Menanti Dampak Perdagangan Bebas ASEAN Plus
loading...
A
A
A
MINGGU (15/11) lalu menjadi tonggak sejarah baru bagi Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) setelah kesepakatan perdagangan di wilayah itu ditandatangani oleh para pemimpin negara. Selain negara-negara di ASEAN, dalam perjanjian yang dikemas melalui Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) itu juga bergabung China, Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru.
Melihat komposisi anggota pakta perdagangan ASEAN Plus itu, banyak kalangan menilai skema kerja sama itu merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Pasalnya, nilai produk domestik bruto negara-negara yang tergabung dalam RCEP itu angkanya bisa mencapai 30% dari total PDB dunia.
Sebagai perbandingan, RCEP ini lebih besar skalanya dibanding perjanjian dagang yang melibatkan Amerika Serikat (AS)-Meksiko-Kanada maupun perdagangan bebas yang dianut Uni Eropa.
Perjanjian perdagangan bebas ASEAN Plus ditandatangani di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang digelar secara virtual sejak Kamis (12/11/2020). Sekadar untuk diketahui, negara-negara ASEAN terdiri atas Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Awalnya, satu negara besar Asia lain, India, sempat menjadi bagian dari negosiasi kesepakatan kerja sama ekonomi tersebut. Namun, Negeri Bollywood menarik diri karena kekhawatiran akan tarif lebih rendah yang dinilai dapat merugikan produsen lokal.
Meski India urung bergabung, Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa tidak tertutup kemungkinan negara lain turut terlibat dalam perjanjian tersebut. Hal ini disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo saat penandatanganan perjanjian RCEP di Istana Bogor, Jawa Barat, kemarin.
Hal yang menarik dicermati dari perjanjian perdagangan ini, keterlibatan negara-negara di luar ASEAN seperti China, Jepang, dan Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Maklum, sebelumnya mereka pernah menyatakan ikut serta dalam kerja sama perdagangan lintas-Pasifik, yakni Trans-Pacific Partnership (TPP) yang dipelopori AS. Namun, skema itu dibekukan oleh Presiden Donald Trump tiga tahun silam.
Bergabungnya negara-negara di luar ASEAN ini menjadi bukti bagaimana wilayah Asia Tenggara memegang peranan penting dalam percaturan dunia. Maklum, jalur-jalur perdagangan internasional seperti Selat Malaka dan Laut China Selatan ada di wilayah ini. Jalur ini pula yang kemudian menginisiasi China membuat Jalur Sutera baru atau Initiative Belt and Road.
Lalu, sebenarnya apakah kelebihan dari RCEP ini? Tentu saja tujuan utamanya adalah untuk menggairahkan iklim perdagangan antarkawasan sehingga perekonomian bisa sama-sama tumbuh. Namun, secara lebih spesifik dalam perjanjian ini antara lain akan disepakati pembebasan sejumlah tarif impor yang berlaku dalam 20 tahun ke depan.
Tak hanya itu, perjanjian tersebut juga mencakup ketentuan tentang kekayaan intelektual, investasi, telekomunikasi, layanan keuangan, e-commerce, dan layanan profesional lain. Hal yang juga penting dari perjanjian ini adalah keinginan Indonesia untuk masuk di dalam rantai pasok global untuk menopang kebutuhan industri negara-negara mitra perdagangannya.
Melihat komposisi anggota pakta perdagangan ASEAN Plus itu, banyak kalangan menilai skema kerja sama itu merupakan salah satu yang terbesar di dunia. Pasalnya, nilai produk domestik bruto negara-negara yang tergabung dalam RCEP itu angkanya bisa mencapai 30% dari total PDB dunia.
Sebagai perbandingan, RCEP ini lebih besar skalanya dibanding perjanjian dagang yang melibatkan Amerika Serikat (AS)-Meksiko-Kanada maupun perdagangan bebas yang dianut Uni Eropa.
Perjanjian perdagangan bebas ASEAN Plus ditandatangani di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN yang digelar secara virtual sejak Kamis (12/11/2020). Sekadar untuk diketahui, negara-negara ASEAN terdiri atas Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.
Awalnya, satu negara besar Asia lain, India, sempat menjadi bagian dari negosiasi kesepakatan kerja sama ekonomi tersebut. Namun, Negeri Bollywood menarik diri karena kekhawatiran akan tarif lebih rendah yang dinilai dapat merugikan produsen lokal.
Meski India urung bergabung, Pemerintah Indonesia menyatakan bahwa tidak tertutup kemungkinan negara lain turut terlibat dalam perjanjian tersebut. Hal ini disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo saat penandatanganan perjanjian RCEP di Istana Bogor, Jawa Barat, kemarin.
Hal yang menarik dicermati dari perjanjian perdagangan ini, keterlibatan negara-negara di luar ASEAN seperti China, Jepang, dan Korea Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Maklum, sebelumnya mereka pernah menyatakan ikut serta dalam kerja sama perdagangan lintas-Pasifik, yakni Trans-Pacific Partnership (TPP) yang dipelopori AS. Namun, skema itu dibekukan oleh Presiden Donald Trump tiga tahun silam.
Bergabungnya negara-negara di luar ASEAN ini menjadi bukti bagaimana wilayah Asia Tenggara memegang peranan penting dalam percaturan dunia. Maklum, jalur-jalur perdagangan internasional seperti Selat Malaka dan Laut China Selatan ada di wilayah ini. Jalur ini pula yang kemudian menginisiasi China membuat Jalur Sutera baru atau Initiative Belt and Road.
Lalu, sebenarnya apakah kelebihan dari RCEP ini? Tentu saja tujuan utamanya adalah untuk menggairahkan iklim perdagangan antarkawasan sehingga perekonomian bisa sama-sama tumbuh. Namun, secara lebih spesifik dalam perjanjian ini antara lain akan disepakati pembebasan sejumlah tarif impor yang berlaku dalam 20 tahun ke depan.
Tak hanya itu, perjanjian tersebut juga mencakup ketentuan tentang kekayaan intelektual, investasi, telekomunikasi, layanan keuangan, e-commerce, dan layanan profesional lain. Hal yang juga penting dari perjanjian ini adalah keinginan Indonesia untuk masuk di dalam rantai pasok global untuk menopang kebutuhan industri negara-negara mitra perdagangannya.