Vaksin Merah Putih Pengembangan Eijkman Desember Mulai Uji Klinis pada Hewan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro mengatakan vaksin COVID-19 dalam negeri atau vaksin Merah Putih yang saat ini dikembangkan oleh Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman bulan Desember ini akan mulai uji klinis pada hewan.
“Update dari yang Eijkman, saat ini sebenarnya masih on track, dengan harapan bulan ini barangkali sudah mulai menuju uji hewan, animal test,” ujar Bambang dalam Konferensi Pers secara Virtual, Kamis (3/12/2020). (Baca juga: Pemerintah Siapkan Rp300 Miliar untuk Pengembangan Vaksin Merah Putih)
Sehingga, kata Bambang, diharapkan pada bulan Februari atau Maret 2021 bibit vaksin dari pengembangan Eijkman bisa diserahkan kepada Biofarma. “Sehingga paling lambat Februari atau Maret 2021 itu sudah bisa menyerahkan bibit vaksinnya kepada Biofarma. Itu yang perkembangan dari Eijkman,” katanya.
Diketahui, saat ini ada enam lembaga yang turut mengembangankan vaksin Merah Putih, yaitu Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Universitas Airlangga, LIPI, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Gadjah Mada dengan masing-masing platform yang berbeda.
Bambang pun mendorong agar enam lembaga tersebut bisa mengembangkan vaksin COVID-19 dengan platform yang berbeda-beda. “Pertama kenapa kami mendorong enam-enamnya untuk mengembangkan platform yang berbeda-beda karena memang cukup banyak platform yang saat ini berkembang dalam pengembangan vaksin,” jelasnya.
“Mungkin sebelumnya karena pengembangan vaksin banyak didominasi oleh Eijkman dan Biofarma maka yang populer dan protein rekombinan ya. Dan kemudian ada yang juga yang inactivated virus. Meskipun yang rekombinan itu lebih dominan,” sambunga Bambang.
Namun, kata Bambang, pihaknya memberikan kebebasan untuk mengembangkan platform yang berbeda-beda. “Tetapi kita juga harus mengetahui perkembangan terakhir, karena itu kami memberikan kebebasan kepada tim yang dari 6 itu, untuk mengembangkan platform yang berbeda. Bahkan yang LIPI pun yang meskipun menggunakan protein rekombinan, itu beda dengan Eijkman yang juga protein rekombinan. Jadi dalam satu platform pun ada pendekatan yang berbeda.”
Pasalnya, tegas Bambang, pengembangan vaksin COVID-19 dalam negeri tidak boleh ketinggalan dengan vaksin yang dikembangkan di luar negeri. (Baca juga: Menristek Serahkan SK Pengembangan Vaksin Merah Putih ke Tim LIPI dan UI)
“Kita juga harus tidak boleh ketinggalan, kita harus memahami juga yang DNA, MrNa ya. Meskipun barangkali advance atau barangkali nanti fasilitas pendinginnya itu juga membutuhkan fasilitas yang berbeda tapi Indonesia tidak boleh nggak tahu ya. Dan karena itu mendorong selama mereka yakin mereka bisa mengerjakannya dan time tabelnya bisa diterima,” tutupnya.
(Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
Lihat Juga: AstraZeneca Tuai Polemik Usai Kasus Pembekuan Darah, BPOM: Sudah Tak Beredar di Indonesia
“Update dari yang Eijkman, saat ini sebenarnya masih on track, dengan harapan bulan ini barangkali sudah mulai menuju uji hewan, animal test,” ujar Bambang dalam Konferensi Pers secara Virtual, Kamis (3/12/2020). (Baca juga: Pemerintah Siapkan Rp300 Miliar untuk Pengembangan Vaksin Merah Putih)
Sehingga, kata Bambang, diharapkan pada bulan Februari atau Maret 2021 bibit vaksin dari pengembangan Eijkman bisa diserahkan kepada Biofarma. “Sehingga paling lambat Februari atau Maret 2021 itu sudah bisa menyerahkan bibit vaksinnya kepada Biofarma. Itu yang perkembangan dari Eijkman,” katanya.
Diketahui, saat ini ada enam lembaga yang turut mengembangankan vaksin Merah Putih, yaitu Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Universitas Airlangga, LIPI, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, dan Universitas Gadjah Mada dengan masing-masing platform yang berbeda.
Bambang pun mendorong agar enam lembaga tersebut bisa mengembangkan vaksin COVID-19 dengan platform yang berbeda-beda. “Pertama kenapa kami mendorong enam-enamnya untuk mengembangkan platform yang berbeda-beda karena memang cukup banyak platform yang saat ini berkembang dalam pengembangan vaksin,” jelasnya.
“Mungkin sebelumnya karena pengembangan vaksin banyak didominasi oleh Eijkman dan Biofarma maka yang populer dan protein rekombinan ya. Dan kemudian ada yang juga yang inactivated virus. Meskipun yang rekombinan itu lebih dominan,” sambunga Bambang.
Namun, kata Bambang, pihaknya memberikan kebebasan untuk mengembangkan platform yang berbeda-beda. “Tetapi kita juga harus mengetahui perkembangan terakhir, karena itu kami memberikan kebebasan kepada tim yang dari 6 itu, untuk mengembangkan platform yang berbeda. Bahkan yang LIPI pun yang meskipun menggunakan protein rekombinan, itu beda dengan Eijkman yang juga protein rekombinan. Jadi dalam satu platform pun ada pendekatan yang berbeda.”
Pasalnya, tegas Bambang, pengembangan vaksin COVID-19 dalam negeri tidak boleh ketinggalan dengan vaksin yang dikembangkan di luar negeri. (Baca juga: Menristek Serahkan SK Pengembangan Vaksin Merah Putih ke Tim LIPI dan UI)
“Kita juga harus tidak boleh ketinggalan, kita harus memahami juga yang DNA, MrNa ya. Meskipun barangkali advance atau barangkali nanti fasilitas pendinginnya itu juga membutuhkan fasilitas yang berbeda tapi Indonesia tidak boleh nggak tahu ya. Dan karena itu mendorong selama mereka yakin mereka bisa mengerjakannya dan time tabelnya bisa diterima,” tutupnya.
(Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
Lihat Juga: AstraZeneca Tuai Polemik Usai Kasus Pembekuan Darah, BPOM: Sudah Tak Beredar di Indonesia
(kri)