Pilkada Serentak 2020, Politik Uang dan Keberpihakan ASN Masih Menjadi Masalah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan titik rawan pelanggaran menjelang pemungutan suara di Pilkada Serentak 2020 . Di antaranya, politik uang dan keberpihakan aparatur sipil negara (ASN) .
Pandemi Covid-19 yang berimbas pada perekonomian masyarakat diprediksi membuat politik uang akan marak. "Banyak yang kesulitan secara ekonomi ketika ada politik uang, vote buying, dan bagi-bagi bansos, ini (kemungkinan) akan diterima dengan tangan terbuka oleh warga. Ini perlu diawasi. Waktunya terbatas, kurang dari 7 hari," ujar peneliti ICW Egi Primayogha, dalam diskusi daring dengan 'Pilkada, Kecurangan, dan Netralitas ASN ', Kamis (3/12/2020).
Selain itu, ICW menyoroti netralitas ASN . Keberpihakan ASN dinilai akan membuat jalannya pilkada tidak adil. Selama ini, ASN selalu ditarik-tarik oleh politikus atau dengan sadar ikut politik praktis.
( ).
Padahal, sebagai abdi negara tidak boleh. Egi mengungkapkan sepanjang pelaksanaan pilkada di 270 daerah ini sudah ada 1.005 ASN yang dilaporkan melanggar netralitas. Dari jumlah itu, 727 orang direkomendasi melakukan pelanggaran, 580 dijatuhi sanksi, 147 belum ditindaklanjuti, dan 121 dalam proses.
Larangan ASN untuk ikut berpolitik termaktub dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN . Setidaknya, ada tiga pasal yang menyatakan itu, yakni 2 huruf f, 12, dan 119. Pasal 2 huruf f menerangkan tentang asas netralitas dalam penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN .
(Untuk mengisi survei calon Presiden 2024 pilihan Anda, silakan klik di sini ).
Pasal 12 menyatakan kewajiban ASN untuk bersikap profesional dan bebas dari intervensi politik dan bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pasal 199 menyebutkan ASN harus mengundurkan diri jika mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah. "Ini untuk independensi supaya tidak ada campur tangan," pungkasnya.
Pandemi Covid-19 yang berimbas pada perekonomian masyarakat diprediksi membuat politik uang akan marak. "Banyak yang kesulitan secara ekonomi ketika ada politik uang, vote buying, dan bagi-bagi bansos, ini (kemungkinan) akan diterima dengan tangan terbuka oleh warga. Ini perlu diawasi. Waktunya terbatas, kurang dari 7 hari," ujar peneliti ICW Egi Primayogha, dalam diskusi daring dengan 'Pilkada, Kecurangan, dan Netralitas ASN ', Kamis (3/12/2020).
Selain itu, ICW menyoroti netralitas ASN . Keberpihakan ASN dinilai akan membuat jalannya pilkada tidak adil. Selama ini, ASN selalu ditarik-tarik oleh politikus atau dengan sadar ikut politik praktis.
( ).
Padahal, sebagai abdi negara tidak boleh. Egi mengungkapkan sepanjang pelaksanaan pilkada di 270 daerah ini sudah ada 1.005 ASN yang dilaporkan melanggar netralitas. Dari jumlah itu, 727 orang direkomendasi melakukan pelanggaran, 580 dijatuhi sanksi, 147 belum ditindaklanjuti, dan 121 dalam proses.
Larangan ASN untuk ikut berpolitik termaktub dalam Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN . Setidaknya, ada tiga pasal yang menyatakan itu, yakni 2 huruf f, 12, dan 119. Pasal 2 huruf f menerangkan tentang asas netralitas dalam penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN .
(Untuk mengisi survei calon Presiden 2024 pilihan Anda, silakan klik di sini ).
Pasal 12 menyatakan kewajiban ASN untuk bersikap profesional dan bebas dari intervensi politik dan bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Pasal 199 menyebutkan ASN harus mengundurkan diri jika mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah. "Ini untuk independensi supaya tidak ada campur tangan," pungkasnya.
(zik)