Masa Depan Cerah Kendaraan Listrik

Jum'at, 18 Desember 2020 - 06:00 WIB
loading...
Masa Depan Cerah Kendaraan Listrik
Karyawan melakukan pengisian listrik di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU), Kawasan Kantor PLN Disjaya, Gambir, Jakarta, Minggu (6/12/2020). Foto/Dok.SINDOphoto/Yorri Farli
A A A
JAKARTA - Masa depan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) akan sangat cerah. Selain karena dukungan pemerintah, pasar kendaraan ini juga semakin besar.

Diperkirakan sekitar 19.000 unit roda 4 dan 750.000 unit kendaraan roda 2 akan berlalu lalu di Tanah Air pada 2025 nanti. Proyeksi ini berdasar komitmen yang disampaikan para pelaku usaha terkait industri tersebut.

Progresifitas kendaraan listrik di Indonesia tersebut disampaikan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pada public launching KBLBB, Kamis (17/12/2020). Komitmen ini masih sementara karena angkanya terus bertambah seiring dengan semangat seluruh stakeholder mendukung KBLBB sebagai kendaraan masa depan yang ramah lingkungan. ( )

Pemerintah pun menegaskan akan terus mendorong KBLBB. Selain untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 283.000 ton CO2-e, hal ini sekaligus diarahkan untuk meningkatkan ketahanan energi nasional dengan mengurangi ketergantungan impor BBM. "Hal ini akan berdampak positif dalam pengurangan tekanan pada Neraca Pembayaran Indonesia akibat impor BBM," ujar Arifin Tasrif, di Jakarta, Kamis (17/12/2020).

Peluncuran publik program KBLBB dihadiri secara daring oleh sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju, Pimpinan Lembaga Tinggi Negara, Kepala Staf Kepresidenan, Gubernur seluruh Indonesia, pimpinan BUMN, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, dan media yang menjadi unsur-unsur pentahelix ekosistem KBLBB.

Arifin Tasrif menuturkan, saat ini konsumsi BBM Indonesia sekitar 1,2 juta barel oil per day (bopd), di mana kebutuhan BBM tersebut sebagian besar dipasok dari impor. Dengan pertumbuhan kendaraan bermotor yang tinggi, ketergantungan pada BBM impor akan terus meningkat.

Oleh karena itu, lanjut Arifin, diperlukan penggunaan sumber energi lokal terutama energi baru terbarukan dan gas, yang digunakan untuk pembangkit listrik sebagai penyedia listrik bagi KBLBB. "Sehingga dapat meningkatkan kualitas udara dan mendukung pencapaian target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca nasional," ujarnya. ( )

Sebagai keseriusan mendorong kendaraan listrik, Kementerian ESDM telah menyusun Grand Strategi Energi, dengan salah satu programnya adalah penggunaan KBLBB. Peta jalan menuju kendaraan bermotor listrik juga didukung dengan rencana pembangunan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan Stasiun Penukaran Baterai Kendaraan Listrik Umum (SPBKLU).

Pembangunan SPKLU dan SPBKLU pun didukung oleh penerbitan Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2020 tentang Penyediaan Infrastruktur Pengisian Listrik Untuk Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai, sebagai regulasi turunan dari Perpres 55 Tahun 2019.

Peta jalan menuju kendaraan bermotor listrik juga didukung dengan rencana pembangunan SPKLU di 2.400 titik, dan SPBKLU di 10.000 titik sampai dengan tahun 2025, serta peningkatan daya listrik di rumah tangga pengguna KBLBB.

Arifin melanjutkan, Indonesia memiliki potensi untuk membuat kendaraan listrik karena teknologi dan komponen yang digunakan lebih sederhana daripada kendaraan konvensional. Hal ini merupakan kesempatan besar bagi industri otomotif di dalam negeri. "Kita juga memiliki potensi kemampuan dalam negeri untuk memproduksi baterai dengan didukung potensi tambang mineral nikel yang cukup besar sebagai bahan baku baterai," katanya.

Sebagai informasi, saat ini telah dibentuk Indonesia Battery Holding (IBH) yang merupakan gabungan dari beberapa BUMN yaitu MIND ID, PT Pertamina, PT PLN, dan PT Aneka Tambang. Holding baterai ini akan mengolah produk nikel dari hulu ke hilir hingga menjadi produk baterai kendaraan listrik.

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan keseriusan pemerintah Indonesia mendorong implementasi kebijakan KBLBB. Dorongan pemerintah juga diharapkan akan menjadi salah satu langkah strategis pemerintah dalam pemulihan ekonomi di tengah pandemi. "Ini sekaligus sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas kesehatan melalui lingkungan hidup yang bebas polusi," ujar Luhut pada acara Public Launching KBLBB.

Luhut pun mengajak seluruh Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah, dan BUMN/BUMD untuk menjadi pionir dalam penggunaan KBLBB, khususnya sebagai kendaraan operasional di lingkup instansi masing-masing, dan memberikan apresiasi bagi instansi yang saat ini sudah memulai menggunakan KBLBB sebagai kendaraan operasionalnya. "Bagi yang belum, mulai saat ini saya mengajak saudara-saudara sekalian untuk meningkatkan penggunaan KBLBB, kendaraan bebas BBM, dan kendaraan bebas polusi," tuturnya.

Masa depan cegah kendaraan listrik diakui kalangan industri. Pabrikan sepeda motor listrik GESITS, misalnya, sudah mendapatkan pesanan sebanyak 2.507 unit dan siap dikirim ke masyarakat. "Motor akan kami segera kirimkan kepada masyarakat hingga akhir bulan ini," ucap Direktur Utama PT Wika Industri Manufaktur (WIMA) Muhammad Samyarto.

Dia pun menegaskan komitmen GESITS untuk meningkatkan produksi motor listrik kebanggaan Indonesia itu. Saat ini kapasitas pabrik GESITS di Cileungsi, Jawa Barat per line mencapai 50.000 unit. Kapasitas itu bisa ditingkatkan hingga 150.000 unit per line.

"Diharapkan dengan ditingkatkannya kapasitas produksi akan membuat motor listrik semakin banyak di pasaran dan bisa membuat harganya semakin kompetitif tanpa harus mengabaikan kualitas," ujarnya. Untuk diketahui, motor listrik GESITSditawarkan dalam 3 opsi warna, yaitu merah, hitam, dan putih. Harganya Rp27,5 juta berstatus on the road Jakarta.

Siapkan Infrastruktur
Anggota Komisi VII DPR Ridwan Hisjam mendukung terobosan tersebut sebagai bagian untuk mendukung pengurangan emisi karbon. Sebab, Indonesia menjadi salah satu negara yang ikut berkomitmen dalam COP-24 dan sudah diratifikasi. Namun, dirinya mengingatkan pemerintah untuk lebih dahulu menyiapkan dari segi infrastruktur, terutama sumber pasokan listrik. Ia mencontohkan di Amerika Serikat dimana kendaraan listrik belum massif dan didukung infastruktur pendukung.

"Jangan sampai mobil motor listrik ini dikembangkan tapi tidak siap infrastrukturnya. September tahun lalu saya ke Amerika, di sana di setiap jalan tol baru ada satu stasiun untuk nge-charge. Amerika saja istilahnya belum massif. Kita jangan sampai seperti itu, promosi tapi belum siap seluruhnya," kata Ridwan, Kamis (17/12/2020).

Pengamat otomotif Johnny Darmawan mengapresiasi langkah pemerintah mendorong KBLBB demi menghilangkan emisi karbon. Namun dia melihat pemerintah masih harus bekerja keras mewujudkan mimpi tersebut. "Itu perlu stepping, namanya elektrifikasi. Elektrifikasi itu namanya hybrid, fuel cell, hydrogen, dan sebenarnya banyak. Buntutnya semua pakai baterai. Masalahnya, sampai saat ini, kita yakin punya bahan-bahan untuk bikin baterai di Konawe dan Morowali. Akan tetapi, enggak semudah itu. Perlu teknologi," ujarnya.

Dia menerangkan kendaraan listrik dengan konvensional itu memiliki komponen yang berbeda. Kendaraan biasa memiliki 4.000-5.000 komponen. Sedangkan, kendaraan listrik diperkirakan komponennya berjumlah 200-an. Untuk sampai ke sana, menurutnya, masih membutuhkan langkah demi langkah.

"Mau digimanakan itu pabrik-pabrik mobil konvensional? Tapi tujuan akhirnya sama-sama harus ke ramah lingkungan. Itu elektrifikasi. Saya pernah baca McKenzie yang menyatakan baru di tahun 2050 terjadi namanya elektrifikasi, termasuk electric vehicle," tuturnya.

Pengembangan dan produksi kendaraan bermotor listrik juga masih terkendali dengan teknologi batera. Menurut mantan Presdir Toyota itu teknologi baterai itu belum sempurna. Kendaraan listrik, katanya, sangat sensitif terhadap temperatur panas, jalanan, dan kemacetan. Misalnya, secara teori bisa menempuh 360 kilometer, tapi dalam perjalanan ada tanjakan dan panas itu bisa berkurang.

Kian Populer di Dunia
Popularitas mobil listrik naik begitu cepat menyusul adanya insentif dari pemerintah, meningkatnya daya jelajah, harga baterai yang menurun, dan kesadaran akan lingkungan. Namun, sejauh ini, mobil listrik masih kalah jauh dari mobil konvensional. Sampai akhir 2018, keberadaannya sekitar 1 berbanding 250.

Penjualan mobil listrik secara global mencapai dua juta unit pada 2018, naik sekitar 63% dibanding setahun sebelumnya. Pangsa pasarnya dalam penjualan mobil baru sekitar 2,1%. Saat ini, ada dua jenis mobil listrik, yakni mobil bertenaga baterai (BEV) dan hybrid, kombinasi baterai dan kombustor internal (PHEV).

Pasar mobil listrik berangsur-angsur mulai mengalami pergeseran dari PHEV menuju BEV. Rasio global antara PHEV dan BEV berubah dari 44:56 pada 2012 menjadi 40:60 pada 2015 dan 31:69 pada 2018. Sejauh ini, China menjadi negara dengan penggunaan mobil listrik terbesar di dunia, yakni mencapai dua juta.

Di belakang China ada AS dengan satu juta unit, pasar terbesar berada di California yang mencapai separuh dari total penjualan nasional. Sisa lebih dari 500.000 unit terdaftar di Eropa yang dipimpin Norwegia dengan 296.000 unit. Sebanyak 10% mobil yang berlalulalang di jalan Norwegia bertenaga listrik.

Penjualan mobil listrik pada tahun lalu dipimpin Tesla Model 3 dengan 145.000 unit. Disusul BAIC EC-Series dengan 90.000 unit dan Nissan Leaf dengan 87.000 unit. Secara keseluruhan, Tesla juga berada di depan BYD dengan 245.000 unit berbanding 233.000 unit. BAIC berada di urutan ketiga dengan 165.000 unit.

"Kami memperkirakan Tesla dan BYD akan mendominasi pada tahun ini. Keduanya kemungkinan akan mengalami pertumbuhan pasar yang lebih cepat,” ungkap majalah The Beam. China merupakan pasar dengan pertumbuhan terbesar dan tercepat berdasarkan volume dan menjadi pendorong utama mobil listrik.

Kenaikkan popularitas mobil listrik di China tidak hanya didorong variasi dan vitalitas brand lokal, tapi juga insentif pemerintah. Pembeli mobil listrik di China diberi subsidi hingga 50 ribu yuan per mobil. Pemerintah China berharap langkah itu dapat menjadi solusi kemacetan dan mengurangi polusi udara di China.

Pajak kendaraan di China juga menurun menjadi 15% sejak Juli tahun lalu. Kebijakan ini mendorong perusahaan otomotif asing dan lokal untuk berlomba-lomba menciptakan, memperkenalkan dan memasarkan mobil listrik. Selama auto-show di Shanghai, persaingan mobil listrik mulai terasa sangat ketat.

General Motors, Volkswagen, Nissan, dan perusahaan besar lainnya mengembangkan model mobil yang beranekaragam, namun diupayakan memenuhi selera konsumen di China. Meski demikian, perusahaan lokal juga tidak mau kalah. BYD Auto dan BAIC Group mencoba melakukan gebrakan dengan inovasi baru.

"Pada tahun depan, konsumen akan kesulitan menolak mobil listrik karena inovasinya akan semakin maju," kata CEO Volkswagen, Herbert Diess. Perusahaan asing mencoba melakukan pemasaran dan penjualan di pasar China untuk menaikkan pendapatan di tengah menurunnya permintaan di pasar AS dan Eropa. (oktiani endarwati/wahyu sibarani/faoric pakpahan/fw bahtiar/muh shamil)
(abd)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2265 seconds (0.1#10.140)