Menuju Masyarakat Post-Seksisme
loading...
A
A
A
Post-Seksisme
Kondisi seksisme sebenarnya bertentangan dengan cita-cita masyarakat tentang kesetaraan gender. Kesetaraan gender masih menjadi isu dan menjadi perjuangan di seluruh dunia. Irianto (2016) menyebutkan bahwa hingga kini tatanan dan norma dalam masyarakat masih menempatkan perempuan secara subordinatif sehingga kesetaraan masih harus diperjuangkan.
Salah satu akar seksisme adalah kondisi masyarakat yang sangat dipengaruhi jenis kelamin pada penilaian atas sebuah situasi. Untuk mencapai kesetaraan gender, masyarakat harus bergerak pada perilaku berbasis post-seksisme. Makna dari post-seksisme itu sendiri adalah keputusan atau penilaian yang diambil masyarakat sama sekali tidak bergantung pada jenis kelamin.
Satu-satunya yang membatasi pria dan perempuan dalam konteks post-seksisme adalah sifat kodrati yang melekat pada masing-masing jenis kelamin. Artinya, pembedaan hanya dapat terjadi atas sebab kodrati, misalnya karyawan wanita mendapat cuti melahirkan, sebaliknya karyawan pria tidak mendapatkan. Selain sebab kodrati, segala bentuk penilaian dan perlakuan harus ditetapkan dengan menggunakan ukuran yang sama. Dalam masyarakat yang menganut post-seksisme budaya-budaya pergunjingan berbasis pornografi akan ditinggalkan karena secara objektif, dengan adanya kesetaraan gender maka pergunjingan tidak akan terjadi.
Masyarakat post-seksisme juga memiliki ukuran objektif atas privasi maupun tindakan pelanggaran hukum. Artinya, salah satu ciri masyarakat post-seksisme dalam menyikapi beredarnya konten video maupun foto yang mengandung konten pornografi adalah reaksinya yang akan menilai bahwa hal tersebut merupakan ranah privasi.
Demikian pula jika tindakan dalam sebuah video maupun foto mengandung konten pornografi (terlebih dilakukan secara ilegal) akan dinilai sebagai sesuatu yang memiliki konsekuensi hukum sehingga masyarakat tidak akan turut serta menyebarkan maupun menggunjingkannya.
Dalam masyarakat post-seksisme tidak akan terjadi trending selama seminggu hanya gara-gara video maupun foto yang mengandung konten pornografi.
Kondisi seksisme sebenarnya bertentangan dengan cita-cita masyarakat tentang kesetaraan gender. Kesetaraan gender masih menjadi isu dan menjadi perjuangan di seluruh dunia. Irianto (2016) menyebutkan bahwa hingga kini tatanan dan norma dalam masyarakat masih menempatkan perempuan secara subordinatif sehingga kesetaraan masih harus diperjuangkan.
Salah satu akar seksisme adalah kondisi masyarakat yang sangat dipengaruhi jenis kelamin pada penilaian atas sebuah situasi. Untuk mencapai kesetaraan gender, masyarakat harus bergerak pada perilaku berbasis post-seksisme. Makna dari post-seksisme itu sendiri adalah keputusan atau penilaian yang diambil masyarakat sama sekali tidak bergantung pada jenis kelamin.
Satu-satunya yang membatasi pria dan perempuan dalam konteks post-seksisme adalah sifat kodrati yang melekat pada masing-masing jenis kelamin. Artinya, pembedaan hanya dapat terjadi atas sebab kodrati, misalnya karyawan wanita mendapat cuti melahirkan, sebaliknya karyawan pria tidak mendapatkan. Selain sebab kodrati, segala bentuk penilaian dan perlakuan harus ditetapkan dengan menggunakan ukuran yang sama. Dalam masyarakat yang menganut post-seksisme budaya-budaya pergunjingan berbasis pornografi akan ditinggalkan karena secara objektif, dengan adanya kesetaraan gender maka pergunjingan tidak akan terjadi.
Masyarakat post-seksisme juga memiliki ukuran objektif atas privasi maupun tindakan pelanggaran hukum. Artinya, salah satu ciri masyarakat post-seksisme dalam menyikapi beredarnya konten video maupun foto yang mengandung konten pornografi adalah reaksinya yang akan menilai bahwa hal tersebut merupakan ranah privasi.
Demikian pula jika tindakan dalam sebuah video maupun foto mengandung konten pornografi (terlebih dilakukan secara ilegal) akan dinilai sebagai sesuatu yang memiliki konsekuensi hukum sehingga masyarakat tidak akan turut serta menyebarkan maupun menggunjingkannya.
Dalam masyarakat post-seksisme tidak akan terjadi trending selama seminggu hanya gara-gara video maupun foto yang mengandung konten pornografi.
(bmm)