Bela Negara Bangkit dari Pandemi Covid-19
loading...
A
A
A
Sunanto
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah
TANGGAL 19 Desember pukul 06.00 WIB Presiden Soekarno mengirimkan sebuah telegram khusus kepada Menteri Kemakmuran Sjafruddin Prawiranegara untuk membentuk suatu pemerintahan sementara di Bukittinggi, Sumatera Barat.
Telegram itu merupakan respons atas informasi tentang upaya penyerangan tentara Belanda ke Kantor Istana Presiden Yogyakarta. Tujuan mereka adalah melaksanakan aksi pemusnahan total karena menolak kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.
Saat Presiden Soekarno, Wakil Presiden M. Hatta, Soetan Sjahrir, Agus Salim dan petinggi lainhya ditangkap oleh tentara Belanda, Syafruddin kemudian mendeklarasikan sebuah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
PDRI dibentuk sebagai upaya menunjukkan eksistensi pada dunia bahwa Repbulik Indonesia tetap berdiri tegak.
Fakta sejarah diatas kemudian diperingati sebagai Hari Bela Negara . Peringatan Hari Bela Negara itu ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2006 melalui Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2006.
( ).
Tulisan ini dibuat tidak untuk menceritakan sejarah tentang bagaimana proses Agresi Militer II tentara Belanda berlangsung. Pada era keterbukaan teknologi informasi yang serba cepat, semua orang hanya dalam hitungan detik bisa membuka gadget dan instrumen teknologi lainnya untuk goggling melacak apa itu Hari Bela Negara dan yang melatarbelakangi penetapan hari pembelaan negara itu.
Saya ingin mencoba meneladani bagaimana para petinggi negara kala itu memiliki daya penciuman situasi dan kesigapan langkah dalam merespons masalah genting negara. Hanya dalam waktu tidak lebih dari 24 jam, upaya penangkapan Belanda kepada para petinggi, tidak menciutkan dan memusnahkan sama sekali eksistensi kemerdekan Republik Indonesia.
Peristiwa sejarah yang kemudian disebut sebagai Hari Bela Negara dan diperingatai di setiap tahunnya ini harus benar-benar dijadikan kompas anak bangsa dalam merawat, mengisi bahkan menghidupkan nilai-nilai bela negara dalam kehidupan aktual berbangsa, bernegara dan bermasyarakatnya.
Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah
TANGGAL 19 Desember pukul 06.00 WIB Presiden Soekarno mengirimkan sebuah telegram khusus kepada Menteri Kemakmuran Sjafruddin Prawiranegara untuk membentuk suatu pemerintahan sementara di Bukittinggi, Sumatera Barat.
Telegram itu merupakan respons atas informasi tentang upaya penyerangan tentara Belanda ke Kantor Istana Presiden Yogyakarta. Tujuan mereka adalah melaksanakan aksi pemusnahan total karena menolak kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah diproklamirkan pada 17 Agustus 1945.
Saat Presiden Soekarno, Wakil Presiden M. Hatta, Soetan Sjahrir, Agus Salim dan petinggi lainhya ditangkap oleh tentara Belanda, Syafruddin kemudian mendeklarasikan sebuah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
PDRI dibentuk sebagai upaya menunjukkan eksistensi pada dunia bahwa Repbulik Indonesia tetap berdiri tegak.
Fakta sejarah diatas kemudian diperingati sebagai Hari Bela Negara . Peringatan Hari Bela Negara itu ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2006 melalui Keputusan Presiden Nomor 28 Tahun 2006.
( ).
Tulisan ini dibuat tidak untuk menceritakan sejarah tentang bagaimana proses Agresi Militer II tentara Belanda berlangsung. Pada era keterbukaan teknologi informasi yang serba cepat, semua orang hanya dalam hitungan detik bisa membuka gadget dan instrumen teknologi lainnya untuk goggling melacak apa itu Hari Bela Negara dan yang melatarbelakangi penetapan hari pembelaan negara itu.
Saya ingin mencoba meneladani bagaimana para petinggi negara kala itu memiliki daya penciuman situasi dan kesigapan langkah dalam merespons masalah genting negara. Hanya dalam waktu tidak lebih dari 24 jam, upaya penangkapan Belanda kepada para petinggi, tidak menciutkan dan memusnahkan sama sekali eksistensi kemerdekan Republik Indonesia.
Peristiwa sejarah yang kemudian disebut sebagai Hari Bela Negara dan diperingatai di setiap tahunnya ini harus benar-benar dijadikan kompas anak bangsa dalam merawat, mengisi bahkan menghidupkan nilai-nilai bela negara dalam kehidupan aktual berbangsa, bernegara dan bermasyarakatnya.