Kepercayaan adalah Vaksin yang Mujarab
loading...
A
A
A
Di negara-negara tersebut juga timbul kontroversi. Ada yang setuju, ada yang tidak. Sama seperti ahli epidemologi di seluruh dunia. Tidak semuanya setuju dan tidak semuanya menolak. Yang pasti, keputusan tetap ada di tangan pemerintah yang berkuasa.
Di Jerman, Kanselir Angela Markel telah mengumumkan bahwa pemerintahannya akan melakukan relaksasi. Mereka membuka kembali sekolah-sekolah, seluruh pusat perbelanjaan tidak dilarang.
Dan yang paling penting buat masyarakat Jerman, Bundesliga, kembali digulirkan. Kebijakan yang sama juga dilakukan di sebagian besar negara-negara Eropa. Bahkan termasuk Italia yang memiliki korban meninggal terbanyak di Eropa, kedua setelah Inggris.
Kebijakan relaksasi sudah pasti akan menghasilkan peningkatan jumlah orang yang terinfeksi. Namun, saat ini yang ada dalam pikiran pemerintah di hampir seluruh dunia adalah memilih apakah warganya nanti akan mati karena terinfeksi atau mati karena matinya ekonomi.
Kita juga sulit membandingkan apakah keputusan relaksasi yang diambil oleh sebuah pemerintahan di sebuah negara itu benar atau tidak, tanpa kita memahami informasi apa yang ada di tangah pemerintah.
Kita harus ingat bahwa krisis adalah sebuah situasi di mana masalah yang terbesar adalah ketidakpastian. Dalam ketidakpastian maka tidak ada teori atau ramalan yang dapat dipegang.
Apabila sebuah masalah dapat dipastikan solusi atau jalan keluarnya maka masalah itu bukan disebut krisis. Oleh sebab itu, salah satu faktor yang mempercepat pulihnya sebuah negara dalam melewati krisis adalah faktor kepercayaan.
Hal ini yang diakui oleh dunia tentang penyelesaian Covid-19 di Korea Selatan. Bukan karena Korea tidak melakukan lockdown, melainkan karena sebagian besar penduduknya mematuhi, (tentu ada juga warga yang membandel) keputusan pemerintah.
Kepercayaan penduduk yang tinggi kepada pemerintah juga terjadi di Selandia Baru yang melakukan lockdown. Demikian pula di Swedia, walaupun jumlah kematiannya tinggi, penduduk di sana tetap percaya kepada keputusan pemerintah yang sejak awal hanya mengimbau jaga jarak fisik dan sosial.
Kepercayaan terhadap pemerintah ini yang masih dipertanyakan di Indonesia. Apakah warga Indonesia sepenuhnya percaya kepada pemerintah atau tidak?
Di Jerman, Kanselir Angela Markel telah mengumumkan bahwa pemerintahannya akan melakukan relaksasi. Mereka membuka kembali sekolah-sekolah, seluruh pusat perbelanjaan tidak dilarang.
Dan yang paling penting buat masyarakat Jerman, Bundesliga, kembali digulirkan. Kebijakan yang sama juga dilakukan di sebagian besar negara-negara Eropa. Bahkan termasuk Italia yang memiliki korban meninggal terbanyak di Eropa, kedua setelah Inggris.
Kebijakan relaksasi sudah pasti akan menghasilkan peningkatan jumlah orang yang terinfeksi. Namun, saat ini yang ada dalam pikiran pemerintah di hampir seluruh dunia adalah memilih apakah warganya nanti akan mati karena terinfeksi atau mati karena matinya ekonomi.
Kita juga sulit membandingkan apakah keputusan relaksasi yang diambil oleh sebuah pemerintahan di sebuah negara itu benar atau tidak, tanpa kita memahami informasi apa yang ada di tangah pemerintah.
Kita harus ingat bahwa krisis adalah sebuah situasi di mana masalah yang terbesar adalah ketidakpastian. Dalam ketidakpastian maka tidak ada teori atau ramalan yang dapat dipegang.
Apabila sebuah masalah dapat dipastikan solusi atau jalan keluarnya maka masalah itu bukan disebut krisis. Oleh sebab itu, salah satu faktor yang mempercepat pulihnya sebuah negara dalam melewati krisis adalah faktor kepercayaan.
Hal ini yang diakui oleh dunia tentang penyelesaian Covid-19 di Korea Selatan. Bukan karena Korea tidak melakukan lockdown, melainkan karena sebagian besar penduduknya mematuhi, (tentu ada juga warga yang membandel) keputusan pemerintah.
Kepercayaan penduduk yang tinggi kepada pemerintah juga terjadi di Selandia Baru yang melakukan lockdown. Demikian pula di Swedia, walaupun jumlah kematiannya tinggi, penduduk di sana tetap percaya kepada keputusan pemerintah yang sejak awal hanya mengimbau jaga jarak fisik dan sosial.
Kepercayaan terhadap pemerintah ini yang masih dipertanyakan di Indonesia. Apakah warga Indonesia sepenuhnya percaya kepada pemerintah atau tidak?