UU Minerba Harus Utamakan Kepentingan Nasional, Bukan Asing
loading...
A
A
A
JAKARTA - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menarik pandangan mini fraksi terkait Undang-Undang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba), untuk kemudian memperbarui saat Paripurna penutupan masa sidang, Selasa (12/5/2020).
"Kami memberi catatan, diantaranya tidak semua kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan pertambangan minerba bisa ditarik ke pusat," kata Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS, Mulyanto.
(Baca juga: DPR Sahkan RUU Minerba Menjadi UU, Hanya Demokrat yang Menolak)
Oleh karena itu menurut Mulyanto, beberapa kewenangan yang bersifat lokal dalam UU Minerba seperti pemberian Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB) harus tetap ada di Pemerintah Daerah Provinsi.
"Begitu juga kegiatan pembinaan dan pengawasan, pemberdayaan masyarakat, dan urusan-urusan lainnya yang terkait erat dengan kepentingan daerah masing-masing," ucapnya.
F-PKS berpendapat, peran BUMN dan BUMD perlu diperkuat dalam RUU Minerba, agar pengelolaan tambang minerba bisa lebih menghasilkan manfaat yang besar bagi Negara. Hal ini diwujudkan dengan pemberian prioritas kepada BUMN dan BUMD dalam penawaran WIUP/WIUPK yang baru maupun WIUP/WIUPK yang habis masa kontraknya.
"Termasuk juga untuk wilayah eks KK dan PKP2B yang habis masa kontraknya. Selain itu, penguatan BUMN dan BUMD harus dilakukan melalui divestasi saham 51% secara langsung dan berjenjang dari pemegang IUP/IUPK yang sahamnya dimiliki oleh asing, yang dilakukan dengan cara yang tepat agar tidak menimbulkan kerugian bagi negara," ungkapnya.
"Kami sesalkan pasal terkait dengan perpanjangan masa kontral karya yang sudah habis masa berlakunya (pasal 169 A) dapat memperoleh IUPK masih berlaku. Padahal sejatinya bisa di lelang dan diprioritaskan untuk BUMN," tambah Doktor lulusan Jepang ini.
Legislator asal Banten ini menjelaskan, Insentif berupa perpanjangan jangka waktu IUP/IUPK memang diperlukan bagi pelaku usaha pertambangan minerba yang terintegrasi dengan fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter).
Akan tetapi, insentif tersebut harus tetap dibatasi jangka waktunya, bukan malah diberikan tanpa ada batasan yang jelas kapan berakhirnya sebagaimana Pasal 47,83, dan 169A rancangan RUU Minerba hasil pembahasan Panja, yang berarti bahwa sumber daya minerba tersebut akan dikuasai selamanya oleh pemegang IUP/IUPK selama bisa berproduksi.
"Kami memberi catatan, diantaranya tidak semua kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan pertambangan minerba bisa ditarik ke pusat," kata Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PKS, Mulyanto.
(Baca juga: DPR Sahkan RUU Minerba Menjadi UU, Hanya Demokrat yang Menolak)
Oleh karena itu menurut Mulyanto, beberapa kewenangan yang bersifat lokal dalam UU Minerba seperti pemberian Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB) harus tetap ada di Pemerintah Daerah Provinsi.
"Begitu juga kegiatan pembinaan dan pengawasan, pemberdayaan masyarakat, dan urusan-urusan lainnya yang terkait erat dengan kepentingan daerah masing-masing," ucapnya.
F-PKS berpendapat, peran BUMN dan BUMD perlu diperkuat dalam RUU Minerba, agar pengelolaan tambang minerba bisa lebih menghasilkan manfaat yang besar bagi Negara. Hal ini diwujudkan dengan pemberian prioritas kepada BUMN dan BUMD dalam penawaran WIUP/WIUPK yang baru maupun WIUP/WIUPK yang habis masa kontraknya.
"Termasuk juga untuk wilayah eks KK dan PKP2B yang habis masa kontraknya. Selain itu, penguatan BUMN dan BUMD harus dilakukan melalui divestasi saham 51% secara langsung dan berjenjang dari pemegang IUP/IUPK yang sahamnya dimiliki oleh asing, yang dilakukan dengan cara yang tepat agar tidak menimbulkan kerugian bagi negara," ungkapnya.
"Kami sesalkan pasal terkait dengan perpanjangan masa kontral karya yang sudah habis masa berlakunya (pasal 169 A) dapat memperoleh IUPK masih berlaku. Padahal sejatinya bisa di lelang dan diprioritaskan untuk BUMN," tambah Doktor lulusan Jepang ini.
Legislator asal Banten ini menjelaskan, Insentif berupa perpanjangan jangka waktu IUP/IUPK memang diperlukan bagi pelaku usaha pertambangan minerba yang terintegrasi dengan fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter).
Akan tetapi, insentif tersebut harus tetap dibatasi jangka waktunya, bukan malah diberikan tanpa ada batasan yang jelas kapan berakhirnya sebagaimana Pasal 47,83, dan 169A rancangan RUU Minerba hasil pembahasan Panja, yang berarti bahwa sumber daya minerba tersebut akan dikuasai selamanya oleh pemegang IUP/IUPK selama bisa berproduksi.