Pelajar dan Mahasiswa Gugat Prosedur Pembuatan UU Cipta Kerja
loading...
A
A
A
JAKARTA - Satu pelajar, tiga mahasiswa, dan seorang pencari kerja meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan seluruh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Didampingi Viktor Santoso Tandiasa dkk sebagai kuasa hukum, mereka mengajukan uji formil UU tersebut terhadap UUD 1945.
Dalam perkara yang teregister dengan nomor: 91/PUU-XVIII/2020 tersebut Viktor membeberkan, UU Cipta bKerja mengakibatkan pemohon tidak mendapatkan jaminan kepastian hukum yang adil. Jaminan kepastian tersebut berhubungan dengan pengembangan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya serta berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi demi meningkatkan kualitas hidupnya serta demi kesejahteraan umat manusia.
(Baca: Keluarkan Maklumat, MUI DKI Dukung UU Cipta Kerja Digugat ke MK)
Dia membeberkan, pembentuk UU Cipta Kerja (Presiden dan DPR) telah secara terang benderang dan nyata secara bersama-sama melanggar Pasal 22A UUD 1945. Pelanggaran terhadap prosedur pembentukan UU itu bahkan sangat terbuka dan diketahui oleh masyarakat.
Pelanggaran tetap tampak jelas walaupun Setjen DPR menyatakan perubahan setelah disetujui bersama pada 5 Oktober 2020 hanyalah perubahan teknis penulisan dan ukuran kertas dari ukuran A4 ke ukuran legal. Hal ini menjadi preseden buruk dalam proses legislasi di mana pembentuk UU membohongi rakyat dan terkesan seperti sedang bermain akal-akalan.
(Baca: Surat Jokowi soal Omnibus Law RUU Cipta Kerja Digugat ke PTUN)
"Apabila UU Cipta Kerja ini dinyatakan tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD 1945, tidak akan menimbulkan kekosongan hukum selama dalam pertimbangan hukumnya menyatakan terhadap pasal-pasal yang telah diubah dalam UU Cipta Kerja berlaku kembali jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan ini," tegas Viktor di hadapan para hakim konstitusi MK.
Dia membeberkan, untuk perkara ini maka para pemohon menyampaikan tiga permohonan dalam bagian petitum. Satu, mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Dua, menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD 1945. Tiga, memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
"Atau apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)," ujar Viktor.
( Klik link ini untuk Ikuti survei SINDOnews tentang calon presiden 2024 )
Dalam perkara yang teregister dengan nomor: 91/PUU-XVIII/2020 tersebut Viktor membeberkan, UU Cipta bKerja mengakibatkan pemohon tidak mendapatkan jaminan kepastian hukum yang adil. Jaminan kepastian tersebut berhubungan dengan pengembangan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya serta berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi demi meningkatkan kualitas hidupnya serta demi kesejahteraan umat manusia.
(Baca: Keluarkan Maklumat, MUI DKI Dukung UU Cipta Kerja Digugat ke MK)
Dia membeberkan, pembentuk UU Cipta Kerja (Presiden dan DPR) telah secara terang benderang dan nyata secara bersama-sama melanggar Pasal 22A UUD 1945. Pelanggaran terhadap prosedur pembentukan UU itu bahkan sangat terbuka dan diketahui oleh masyarakat.
Pelanggaran tetap tampak jelas walaupun Setjen DPR menyatakan perubahan setelah disetujui bersama pada 5 Oktober 2020 hanyalah perubahan teknis penulisan dan ukuran kertas dari ukuran A4 ke ukuran legal. Hal ini menjadi preseden buruk dalam proses legislasi di mana pembentuk UU membohongi rakyat dan terkesan seperti sedang bermain akal-akalan.
(Baca: Surat Jokowi soal Omnibus Law RUU Cipta Kerja Digugat ke PTUN)
"Apabila UU Cipta Kerja ini dinyatakan tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD 1945, tidak akan menimbulkan kekosongan hukum selama dalam pertimbangan hukumnya menyatakan terhadap pasal-pasal yang telah diubah dalam UU Cipta Kerja berlaku kembali jika Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan ini," tegas Viktor di hadapan para hakim konstitusi MK.
Dia membeberkan, untuk perkara ini maka para pemohon menyampaikan tiga permohonan dalam bagian petitum. Satu, mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Dua, menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD 1945. Tiga, memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
"Atau apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)," ujar Viktor.
( Klik link ini untuk Ikuti survei SINDOnews tentang calon presiden 2024 )
(muh)