Membedah Sengketa Lahan Pesantren di Megamendung antara PTPN VIII dan Habib Rizieq
loading...
A
A
A
JAKARTA - Silang sengketa keabsahan penguasaan dan pemanfaatan lahan puluhan ribu hektare (ha) di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat menjadi polemik baru menjelang tutup tahun 2020.
Sengketa tersebut terkait keberadaan dan berdirinya Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah Front Pembela Islam (FPI) di atas kapling seluas kurang lebih 31,91 ha yang berada di Desa Kuta, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.
Semua bermula dari surat bernomor SB/I.1/6131/XII/2020 tertanggal 18 Desember 2020 yang dilayangkan PT Perkebunan Nusantara ( PTPN) VIII (Persero). Surat berperihal somasi pertama dan terakhir ditujukan kepada Pimpinan Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah. Surat somasi diteken oleh Direktur PTPN VIII Mohammad Yudayat. ( )
Surat ini ditembuskan ke beberapa pihak. Di antaranya Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Direktur Utama PTPN III (Persero), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), dan Bareskrim Mabes Polri.
Di dalam surat somasi, secara umum, Mohammad Yudayat menyatakan bahwa adanya permasalahan penguasaan fisik tanah hak guna usaha (HGU) PTPN VIII Kebun Gunung Mas seluas kurang lebih 31,91 ha di Megamendung oleh Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah sejak 2013. Penguasaan tersebut tanpa izin dan persetujuan dari PTPN VIII.
PTPN VIII menegaskan lahan tersebut merupakan aset PTPN VIII berdasarkan Sertifikat HGU Nomor 299 tanggal 4 Juli 2008. PTPN juga mengingatkan adanya ancaman pidana atas penguasaan fisik tanah HGU tersebut tanpa izin dan persetujuan dari PTPN VIII. Untuk itu, PTPN VIII memperingatkan agar Pimpinan Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah menyerahkan tanah tersebut atau dikosongkan paling lambat tujuh hari terhitung sejak surat diterima.
Masalah lahan ini rupanya ditanggapi oleh pendiri Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah sekaligus Imam Besar FPI Habib Muhammad Rizieq Shihab (HRS). Video pernyataan HRS diunggah oleh akun YouTube FPI, FRONT TV, Rabu (23/12/2020). Jika disarikan pernyataan HRS, maka mencakup, satu, Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah diganggu, diusir, dan digusur oleh pengganggu dengan cara menyebar fitnah bahwa pondok pesantren menyerobot tanah milik negara. (
esantren Agrokultural Markaz Syariah Bogor, Ponpes Milik Habib Rizieq yang Selalu Dijaga Ketat )
Dua, HRS mengakui tanah pondok pesantren benar sertifikat HGU-nya atas nama PTPN. Tapi tanah ini sudah 30 tahun lebih digarap oleh masyarakat dan tidak pernah lagi ditangani oleh PTPN. Tiga, berdasarkan UU Agraria, menurut HRS, jika selama 20 tahun sebuah lahan kosong atau ditelantarkan kemudian digarap oleh masyarakat, maka masyarakat berhak membuat sertifikat.
Empat, masih berdasarkan UU Agraria, sebut HRS, sertifikat HGU atas lahan tidak bisa diperpanjang atau akan dibatalkan jika lahan ditelantarkan oleh pemilik HGU atau pemilik HGU tidak menguasai secara fisik lahan tersebut.
"Itu UU, saudara. Tanah ini HGU PTPN, tapi selama 30 tahun PTPN tidak menguasai secara fisik, saudara. Selama 30 tahun tanah ini ditelantarkan, tidak lagi berkebun di sini. Jadi HGU-nya seharusnya batal," ujar HRS.
Sengketa tersebut terkait keberadaan dan berdirinya Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah Front Pembela Islam (FPI) di atas kapling seluas kurang lebih 31,91 ha yang berada di Desa Kuta, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor.
Semua bermula dari surat bernomor SB/I.1/6131/XII/2020 tertanggal 18 Desember 2020 yang dilayangkan PT Perkebunan Nusantara ( PTPN) VIII (Persero). Surat berperihal somasi pertama dan terakhir ditujukan kepada Pimpinan Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah. Surat somasi diteken oleh Direktur PTPN VIII Mohammad Yudayat. ( )
Surat ini ditembuskan ke beberapa pihak. Di antaranya Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Direktur Utama PTPN III (Persero), Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), dan Bareskrim Mabes Polri.
Di dalam surat somasi, secara umum, Mohammad Yudayat menyatakan bahwa adanya permasalahan penguasaan fisik tanah hak guna usaha (HGU) PTPN VIII Kebun Gunung Mas seluas kurang lebih 31,91 ha di Megamendung oleh Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah sejak 2013. Penguasaan tersebut tanpa izin dan persetujuan dari PTPN VIII.
PTPN VIII menegaskan lahan tersebut merupakan aset PTPN VIII berdasarkan Sertifikat HGU Nomor 299 tanggal 4 Juli 2008. PTPN juga mengingatkan adanya ancaman pidana atas penguasaan fisik tanah HGU tersebut tanpa izin dan persetujuan dari PTPN VIII. Untuk itu, PTPN VIII memperingatkan agar Pimpinan Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah menyerahkan tanah tersebut atau dikosongkan paling lambat tujuh hari terhitung sejak surat diterima.
Masalah lahan ini rupanya ditanggapi oleh pendiri Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah sekaligus Imam Besar FPI Habib Muhammad Rizieq Shihab (HRS). Video pernyataan HRS diunggah oleh akun YouTube FPI, FRONT TV, Rabu (23/12/2020). Jika disarikan pernyataan HRS, maka mencakup, satu, Pondok Pesantren Alam Agrokultural Markaz Syariah diganggu, diusir, dan digusur oleh pengganggu dengan cara menyebar fitnah bahwa pondok pesantren menyerobot tanah milik negara. (
Baca Juga
Dua, HRS mengakui tanah pondok pesantren benar sertifikat HGU-nya atas nama PTPN. Tapi tanah ini sudah 30 tahun lebih digarap oleh masyarakat dan tidak pernah lagi ditangani oleh PTPN. Tiga, berdasarkan UU Agraria, menurut HRS, jika selama 20 tahun sebuah lahan kosong atau ditelantarkan kemudian digarap oleh masyarakat, maka masyarakat berhak membuat sertifikat.
Empat, masih berdasarkan UU Agraria, sebut HRS, sertifikat HGU atas lahan tidak bisa diperpanjang atau akan dibatalkan jika lahan ditelantarkan oleh pemilik HGU atau pemilik HGU tidak menguasai secara fisik lahan tersebut.
"Itu UU, saudara. Tanah ini HGU PTPN, tapi selama 30 tahun PTPN tidak menguasai secara fisik, saudara. Selama 30 tahun tanah ini ditelantarkan, tidak lagi berkebun di sini. Jadi HGU-nya seharusnya batal," ujar HRS.