Polemik UU Minol, Gerindra: Kita Atur Sesuatu yang Mendatangkan Kerusakan
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Minuman Beralkohol (RUU Minol) menimbulkan polemik di masyarakat. Ada pihak yang sepakat, namun tidak sedikit pula yang menentang.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Gerindra Romo Muhammad Syafi'i menjelaskan, banyak kalangan masyarakat yang salah mengartikan alasan pengusulan RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol. Romo panggilan akrabnya menjelaskan, RUU Larangan Minol ini dibentuk bukan untuk mengharamkan peredaran minol di Indonesia, tapi ini persoalan moralitas. (Baca juga: RUU Larangan Minol, Pemkab Sleman Dukung Kebijakan Pusat)
Dia pun menerangkan di dalam RUU Minol ini dijelaskan, ada pengecualian yang diperboleh, seperti kepentingan adat, ritual keagamaan, daerah wisata dan restoran dengan kualifikasi tertentu, bukan berarti meniadakan sama sekali peredaran dan konsumsi minuman beralkohol. (Baca juga: PPP Pastikan Minol untuk Ritual Budaya dan Keagamaan Dikecualikan)
”Saya mendengar ada yang mengatakan ini jangan hebohlah soal minol karena ini bukan soal negara Islam. Masak iya kita tidak boleh mengatur sesuatu yang mendatangkan kerusakan bagi moralitas,” ujar Romo Syafii dalam akun Instagram official Partain Gerindra, dikutip, Selasa (24/11/2020). (Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
Menurutnya, dalam RUU ini, bukan berarti sama sekali tidak boleh ada peredaran minol. Ada daerah-daerah destinasi wisata dengan ketentuan tertentu yang boleh menjual. Termasuk restoran dan hotel berbintang dengan kualitas tertentu yang boleh menjual. ”Undang-undang ini, kalau nanti dilaksanakan, memiliki kejelasan tentang apa yang boleh diproduksi, siapa yang boleh memproduksi, siapa yang boleh membeli, dan siapa yang boleh mengonsumsi,” ungkap Romo M. Syafii.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Gerindra Romo Muhammad Syafi'i menjelaskan, banyak kalangan masyarakat yang salah mengartikan alasan pengusulan RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol. Romo panggilan akrabnya menjelaskan, RUU Larangan Minol ini dibentuk bukan untuk mengharamkan peredaran minol di Indonesia, tapi ini persoalan moralitas. (Baca juga: RUU Larangan Minol, Pemkab Sleman Dukung Kebijakan Pusat)
Dia pun menerangkan di dalam RUU Minol ini dijelaskan, ada pengecualian yang diperboleh, seperti kepentingan adat, ritual keagamaan, daerah wisata dan restoran dengan kualifikasi tertentu, bukan berarti meniadakan sama sekali peredaran dan konsumsi minuman beralkohol. (Baca juga: PPP Pastikan Minol untuk Ritual Budaya dan Keagamaan Dikecualikan)
”Saya mendengar ada yang mengatakan ini jangan hebohlah soal minol karena ini bukan soal negara Islam. Masak iya kita tidak boleh mengatur sesuatu yang mendatangkan kerusakan bagi moralitas,” ujar Romo Syafii dalam akun Instagram official Partain Gerindra, dikutip, Selasa (24/11/2020). (Klik ini untuk ikuti survei SINDOnews tentang Calon Presiden 2024)
Menurutnya, dalam RUU ini, bukan berarti sama sekali tidak boleh ada peredaran minol. Ada daerah-daerah destinasi wisata dengan ketentuan tertentu yang boleh menjual. Termasuk restoran dan hotel berbintang dengan kualitas tertentu yang boleh menjual. ”Undang-undang ini, kalau nanti dilaksanakan, memiliki kejelasan tentang apa yang boleh diproduksi, siapa yang boleh memproduksi, siapa yang boleh membeli, dan siapa yang boleh mengonsumsi,” ungkap Romo M. Syafii.
(cip)