Gabungkan RUU Pemilu dan Pilkada, DPR Ungkap 5 Isu Krusial
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi II DPR menjelaskan tentang Rancangan Perubahan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum ( RUU Pemilu ) di hadapan Badan Legislasi (Baleg) DPR sebagai pengusul, untuk diharmonisasi di baleg DPR sebelum ditetapkan menjadi RUU usul inisiatif DPR .
(Baca juga: Kemendikbud Didesak Sanksi Disdik yang Melanggar Aturan Pembukaan Sekolah)
Dalam penjelasan yang diwakilkan Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung dan Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa, terungkap bahwa Komisi II DPR menggabungkan UU Pemilu dan Pilkada dalam satu usulan RUU.
"Antara dua Undang-Undang atau dua rezim (UU Pemilu dan UU Pilkada), ada beberapa ketentuan pasal yang sama sehingga terjadi redundant atau overlapping, berkaca dari teori yang kita kembangkan selama ini, maka kita memutuskan sebaiknya masalah kepemiluan Indonesia hanya terdiri dari satu rezim dan satu Undang-Undang, dari pemilu legislatif (pileg), pemilu presiden dan pemilihan kepada daerah (pilkada),” kata Doli dalam rapat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (16/11/2020).
Kemudian, Doli juga mengungkap sejumlah isu krusial yang disusun dalam RUU ini. Isu krusial ini selalu mengemuka di setiap pembahasan RUU Pemilu, karena terkait dengan kepentingan sejumlah stakeholder, khususnya dari partai politik (parpol).
"Lima isu klasik yang selalu dan pasti akan ada perdebatan panjang dan selesai di lobi tingkat pimpinan parpol,” ujarnya. (Baca juga: Masih Ada 30% Masyarakat Ragu-ragu Diberikan Vaksin Covid-19)
Politikus Partai Golkar ini menguraikan 5 isu krusial tersebut. Di antaranya, sistem pemilu legislatif terbuka atau tertutup, besaran parliamentary threshold, besaran presidential threshold, district magnitude atau besaran jumlah kursi per daerah pemilihan (dapil), dan sistem konversi suara ke kursi.
Karena setiap pembahasan UU Pemilu isu ini selalu mengemuka dan diselesaikan di tingkat akhir oleh para pimpinan parpol, sambung Doli, pihaknya belum memutuskan isu-isu itu melainkan hanya memberikan sejumlah opsi ketentuan sebagaimana aspirasi yang mengemuka.
"Itulah kenapa kami belum memutuskan salah satu alternatif, karena ada beberapa opsi karena saya yakin keputusan ada di tingkat akhir pembahasan bersama pimpinan parpol," terang Doli.
Doli juga mengungkap ada 4 isu kontemporer atau baru. Pertama, pembagian keserentakan. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pemilu legislatif (pileg) serentak dengan pemilu presiden (pilpres), dan pengaturan waktunya berkaitan dengan keserentakan pilkada yang rencana dalam UU terdahulu pada 2024 bersamaan dengan Pileg dan Pilpres.
(Baca juga: Kemendikbud Didesak Sanksi Disdik yang Melanggar Aturan Pembukaan Sekolah)
Dalam penjelasan yang diwakilkan Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung dan Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa, terungkap bahwa Komisi II DPR menggabungkan UU Pemilu dan Pilkada dalam satu usulan RUU.
"Antara dua Undang-Undang atau dua rezim (UU Pemilu dan UU Pilkada), ada beberapa ketentuan pasal yang sama sehingga terjadi redundant atau overlapping, berkaca dari teori yang kita kembangkan selama ini, maka kita memutuskan sebaiknya masalah kepemiluan Indonesia hanya terdiri dari satu rezim dan satu Undang-Undang, dari pemilu legislatif (pileg), pemilu presiden dan pemilihan kepada daerah (pilkada),” kata Doli dalam rapat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (16/11/2020).
Kemudian, Doli juga mengungkap sejumlah isu krusial yang disusun dalam RUU ini. Isu krusial ini selalu mengemuka di setiap pembahasan RUU Pemilu, karena terkait dengan kepentingan sejumlah stakeholder, khususnya dari partai politik (parpol).
"Lima isu klasik yang selalu dan pasti akan ada perdebatan panjang dan selesai di lobi tingkat pimpinan parpol,” ujarnya. (Baca juga: Masih Ada 30% Masyarakat Ragu-ragu Diberikan Vaksin Covid-19)
Politikus Partai Golkar ini menguraikan 5 isu krusial tersebut. Di antaranya, sistem pemilu legislatif terbuka atau tertutup, besaran parliamentary threshold, besaran presidential threshold, district magnitude atau besaran jumlah kursi per daerah pemilihan (dapil), dan sistem konversi suara ke kursi.
Karena setiap pembahasan UU Pemilu isu ini selalu mengemuka dan diselesaikan di tingkat akhir oleh para pimpinan parpol, sambung Doli, pihaknya belum memutuskan isu-isu itu melainkan hanya memberikan sejumlah opsi ketentuan sebagaimana aspirasi yang mengemuka.
"Itulah kenapa kami belum memutuskan salah satu alternatif, karena ada beberapa opsi karena saya yakin keputusan ada di tingkat akhir pembahasan bersama pimpinan parpol," terang Doli.
Doli juga mengungkap ada 4 isu kontemporer atau baru. Pertama, pembagian keserentakan. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa pemilu legislatif (pileg) serentak dengan pemilu presiden (pilpres), dan pengaturan waktunya berkaitan dengan keserentakan pilkada yang rencana dalam UU terdahulu pada 2024 bersamaan dengan Pileg dan Pilpres.