Kasus HRS dan 6 Anggota FPI, Amien Rais Dkk Keluarkan Penyataan Sikap

Kamis, 17 Desember 2020 - 15:19 WIB
loading...
Kasus HRS dan 6 Anggota...
Politikus senior, Amien Rais bersama sejumlah tokoh menyampaikan pernyataan sikap bersama terkait terkait penahanan Habib Rizieq Shihab dan penembakan 6 Laskar FPI oleh polisi. FOTO/SINDOnews/KISWONDARI
A A A
JAKARTA - Politikus senior, Amien Rais bersama sejumlah tokoh menyampaikan pernyataan sikap bersama terkait kondisi bangsa dan negara dalam beberapa waktu terakhir, khususnya terkait penahanan Habib Rizieq Shihab dan penembakan 6 Laskar Front Pembela Islam (FPI) oleh polisi.

Adapun tokoh yang menyatakan sikap itu di antaranya, Muhiddin Junaidi, Abdullah Hehamahua, Refly Harun, Abdul Chair, Buchori Muslim, Ansyufri Sambo, Neno Warisman, dan Gamari Sutrisno.

Dalam pernyataannya, Amien Rais mengharapkan kepada pemerintah segera menyelesaikan tipu daya politik yang dilakukan, karena hal itu justru memecah belah bangsa. Amien juga meminta pemerintah untuk tidak memberikan ruang untuk komunisme. ( )

"Pak Jokowi, saya dan teman-teman mengharapkan supaya segera selesai, tidak lagi melakukan tipu daya politik yang sesungguhnya memecah atau membelah bangsa. Yang kedua, jangan diberi ruang pada komunisme," kata Amien dalam konferensi pers bersama yang digelar di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta, Kamis (17/12/2020).

Kemudian, sambung mantan Ketua Umum PAN itu, pihaknya meminta pemerintah agar jangan berat sebelah. Sebab, ia melihat bahwa semua ini digiring ke Beijing atau ke negara Tirai Bambu.

Bahkan, Pendiri Partai Ummat ini menyarankan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mundur. Namun jika tidak mau mundur, pihaknya meminta Jokowi melakukan rekonstruksi ulang guna memperbaiki segala kelemahan pemerintah. ( )

"Masih banyak lagi, tetapi yang jelas saya menyarankan kalau mundur lebih bagus, tetapi kalau tidak mundur, tolong lakukan rekonstruksi ulang supaya kelemahan yang kita tunjukkan ini diakhiri, kalau masih mau membuka lembaran baru," ujarnya.

Kemudian, Abdullah Hehamahua menegaskan bahwa berdasarkan UUD 1945, Indonesia merupakan negara hukum dan bukan atas dasar negera kekuasaan. Menurutnya, ciri negara kekuasaan adalah negara pemimpinnya itu adalah penguasa, sementara negara hukum pemimpinnya itu negarawan.

"Jadi negara penguasa ya seperti Firaun yang akhirnya kemudian ditelan laut," kata Abdullah di kesempatan sama.



Dia menilai bahwa peristiwa 7 Desember di KM 50, di mana terjadi penembakan terhadap 6 Laskar FPI, merupakan manifestasi negara kekuasaan, bahkan itu merupakan drama yang luar biasa. Sehingga, rekonstruksi sebagaimana yang disarankan Amien Rais adalah hal tepat agar bangsa ini tidak terpecah belah.

"Supaya bangsa kita tidak terpecah terus-menerus, segera menyelesaikan kasus-kasus, kasus pembunuhan, penganiayaan anggota Laskar FPI, dibentuk TGPF, tim gabungan pencari fakta," katanya.

Menurut Abdullah, TGPF ini nantinya bersama-sama dengan Komnas HAM dan Amnesty Internasional agar membuka seterang-terangnya, sampai ke akar-akarnya terkait kasus tersebut.

"Kalau memang presiden bertanggung jawab, presiden harus datang sebagai negarawan untuk masa depan bangsa ini," katanya. "Kalau tidak, saya khawatir beberapa puluh tahun yang akan datang HRS menjadi imam salat dari jenazahnya Jokowi," kata Abdullah.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0926 seconds (0.1#10.140)