Utamakan Pendidikan Anak Usia Dini
loading...
A
A
A
Anggi Afriansyah
Peneliti Sosiologi Pendidikan di Pusat Penelitian Kependudukan LIPI
PENDIDIKAN anak usia dini (PAUD) memegang peranan penting bagi tumbuh kembang anak. Pada banyak literatur disebutkan anak usia dini masuk pada masa emas (golden age). Sebab itu, intervensi terbaik pada usia tersebut adalah pengembangan karakter dan pengenalan literasi dasar. Membangun anak-anak yang siap untuk belajar di jenjang selanjutnya.
Meski demikian, sekolah-sekolah pada jenjang PAUD cenderung membawa anak pada pembangunan pendidikan yang fokus pada bobot akademik. Marwah PAUD yang fokus pada bangunan karakter dan arena bermain kemudian terjebak pada upaya membangun kecakapan akademik yang tidak sesuai dengan psikologi perkembangan anak.
Selain persoalan kualitas, persoalan akses yang merata bagi setiap anak usia dini untuk menikmati pendidikan masih menjadi hal utama yang perlu diperhatikan. Merujuk pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2020) Angka Partisipasi Kasar PAUD 2019–2020 sebesar 41,18. Belum semua anak rentang usia 3–6 tahun mendapatkan kesempatan untuk belajar.
Beban Membaca dan Menulis
Istri penulis pernah bercerita mengenai anak temannya yang dirundung oleh teman-teman kelasnya di awal masuk SD karena belum bisa membaca. Beruntung, kedua orang tua anak tersebut sangat perhatian terhadap kondisi sang anak. Mengetahui kondisi tersebut, keduanya semakin intensif mendampingi anaknya. Mereka tidak membebani sang anak dan fokus pada perkembangannya. Tanpa dibebani, sang anak memiliki prestasi yang bagus di sekolah.
Sebagai orang tua, kami pun merasakan kegelisahan tersebut. Tahun depan anak kami akan masuk jenjang sekolah dasar. Hingga kini ia belum lancar membaca, meski sudah mengenal huruf dan angka serta mampu merangkai beberapa kata. Beberapa temannya saya lihat sudah sangat lancar membaca. Kami berupaya memahami, karena dalam amatan sehari-hari, ia adalah anak yang lebih senang melakukan aktivitas fisik dan mudah hilang fokus ketika menghadapi angka dan huruf.
Saya pun bertanya kepada beberapa rekan, pada usia berapa anak-anak mereka lancar membaca. Ada yang di usia 3–4 tahun sudah bisa membaca dan ada yang usia 7–8 tahun baru lancar membaca. Bahkan yang menarik, ada yang lancar membaca karena anaknya senang bermain game. Memang beberapa riset menunjukkan bahwa anak-anak belajar cepat melalui materi audio visual.
Pendampingan Telaten
Perihal mengajarkan anak membaca dan menulis di level anak usia dini memang perkara yang dilematis. Apalagi terdapat sekolah dasar yang mematok kemampuan membaca sebagai salah satu poin penerimaan siswa. Hal tersebut menyebabkan orang tua pun merasa tertekan untuk membuat anak bisa membaca di usia dini. Padahal, tidak semua anak siap secara mental dan psikologis serta memiliki kecermatan dan ketelatenan ketika mempelajari angka dan huruf.
Anak-anak akan tertekan secara psikologis jika guru-guru PAUD yang mengajar tidak telaten dan menggunakan metode yang menyenangkan dan variatif. Pada akhirnya mereka dapat membaca dan berhitung, tetapi tidak menikmati kegiatan membaca buku dan mempelajari ilmu eksakta. Poin pentingnya adalah setiap anak berbeda dari segi kesiapan dan kemampuan. Peran guru dan orang tua adalah membaca kesiapan anak dan memberikan perlakuan yang tepat bagi anak secara individu.
Salah satu hal yang menenangkan kami adalah dua ibu guru yang mendampingi anak kami belajar adalah sosok yang sangat telaten dan mengajar dengan cara yang asyik. Berbagai metode digunakan agar anak-anak tertarik untuk belajar dengan asyik dan menyenangkan meski via layar. Porsi pembelajaran betul-betul disesuaikan dengan tumbuh kembang anak. Belajar riang gembira dengan banyak permainan menjadi utama dibanding penguatan kognisi atau literasi dasar yang tradisional dan serbatekstual.
Kajian Susan Edwards dan rekan-rekannya (2020) memang menunjukkan pentingnya berbagai permainan terpadu untuk anak usia dini untuk mengembangkan kapasitas yang multimodal, interaksi global dan lokal dan juga antara yang tradisional dan digital. Pembelajaran bagi anak usia dini kemudian difokuskan untuk melakukan eksplorasi, pemecahan masalah, dan diskusi. Tentu saja disesuaikan dengan perkembangan anak dan memang sangat ditunjang oleh infrastruktur yang memadai.
Membangun Karakter
Salah satu aspek yang menurut saya sangat penting bagi tumbuh kembang dan karakter anak adalah momen di mana anak-anak diajak untuk memiliki rasa peduli terhadap keluarga, teman, hewan peliharaan, dan tumbuhan. Saya menyimak, dalam beberapa momen, guru memandu anak dengan pertanyaan reflektif seperti “perbuatan baik apa yang sudah dilakukan di rumah?” Dan, kemudian meminta mereka menggambarkannya, tentu sesuai imajinasi anak-anak, mungkin dengan tujuan anak, mengingat bahwa sharing dan caring adalah hal yang penting dalam hidup ini.
Salah satu internalisasi ampuh terkait dengan kepedulian terhadap alam dilakukan beberapa waktu terakhir. Guru memberikan bibit tanaman dan sebuah pot. Orang tua diminta menyiapkan tanah di pot dan anak-anak menabur bibit tersebut. Anak-anak diminta untuk merawat tanaman masing-masing, mulai menyiram hingga memastikan tanaman tersebut mendapat cahaya matahari yang cukup. Beberapa hari sekali, guru akan memastikan tumbuh kembang tanaman tersebut. Anak-anak TK ini tidak diberi konsep rumit bahwa penting sekali menjaga alam. Anak-anak cukup dikenalkan langsung pada proses tumbuh kembang tanaman.
Internalisasi penting lainnya adalah pengucapan terima kasih secara berulang. Setiap anak-anak melakukan aktivitas apa pun, kedua guru akan mengucapkan “terima kasih” disertai senyuman lebar. Di dunia di mana kekerasan semakin menggejala, kata “terima kasih” dan “maaf” adalah dua mantra yang harus terus dikukuhkan.
Proses pendidikan adalah ketangguhan menemani anak-anak. Salah satu bagian penting yang dibangun adalah dialog antara anak, guru, dan orang tua. Kami beruntung, secara responsif kedua guru mendengarkan segala macam kekhawatiran kami dan memberikan saran-saran yang diperlukan. Proses ini menjadikan pendidikan milik bersama dan berfokus pada kebutuhan anak, bukan ambisi orang tua atau guru.
Meski memang situasi pandemi membuat banyak hal menjadi lebih sulit. Tidak semua PAUD memiliki infrastruktur memadai untuk melaksanakan pembelajaran interaktif melalui berbagai aplikasi digital. Di sisi lain, ruang interaksi menjadi sangat terbatasi. Padahal momen PAUD sangat penting dalam membangun relasi sosial antara anak. Membangun pendidikan memang bukan proses yang ujug-ujug. Mendidik anak memerlukan upaya yang menyeluruh dan melibatkan semua pihak.
Peneliti Sosiologi Pendidikan di Pusat Penelitian Kependudukan LIPI
PENDIDIKAN anak usia dini (PAUD) memegang peranan penting bagi tumbuh kembang anak. Pada banyak literatur disebutkan anak usia dini masuk pada masa emas (golden age). Sebab itu, intervensi terbaik pada usia tersebut adalah pengembangan karakter dan pengenalan literasi dasar. Membangun anak-anak yang siap untuk belajar di jenjang selanjutnya.
Meski demikian, sekolah-sekolah pada jenjang PAUD cenderung membawa anak pada pembangunan pendidikan yang fokus pada bobot akademik. Marwah PAUD yang fokus pada bangunan karakter dan arena bermain kemudian terjebak pada upaya membangun kecakapan akademik yang tidak sesuai dengan psikologi perkembangan anak.
Selain persoalan kualitas, persoalan akses yang merata bagi setiap anak usia dini untuk menikmati pendidikan masih menjadi hal utama yang perlu diperhatikan. Merujuk pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2020) Angka Partisipasi Kasar PAUD 2019–2020 sebesar 41,18. Belum semua anak rentang usia 3–6 tahun mendapatkan kesempatan untuk belajar.
Beban Membaca dan Menulis
Istri penulis pernah bercerita mengenai anak temannya yang dirundung oleh teman-teman kelasnya di awal masuk SD karena belum bisa membaca. Beruntung, kedua orang tua anak tersebut sangat perhatian terhadap kondisi sang anak. Mengetahui kondisi tersebut, keduanya semakin intensif mendampingi anaknya. Mereka tidak membebani sang anak dan fokus pada perkembangannya. Tanpa dibebani, sang anak memiliki prestasi yang bagus di sekolah.
Sebagai orang tua, kami pun merasakan kegelisahan tersebut. Tahun depan anak kami akan masuk jenjang sekolah dasar. Hingga kini ia belum lancar membaca, meski sudah mengenal huruf dan angka serta mampu merangkai beberapa kata. Beberapa temannya saya lihat sudah sangat lancar membaca. Kami berupaya memahami, karena dalam amatan sehari-hari, ia adalah anak yang lebih senang melakukan aktivitas fisik dan mudah hilang fokus ketika menghadapi angka dan huruf.
Saya pun bertanya kepada beberapa rekan, pada usia berapa anak-anak mereka lancar membaca. Ada yang di usia 3–4 tahun sudah bisa membaca dan ada yang usia 7–8 tahun baru lancar membaca. Bahkan yang menarik, ada yang lancar membaca karena anaknya senang bermain game. Memang beberapa riset menunjukkan bahwa anak-anak belajar cepat melalui materi audio visual.
Pendampingan Telaten
Perihal mengajarkan anak membaca dan menulis di level anak usia dini memang perkara yang dilematis. Apalagi terdapat sekolah dasar yang mematok kemampuan membaca sebagai salah satu poin penerimaan siswa. Hal tersebut menyebabkan orang tua pun merasa tertekan untuk membuat anak bisa membaca di usia dini. Padahal, tidak semua anak siap secara mental dan psikologis serta memiliki kecermatan dan ketelatenan ketika mempelajari angka dan huruf.
Anak-anak akan tertekan secara psikologis jika guru-guru PAUD yang mengajar tidak telaten dan menggunakan metode yang menyenangkan dan variatif. Pada akhirnya mereka dapat membaca dan berhitung, tetapi tidak menikmati kegiatan membaca buku dan mempelajari ilmu eksakta. Poin pentingnya adalah setiap anak berbeda dari segi kesiapan dan kemampuan. Peran guru dan orang tua adalah membaca kesiapan anak dan memberikan perlakuan yang tepat bagi anak secara individu.
Salah satu hal yang menenangkan kami adalah dua ibu guru yang mendampingi anak kami belajar adalah sosok yang sangat telaten dan mengajar dengan cara yang asyik. Berbagai metode digunakan agar anak-anak tertarik untuk belajar dengan asyik dan menyenangkan meski via layar. Porsi pembelajaran betul-betul disesuaikan dengan tumbuh kembang anak. Belajar riang gembira dengan banyak permainan menjadi utama dibanding penguatan kognisi atau literasi dasar yang tradisional dan serbatekstual.
Kajian Susan Edwards dan rekan-rekannya (2020) memang menunjukkan pentingnya berbagai permainan terpadu untuk anak usia dini untuk mengembangkan kapasitas yang multimodal, interaksi global dan lokal dan juga antara yang tradisional dan digital. Pembelajaran bagi anak usia dini kemudian difokuskan untuk melakukan eksplorasi, pemecahan masalah, dan diskusi. Tentu saja disesuaikan dengan perkembangan anak dan memang sangat ditunjang oleh infrastruktur yang memadai.
Membangun Karakter
Salah satu aspek yang menurut saya sangat penting bagi tumbuh kembang dan karakter anak adalah momen di mana anak-anak diajak untuk memiliki rasa peduli terhadap keluarga, teman, hewan peliharaan, dan tumbuhan. Saya menyimak, dalam beberapa momen, guru memandu anak dengan pertanyaan reflektif seperti “perbuatan baik apa yang sudah dilakukan di rumah?” Dan, kemudian meminta mereka menggambarkannya, tentu sesuai imajinasi anak-anak, mungkin dengan tujuan anak, mengingat bahwa sharing dan caring adalah hal yang penting dalam hidup ini.
Salah satu internalisasi ampuh terkait dengan kepedulian terhadap alam dilakukan beberapa waktu terakhir. Guru memberikan bibit tanaman dan sebuah pot. Orang tua diminta menyiapkan tanah di pot dan anak-anak menabur bibit tersebut. Anak-anak diminta untuk merawat tanaman masing-masing, mulai menyiram hingga memastikan tanaman tersebut mendapat cahaya matahari yang cukup. Beberapa hari sekali, guru akan memastikan tumbuh kembang tanaman tersebut. Anak-anak TK ini tidak diberi konsep rumit bahwa penting sekali menjaga alam. Anak-anak cukup dikenalkan langsung pada proses tumbuh kembang tanaman.
Internalisasi penting lainnya adalah pengucapan terima kasih secara berulang. Setiap anak-anak melakukan aktivitas apa pun, kedua guru akan mengucapkan “terima kasih” disertai senyuman lebar. Di dunia di mana kekerasan semakin menggejala, kata “terima kasih” dan “maaf” adalah dua mantra yang harus terus dikukuhkan.
Proses pendidikan adalah ketangguhan menemani anak-anak. Salah satu bagian penting yang dibangun adalah dialog antara anak, guru, dan orang tua. Kami beruntung, secara responsif kedua guru mendengarkan segala macam kekhawatiran kami dan memberikan saran-saran yang diperlukan. Proses ini menjadikan pendidikan milik bersama dan berfokus pada kebutuhan anak, bukan ambisi orang tua atau guru.
Meski memang situasi pandemi membuat banyak hal menjadi lebih sulit. Tidak semua PAUD memiliki infrastruktur memadai untuk melaksanakan pembelajaran interaktif melalui berbagai aplikasi digital. Di sisi lain, ruang interaksi menjadi sangat terbatasi. Padahal momen PAUD sangat penting dalam membangun relasi sosial antara anak. Membangun pendidikan memang bukan proses yang ujug-ujug. Mendidik anak memerlukan upaya yang menyeluruh dan melibatkan semua pihak.
(bmm)