihan wajib menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, dianggap belum menjamin keselamatan masyarakat.
Komisioner Komnas HAM Hairansyah menjelaskan, perppu tersebut tidak mengatur secara spesifik adanya penggunaan protokol kesehatan.
“Mengingat tahapan pilkada lanjutan yang akan dilaksanakan masih dibayangi pandemi Covid-19,” ujar Hairansyah dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Kamis (14/5/2020).
Untuk itu, Komnas HAM memberikan empat rekomendasi. Pertama, Komnas HAM menghormati penundaan pilkada yang dinilainya sejalan dengan rekomenasi Komnas HAM sebelumnya.
Namun, Hairansyah menilai jeda pengunduran ini masih terlalu dekat dari jadwal awal dan pandemi belum dipastikan kapan berakhirnya.
“Pelaksanaan pilkada serentak pada Desember 2020 masih sangat berisiko, baik dari segi kualitas, terutama aspek keselamatan masyarakat. Lebih tepat apabila dilaksanakan setelah kondisi daurat kesehatan benar-benar berakhir,” katanya. (Baca Juga: Banyak yang Pensiun, Ketua MA Keluhkan Jumlah Hakim Agung yang Kurang)
Kedua, jika tetap dilaksanakan pada Desember 2020, keselamatan masyarakat harus menjadi fokus utama. Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus memastikan tahapan pilkada wajib menerapkan protokol kesehatan.
Ketiga, kesiapan KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam memahami dan menjalankan protokol kesehatan. Itu menjadi bagian tak terpisahkan dari standar operasional prosedur (SOP) pada setiap tahapan.(Baca Juga: Kembali Bekerja di Kantor, Karyawan di Bawah 45 Tahun Pasrah Terpapar Corona)
Menurut dia, jika KPU dan Bawaslu memahami betul tentang protokol kesehatan maka masyarakat merasa yakin pelaksanaan pilkada bisa berlangsung aman, dan terjamin keselamatannya saat memberikan suara.
Terakhir, Komnas HAM mendorong penyelenggara merancang mekanisme pemilihan yang menjamin berjalannya protokol kesehatan secara maksimal. Juga harus ada pembatasan jumlah pemilih di setiap tempat pemungutan suara (TPS).
“Mengembangkan kampanye virtual, e-rekap, serta penyederhanaan tahapan yang ada dengan tetap memperhatikan legitimasi pemilihan yang jujur, adil, dan berkualitas,” tuturnya.
(dam)