Dari Eks Menteri hingga Mantan Pimpinan KPK Bela Said Didu

Senin, 11 Mei 2020 - 20:44 WIB
loading...
Dari Eks Menteri hingga...
Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (kiri) dan mantan Sekretaris BUMN Said Didu. Foto/SINDOnews/Istimewa
A A A
JAKARTA - Sebanyak 141 pengacara yang tergabung dalam Tim Advokasi Suluh Kebenaran (TASK) menyatakan siap membela mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu.

Mereka menyatakan siap mendampingi Said Didu dalam menghadapi kasus pencemaran nama baik yang dilaporkan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Panjaitan pada 8 April lalu.

Kepastian bergabungnya seratusan advokat itu diungkap Ketua tim hukum Said Didu, Letkol Purn Helvis. Dia menjelaskan, para pengacara tersebut berasal dari berbagai kota seperti Bandung, Cirebon, Yogyakarta, Semarang, dan beberapa kota lainnya.

“Ada 141 pengacara. Tapi baru 80 orang yang tanda tangan. Sisanya masih di beberapa daerah. Karena ada kebijakan PSBB, enggak bisa ikut tanda tangan langsung,” kata Helvis saat dijumpai di Kantor Bareskrim Polri, Senin (11/5/2020).

( )

Di antara ratusan pengacara itu, terdapat nama-nama beken yang ikut mengawal kasus Said Didu. Mereka antara lain mantan Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin, mantan pimpinan KPK Bambang Widjojanto, mantan Wamenkumham Denny Indrayana, Teuku Nasrullah, dan Ahmad Yani.

Helvis mengklaim, para pengacara yang tergabung dalam TASK itu menyumbangkan tenaga dan pikirannya secara suka rela demi membantu Said Didu. “Mereka tidak dibayar,” lanjut Helvis.

( )

Saat ini, kasus dugaan pencemaran nama baik itu masih dalam penyelidikan di Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

Sudah dua kali mendapat surat panggilan dari polisi, Said Didu belum memenuhi jadwal pemeriksaannya sebagai saksi. Melalui kuasa hukumnya, Said Didu mengajukan permohonan kepada penyidik agar berkenan melakukan pemeriksaan di kediamannya yang berada di kawasan Cipondoh, Tangerang.

Selain kondisi darurat kesehatan dan penerapan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), ia beralasan pengajuan itu masih patut dan wajar sesuai dengan Pasal 113 KUHAP dan fungsi diskresi polisi yang diatur dalam UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

“Kami berharap penyidik bisa mempertimbangkan apa yang kami ajukan,” ujar Helvis.

Pengajuan itu justru menggelitik politikus Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean. Bahkan, dia menyindir tindakan Said Didu hanya menutupi rasa takut dan cuma akal-akalan sembunyi dari kewajiban hukum.

“Padahal nih: di-back up ratusan pengacara (katanya), dibuatin video meski seperti orang mati, dibuatin video menyamakan dengan pahlawan nasional. Nyatanya, hari ini takut datang ke Bareskrim, nyali ciut hadapi penyidik, merasa istimewa di republik. Jemput paksalah..!” ketus Ferdinand melalui akun Twitter-nya @FerdinandHaean2, Senin (11/5/2020).

Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) meminta agar kepolisian berani memanggil paksa Said Didu. Menurutnya, pemanggilan pemeriksaan diatur dalam pasal 112, 119 dan 227 KUHAP.

“Semua syarat terpenuhi dan sah serta sempurna. Maka tidak ada alasan Said Didu cari-cari alasan untuk tidak hadir, karena alasan-alasan itu akan bernilai tindakan tidak kooperatif dan siap-siap dijemput paksa,” celetuknya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon memiliki pandangan sebaliknya. Menurutnya, kasus Said Didu menjadi babak baru dalam perjalanan demokrasi Indonesia.

“Kasus Bang Said Didu adalah sebuah babak baru dalam perjalanan demokrasi kita. Apakah demokrasi makin maju atau makin hancur. Apakah hukum mengabdi pada penguasa atau mampu mendudukkan kembali konstitusi. Inilah ujian demokrasi kita,” kata Fadli melalui akun Twitternya, @fadlizon, Senin (11/5/2020).
(dam)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1762 seconds (0.1#10.140)