Iuran BPJS Kesehatan Naik, PKS: Hidup Masyarakat Semakin Sengsara dan Ambyar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Netty Prasetiyani menilai keputusan pemerintah yang kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan akan membuat hidup masyarakat semakin sengsara dan ambyar. Netty mengkritik langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
"Kebijakan kenaikan ini semakin mempersulit kehidupan masyarakat dan membuat hidup masyarakat semakin sengsara dan ambyar," ujar Netty Prasetiyani kepada SINDOnews, Rabu (13/5/2020).
Selain itu, anggota Komisi IX DPR RI menilai pemerintah tidak memiliki kepekaan terhadap suasana kebatinan dan ekonomi masyarakat yang terpukul akibat covid-19. "Bahkan, menurut beberapa pakar kondisi ekonomi kita akan terganggu hingga akhir tahun bahkan awal tahun depan," ungkap istri mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan ini.
Dia menilai kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu sangat mencederai kemanusiaan. "Pemerintah memberikan kado buruk bagi masyarakat di momen Lebaran ini," ujar ketua Tim Covid-19 Fraksi PKS DPR RI ini.
Lebih lanjut dia mengatakan, rakyat sudah gusar dengan banyaknya beban kehidupan yang ditanggung oleh rakyat. "Sebut saja kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), harga BBM yang tak kunjung turun, bahkan daya beli masyarakat yang semakin menurun," imbuhnya.
Menurut Netty, pemerintah seharusnya fokus dalam penanganan kesehatan terhadap Covid-19 dengan menggunakan anggaran kesehatan yang sudah disiapkan. "Jangan bikin pusing rakyat dengan kebijakan yang kontradiktif dan membingungkan," ujarnya.
Dia menambahkan, kebijakan subsidi yang diberikan kepada kelompok Kelas 3 PBPU harus bisa dipertanggungjawabkan oleh pemerintah dan tepat sasaran, mengingat karut-marutnya persoalan data kepesertaan BPJS. "Apalagi jumlah peserta Kelas 3 ini paling banyak dari kelas lainnya setelah terjadi migrasi dari Kelas 1 dan 2 ke Kelas 3 yang diakibatkan kenaikan premi Perpres 75/2019," katanya.
Dia melanjutkan, seharusnya pemerintah atau presiden melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan sebagian Perpres 75/2019 itu, secara sungguh-sungguh karena putusan tersebut mengikat. "Jangan malah bermain-main dan mengakali atau mencederai hukum dengan menerbitkan Perpres 64/2020 ini. Seharusnya pemerintah menjadi contoh institusi yang baik dan taat hukum jangan malah sebaliknya," tegasnya. ( ).
Sekadar diketahui, kenaikan premi BPJS itu ditandai dengan terbitnya Perpres Nomor 64 tahun 2020. Berikut rincian kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang dirangkum SINDOnews dari Perpres 64/2020 pada hari ini (13/5).
1. Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau Peserta Mandiri (Pasal 34):
- Kelas I, dengan tarif lama sebesar Rp80.000 akan tetap selama bulan April, Mei, dan Juni. Per Juli 2020, tarif naik menjadi Rp150.000. Sementara untuk bulan Februari dan Maret 2020, iuran memakai tarif baru yang dibatalkan, yaitu Rp160.000.
- Kelas II, dengan tarif lama sebesar Rp51.000 akan tetap selama bulan April, Mei, dan Juni. Per Juli 2020, tarif naik menjadi Rp100.000. Untuk bulan Februari dan Maret 2020, iuran memakai tarif baru yang dibatalkan yaitu Rp110.000.
"Kebijakan kenaikan ini semakin mempersulit kehidupan masyarakat dan membuat hidup masyarakat semakin sengsara dan ambyar," ujar Netty Prasetiyani kepada SINDOnews, Rabu (13/5/2020).
Selain itu, anggota Komisi IX DPR RI menilai pemerintah tidak memiliki kepekaan terhadap suasana kebatinan dan ekonomi masyarakat yang terpukul akibat covid-19. "Bahkan, menurut beberapa pakar kondisi ekonomi kita akan terganggu hingga akhir tahun bahkan awal tahun depan," ungkap istri mantan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan ini.
Dia menilai kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan itu sangat mencederai kemanusiaan. "Pemerintah memberikan kado buruk bagi masyarakat di momen Lebaran ini," ujar ketua Tim Covid-19 Fraksi PKS DPR RI ini.
Lebih lanjut dia mengatakan, rakyat sudah gusar dengan banyaknya beban kehidupan yang ditanggung oleh rakyat. "Sebut saja kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL), harga BBM yang tak kunjung turun, bahkan daya beli masyarakat yang semakin menurun," imbuhnya.
Menurut Netty, pemerintah seharusnya fokus dalam penanganan kesehatan terhadap Covid-19 dengan menggunakan anggaran kesehatan yang sudah disiapkan. "Jangan bikin pusing rakyat dengan kebijakan yang kontradiktif dan membingungkan," ujarnya.
Dia menambahkan, kebijakan subsidi yang diberikan kepada kelompok Kelas 3 PBPU harus bisa dipertanggungjawabkan oleh pemerintah dan tepat sasaran, mengingat karut-marutnya persoalan data kepesertaan BPJS. "Apalagi jumlah peserta Kelas 3 ini paling banyak dari kelas lainnya setelah terjadi migrasi dari Kelas 1 dan 2 ke Kelas 3 yang diakibatkan kenaikan premi Perpres 75/2019," katanya.
Dia melanjutkan, seharusnya pemerintah atau presiden melaksanakan putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan sebagian Perpres 75/2019 itu, secara sungguh-sungguh karena putusan tersebut mengikat. "Jangan malah bermain-main dan mengakali atau mencederai hukum dengan menerbitkan Perpres 64/2020 ini. Seharusnya pemerintah menjadi contoh institusi yang baik dan taat hukum jangan malah sebaliknya," tegasnya. ( ).
Sekadar diketahui, kenaikan premi BPJS itu ditandai dengan terbitnya Perpres Nomor 64 tahun 2020. Berikut rincian kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang dirangkum SINDOnews dari Perpres 64/2020 pada hari ini (13/5).
1. Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau Peserta Mandiri (Pasal 34):
- Kelas I, dengan tarif lama sebesar Rp80.000 akan tetap selama bulan April, Mei, dan Juni. Per Juli 2020, tarif naik menjadi Rp150.000. Sementara untuk bulan Februari dan Maret 2020, iuran memakai tarif baru yang dibatalkan, yaitu Rp160.000.
- Kelas II, dengan tarif lama sebesar Rp51.000 akan tetap selama bulan April, Mei, dan Juni. Per Juli 2020, tarif naik menjadi Rp100.000. Untuk bulan Februari dan Maret 2020, iuran memakai tarif baru yang dibatalkan yaitu Rp110.000.