Pandemi Corona, Pemerintah Minta Masyarakat Bersiap Jalani Tata Hidup Baru
loading...
A
A
A
JAKARTA - Masyarakat harus bersiap menjalani kehidupan dengan tatanan baru (new normal). Langkah tersebut niscaya diimplementasikasn karena perjuangan melepaskan diri dari pandemi corona (Covid-19) masih panjang.
Harapan tersebut disampaikan Juru Bicara Pemerintah Penanganan virus Corona (COVID-19), Achmad Yurianto mengingatkan sejauh ini belum ditemukan vaksin anti-Covid 19 yang bisa membentuk kekebalan hingga masyarakat bisa dengan bebas menghadapi corona.
Kesadaran dan kedisiplinan menerapkan tatanan hidup baru perlu mendapat penekanan karena pemerintah tengah mempertimbangkan pelonggaran pelonggaran penanganan pandemi korona (Covid-19), dalam hal ini terkait pelaksanaan pembatasan sosial berskela besar.
Rencana pelonggaran ini disampaikan Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo menindaklanjuti instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Yuri menjelaskan, tananan baru ini harus menyadari sepenuhnya bahwa ancaman Covid-19 masih akan terus terjadi. Apa itu tatanan baru? Yaitu tatanan yang berbasis protokol kesehatan dengan suasana baru yang mengedepankan tentang pola hidup bersih dan sehat.
"Kemudian kita lawan (korona, Red), kita jawab dengan kebiasaan untuk mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir. Kita terbiasa menggunakan masker manakala keluar rumah, kita terbiasa untuk menghindari kerumunan orang yang sangat banyak, kita terbiasa untuk lebih banyak tinggal di rumah untuk hal-hal yang tidak perlu lakukan di luar rumah," papar dia.
Tak kalah penting dia mengingatkan masyarakat terus membiasakan menjaga diri, keluarga, dan lingkungan agar tetap sehat. “Inilah tatanan hidup baru yang harus kita jalani, yang harus kita ciptakan, yang harus kita siapkan manakala kita mau bisa survive kita bertahan dari ancaman pandemi Covid-19 ini,” katanya.
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito meyakinkan bahwa masyarakat mempunyai harapan besar untuk hidup kembali normal. Syaratnya masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan yang telat ditetapkan pemerintah dalam rangka pencegahan COVID-19.
“Selama kita semuanya bisa menjaga protokol kesehatan dijalankan dengan baik, sebenarnya masyarakat punya harapan besar sebenarnya untuk kembali normal. Tapi asal syaratnya harus dipenuhi,” ungkap Wiku di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, kemarin. (Baca: Pandemi Corona, Masa Kerja dari Rumah Bagi PNS Kembali Diperpanjang)
Masyarakat, kata Wiku juga tetap bisa beraktivitas seperti biasa di sektor usaha ekonomi yang diperbolehkan. Bidang tersebut yaitu bidang kesehatan, bidang bahan pangan makanan dan minuman, energi, komunikasi teknologi, keuangan, logistik, konstruksi, industri strategis, pelayanan dan utilitas publik.
Begitu pun di industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional atau objek tertentu dan sektor swasta yang melayani kebutuhan sehari-hari. “Sebenarnya tidak berarti kita tidak bisa beraktivitas. Jadi ada beberapa sektor aktivitas ekonomi yang bisa dijalankan oleh masyarakat,” jelas Wiku.
Wiku lantas menandaskan bahwa masyarakat harus legowo dan menerima bahwa saat ini hidup bersama virus Covid-19. Dia pun kembali menegaskan optimistisnya bahwa vaksin virus Covid-19 ini segera ditemukan, sehingga masyarakat bisa kembali beraktivitas secara normal. “Dan semoga kita semuanya di dunia bisa mendapatkan vaksin nya. Sehingga kita bisa menangani atau mengalahkan virus ini kalau ketemu vaksinnya. Tapi kita harus berpikiran positif karena Indonesia ini punya kapasitas yang besar dan gotong royong dan marilah kita gotong royong untuk merubah perilaku bersama,” tegas Wiku.
Sementara itu Gugus Tugas Penanganan Covid-19 menyiapkan simulasi pelonggaran penanganan pandemi korona (Covid-19). Untuk itu, mereka tengah melakukan kajian akademis, menghitung penetuan waktu pelonggaran, dan menilai bidang yang mendapat priorotas pelonggaran.
Rencana pelonggaran ini disampaikan Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo menindaklanjuti instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Langkah matang diperlukan agar kebijakan nanti bisa tepat dan terukur. (Baca juga: Ini Penjelasan Soal Usia di Bawah 45 Tahun Boleh Bekerja)
“Bapak presiden telah berikan instruksi kepada Gugus Tugas untuk menyiapkan suatu simulasi. Ini agar apabila kita melakukan langkah-langkah pelonggaran, maka tahapan-tahapannya harus jelas. Kemudian juga setiap fase ada yang harus dilakukan,” ujar Doni Monardo, seusai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, kemarin.
Mantan Danjen Kopassus ini menuturkan, ada empat hal yang dilakukan dalam menyiapkan simulasi pelonggaran. Langkah pertama adalah mengkaji prakondisi melalui sejumlah rangkaian kajian akademis yang melibatkan pakar epidemiologis, kesehatan masyarakat, sosiologi, komunikasi publik, dan ekonomi kerakyatan. ‘’Sehingga perhitungan-perhitungan yang mereka sampaikan itu bisa ditangkap oleh pemerintah,” ungkapnya.
Doni juga mengatakan bahwa Gugus Tugas akan bekerja sama dengan beberapa lembaga survei untuk mendapatkan data akurat, utamanya di 8 provinsi. Lalu tidak hanya itu, dia juga akan melibatkan tokoh lainnya.“Kemudian selain pra kondisi dengan melibatkan begitu banyak pakar nantinya di hampir seluruh kota besar, termasuk juga melibatkan tokoh masyarakat, ulama dan budayawan,” tuturnya.
Simulasi pelonggaran juga akan memikirkan kapan kebijakan itu bisa dilakukan. Dia menegaskan bahwa jika suatu derah belum menunjukkan kurva menurun maka tidak mungkin diberikan pelonggaran. Pertimbangan waktu ini juga berhubungan dengan kesiapan masyarakat.
"Kalau masyarakat tidak siap hal ini tidak mungkin dilakukan. Timing ini juga bisa kita lihat dari tingkat kepatuhan masyarakat di setiap daerah yang akan dilakukan pelonggaran. Manakala tingkat kepatuhan kecil, tentu kita tidak boleh ambil risiko. Ini juga menjadi bagian yang akan jadi pedoman bagi gugus tugas yang akan menyusun skenario,” jelasnya.
Langkah ketiga berkiatan dengan prioritas. Prioritas dimaksud adalah bidang-bidang apa saja yang diberikan pelonggaran baik kepada kementerian/lembaga ataupun provinsi, dan kabupaten/kota. “Untuk bidang-bidang apa. Apakah di bidang pangan khususnya pasar, restoran. Dan juga mungkin berhubungan dengan kegiatan untuk menghindari masyarakat tidak diPHK. ini prioritas-prioritas ini harus menjadi opsi-opsi yang ketat. Sehingga tidak menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat,” katanya.
Selain itu, Gugus Tugas menekankan pentingnya koordinasi pusat dan daerah agar jangan sampai nanti ada perbedaan sikap satu sama lain. "Jangan sampai diberikan pelonggaran ternyata ada penolakan. Demikian juga mungkin dari daerah memutuskan untuk minta pelonggaran atas inisiatif sendiri, ternyata pusat melihat belum waktunya. Jadi koordinasi pusat daerah ini jadi prioritas kami,” katanya.
Presiden meminta agar pelonggaran pembatsan sosial berskala besar (PSBB) dilakukan secara hati-hati dan didasarkan pada kondisi daerah. Sebab berdasar yang diterimanya, hasl dari pelaksanaan PSBB di setiap daerah berbeda-beda.
“Ada daerah yang penambahan kasus barunya mengalami penurunan secara gradual konsisten namun tidak dratis. Tapi juga ada daerah yang penambahan kasusnya turun tetapi juga belum konsisten dan masih fluktuatif juga. Ada daerah yang penambahan kasusnya tidak mengalami perubahan seperti sebelum PSBB. Hal seperti ini perlu digarisbawahi ada apa, kenapa,” jelasnya.
Jokowi juga eminta agar manajemen PSBB tidak terjebak pada batas-batas administrasi pemerintahan saja, tapi bersifat aglomerasi. “Penanganan sebuah kawasan besar yang saling terhubung. Sehingga manajemen antar daerahnya menjadi terpadu. Misalnya seperti yang sudah dilakukan Jabodetabek ini saling kait mengkait sehingga pengaturan mobilitas sosial dari masyarakat bisa terpadu dan lebih baik,” paparnya. (Dita Angga/Binti Mufarida/Kiswondari)
Harapan tersebut disampaikan Juru Bicara Pemerintah Penanganan virus Corona (COVID-19), Achmad Yurianto mengingatkan sejauh ini belum ditemukan vaksin anti-Covid 19 yang bisa membentuk kekebalan hingga masyarakat bisa dengan bebas menghadapi corona.
Kesadaran dan kedisiplinan menerapkan tatanan hidup baru perlu mendapat penekanan karena pemerintah tengah mempertimbangkan pelonggaran pelonggaran penanganan pandemi korona (Covid-19), dalam hal ini terkait pelaksanaan pembatasan sosial berskela besar.
Rencana pelonggaran ini disampaikan Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 yang juga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo menindaklanjuti instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Yuri menjelaskan, tananan baru ini harus menyadari sepenuhnya bahwa ancaman Covid-19 masih akan terus terjadi. Apa itu tatanan baru? Yaitu tatanan yang berbasis protokol kesehatan dengan suasana baru yang mengedepankan tentang pola hidup bersih dan sehat.
"Kemudian kita lawan (korona, Red), kita jawab dengan kebiasaan untuk mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir. Kita terbiasa menggunakan masker manakala keluar rumah, kita terbiasa untuk menghindari kerumunan orang yang sangat banyak, kita terbiasa untuk lebih banyak tinggal di rumah untuk hal-hal yang tidak perlu lakukan di luar rumah," papar dia.
Tak kalah penting dia mengingatkan masyarakat terus membiasakan menjaga diri, keluarga, dan lingkungan agar tetap sehat. “Inilah tatanan hidup baru yang harus kita jalani, yang harus kita ciptakan, yang harus kita siapkan manakala kita mau bisa survive kita bertahan dari ancaman pandemi Covid-19 ini,” katanya.
Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito meyakinkan bahwa masyarakat mempunyai harapan besar untuk hidup kembali normal. Syaratnya masyarakat tetap mematuhi protokol kesehatan yang telat ditetapkan pemerintah dalam rangka pencegahan COVID-19.
“Selama kita semuanya bisa menjaga protokol kesehatan dijalankan dengan baik, sebenarnya masyarakat punya harapan besar sebenarnya untuk kembali normal. Tapi asal syaratnya harus dipenuhi,” ungkap Wiku di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, kemarin. (Baca: Pandemi Corona, Masa Kerja dari Rumah Bagi PNS Kembali Diperpanjang)
Masyarakat, kata Wiku juga tetap bisa beraktivitas seperti biasa di sektor usaha ekonomi yang diperbolehkan. Bidang tersebut yaitu bidang kesehatan, bidang bahan pangan makanan dan minuman, energi, komunikasi teknologi, keuangan, logistik, konstruksi, industri strategis, pelayanan dan utilitas publik.
Begitu pun di industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional atau objek tertentu dan sektor swasta yang melayani kebutuhan sehari-hari. “Sebenarnya tidak berarti kita tidak bisa beraktivitas. Jadi ada beberapa sektor aktivitas ekonomi yang bisa dijalankan oleh masyarakat,” jelas Wiku.
Wiku lantas menandaskan bahwa masyarakat harus legowo dan menerima bahwa saat ini hidup bersama virus Covid-19. Dia pun kembali menegaskan optimistisnya bahwa vaksin virus Covid-19 ini segera ditemukan, sehingga masyarakat bisa kembali beraktivitas secara normal. “Dan semoga kita semuanya di dunia bisa mendapatkan vaksin nya. Sehingga kita bisa menangani atau mengalahkan virus ini kalau ketemu vaksinnya. Tapi kita harus berpikiran positif karena Indonesia ini punya kapasitas yang besar dan gotong royong dan marilah kita gotong royong untuk merubah perilaku bersama,” tegas Wiku.
Sementara itu Gugus Tugas Penanganan Covid-19 menyiapkan simulasi pelonggaran penanganan pandemi korona (Covid-19). Untuk itu, mereka tengah melakukan kajian akademis, menghitung penetuan waktu pelonggaran, dan menilai bidang yang mendapat priorotas pelonggaran.
Rencana pelonggaran ini disampaikan Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Doni Monardo menindaklanjuti instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Langkah matang diperlukan agar kebijakan nanti bisa tepat dan terukur. (Baca juga: Ini Penjelasan Soal Usia di Bawah 45 Tahun Boleh Bekerja)
“Bapak presiden telah berikan instruksi kepada Gugus Tugas untuk menyiapkan suatu simulasi. Ini agar apabila kita melakukan langkah-langkah pelonggaran, maka tahapan-tahapannya harus jelas. Kemudian juga setiap fase ada yang harus dilakukan,” ujar Doni Monardo, seusai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, kemarin.
Mantan Danjen Kopassus ini menuturkan, ada empat hal yang dilakukan dalam menyiapkan simulasi pelonggaran. Langkah pertama adalah mengkaji prakondisi melalui sejumlah rangkaian kajian akademis yang melibatkan pakar epidemiologis, kesehatan masyarakat, sosiologi, komunikasi publik, dan ekonomi kerakyatan. ‘’Sehingga perhitungan-perhitungan yang mereka sampaikan itu bisa ditangkap oleh pemerintah,” ungkapnya.
Doni juga mengatakan bahwa Gugus Tugas akan bekerja sama dengan beberapa lembaga survei untuk mendapatkan data akurat, utamanya di 8 provinsi. Lalu tidak hanya itu, dia juga akan melibatkan tokoh lainnya.“Kemudian selain pra kondisi dengan melibatkan begitu banyak pakar nantinya di hampir seluruh kota besar, termasuk juga melibatkan tokoh masyarakat, ulama dan budayawan,” tuturnya.
Simulasi pelonggaran juga akan memikirkan kapan kebijakan itu bisa dilakukan. Dia menegaskan bahwa jika suatu derah belum menunjukkan kurva menurun maka tidak mungkin diberikan pelonggaran. Pertimbangan waktu ini juga berhubungan dengan kesiapan masyarakat.
"Kalau masyarakat tidak siap hal ini tidak mungkin dilakukan. Timing ini juga bisa kita lihat dari tingkat kepatuhan masyarakat di setiap daerah yang akan dilakukan pelonggaran. Manakala tingkat kepatuhan kecil, tentu kita tidak boleh ambil risiko. Ini juga menjadi bagian yang akan jadi pedoman bagi gugus tugas yang akan menyusun skenario,” jelasnya.
Langkah ketiga berkiatan dengan prioritas. Prioritas dimaksud adalah bidang-bidang apa saja yang diberikan pelonggaran baik kepada kementerian/lembaga ataupun provinsi, dan kabupaten/kota. “Untuk bidang-bidang apa. Apakah di bidang pangan khususnya pasar, restoran. Dan juga mungkin berhubungan dengan kegiatan untuk menghindari masyarakat tidak diPHK. ini prioritas-prioritas ini harus menjadi opsi-opsi yang ketat. Sehingga tidak menimbulkan reaksi negatif dari masyarakat,” katanya.
Selain itu, Gugus Tugas menekankan pentingnya koordinasi pusat dan daerah agar jangan sampai nanti ada perbedaan sikap satu sama lain. "Jangan sampai diberikan pelonggaran ternyata ada penolakan. Demikian juga mungkin dari daerah memutuskan untuk minta pelonggaran atas inisiatif sendiri, ternyata pusat melihat belum waktunya. Jadi koordinasi pusat daerah ini jadi prioritas kami,” katanya.
Presiden meminta agar pelonggaran pembatsan sosial berskala besar (PSBB) dilakukan secara hati-hati dan didasarkan pada kondisi daerah. Sebab berdasar yang diterimanya, hasl dari pelaksanaan PSBB di setiap daerah berbeda-beda.
“Ada daerah yang penambahan kasus barunya mengalami penurunan secara gradual konsisten namun tidak dratis. Tapi juga ada daerah yang penambahan kasusnya turun tetapi juga belum konsisten dan masih fluktuatif juga. Ada daerah yang penambahan kasusnya tidak mengalami perubahan seperti sebelum PSBB. Hal seperti ini perlu digarisbawahi ada apa, kenapa,” jelasnya.
Jokowi juga eminta agar manajemen PSBB tidak terjebak pada batas-batas administrasi pemerintahan saja, tapi bersifat aglomerasi. “Penanganan sebuah kawasan besar yang saling terhubung. Sehingga manajemen antar daerahnya menjadi terpadu. Misalnya seperti yang sudah dilakukan Jabodetabek ini saling kait mengkait sehingga pengaturan mobilitas sosial dari masyarakat bisa terpadu dan lebih baik,” paparnya. (Dita Angga/Binti Mufarida/Kiswondari)
(ysw)