Stick and Carrot Policy

Senin, 11 Mei 2020 - 06:50 WIB
loading...
Stick and Carrot Policy
Prof Chamdra Fajri Ananda Ph.D
A A A
Prof Candra Fajri Ananda Ph.D
Staf Khusus Menteri Keuangan Republik Indonesia

Ujian pandemi masih belum berakhir di negara kita. Hingga saat ini bahkan belum ada seorang pun yang dapat memastikan batas akhir masa pandemi. Sementara di beberapa negara sudah mulai menunjukkan beberapa peningkatan tingkat pemulihan.

Demi menekan angka penyebaran wabah, tak ada pilihan lain yang dapat dilakukan pemerintah selain membatasi pergerakan manusia. Akibatnya, tentu dampak ekonomi yang muncul semakin dalam dan kini menjadi kenyataan pahit yang harus dihadapi oleh Indonesia.

Pandemi virus corona (Covid-19) juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi domestik kuartal I/2020 yang terperosok dalam ke level 2,97% year on year (yoy). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal I/2020 ini merupakan yang terendah sejak 2001. Produk domestik bruto (PDB) Indonesia berdasarkan harga konstan pada kuartal I/2020 ini sebesar Rp2.703 triliun dan atas dasar harga berlaku tercatat Rp3.122 triliun. Melalui dasar kuartal I seperti itu, bisa dipastikan pada kuartal II akan semakin mendalam dan berat bagi perekonomian.

Harapan kita, tentu di kuartal III dan IV ada titik balik pertumbuhan, terutama jika mampu memulihkan daya beli masyarakat serta ekspor. Hal ini karena beberapa negara tujuan ekspor sudah menunjukkan pemulihan.

Pandemi dan Ancaman PHK

Organisasi Buruh Internasional (ILO) memprediksi 1,25 miliar orang di dunia bekerja di sektor yang terdampak parah oleh Covid-19 dan dibayangi risiko PHK. Sektor-sektor tersebut termasuk akomodasi dan jasa makanan, yakni perdagangan ritel dan besar, termasuk jasa reparasi kendaraan, manufaktur, dan properti atau real estate.

Berdasarkan laporan hasil survei dampak Covid-19 terhadap perusahaan penerima fasilitas menunjukkan bahwa hanya 6% industri yang masih normal. Sisanya 94% industri terdampak corona. Dari jumlah tersebut, 46% industri masih berusaha mencari pasar pengganti, terutama industri pakaian jadi, 25% industri menunda pengiriman, 5% industri masih memproduksi dan menimbun produksi, serta 8% industri mengurangi produksi.

Di sektor ekspor–impor, pandemi lebih besar mengguncang ekspor ketimbang impor. Sebagian besar perusahaan masih mampu menjaga kinerja impor, di mana 654 perusahaan hanya mengalami penurunan 0-10%, sedangkan perusahaan yang mengalami penurunan di atas 50% hanya sebanyak 233 perusahaan. Industri yang paling bertahan adalah industri makanan, sedangkan industri yang tertekan paling dalam adalah industri pakaian jadi.

Data Kementerian Ketenagakerjaan per 20 April 2020 menunjukkan 2.084.593 pekerja dari 116.370 perusahaan yang telah dirumahkan dan terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat imbas pandemi corona. Sebanyak 1,8 juta di antaranya merupakan pegawai industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dirumahkan dan di-PHK. Jumlah tersebut mencapai 70% dari total tenaga kerja industri TPT yang 2,7 juta orang.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0890 seconds (0.1#10.140)