Mencari Sosok Ideal Kapolri Pengganti Idham Azis

Sabtu, 14 November 2020 - 10:50 WIB
loading...
Mencari Sosok Ideal...
Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Kapolri Jenderal Idham Azis akan memasuki masa pensiun pada Januari 2021 karena sudah berusia 58 tahun. Seperti apa sosok ideal penggantinya?

Idham Azis menjabat Kapolri sejak 1 November 2019, menggantikan Tito Karnavian. Sejumlah jabatan pernah dia emban. Seperti Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri pada periode 22 Januari 2019–1 November 2019, Kapolda Metro Jaya pada periode 20 Juli 2017–22 Januari 2019, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri (Kadiv Propam) pada periode 23 September 2016–20 Juli 2017.

Kemudian, Idham juga pernah menjabat Inspektur Wilayah II Inspektorat Pengawasan Umum Polri pada periode 1 Maret 2016 – 23 September 2016, Kapolda Sulawesi Tengah pada periode 3 Oktober 2014-29 Februari 2016, Wakil Kepala Detasemen Khusus (Densus) 88 Anti Teror Polri pada 29 Oktober 2010.
Mencari Sosok Ideal Kapolri Pengganti Idham Azis

Sejumlah nama jenderal bintang dua dan tiga masuk bursa calon Kapolri pengganti Idham Azis . Di deretan bintang dua misalnya muncul nama Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sujana, Kakorbrimob Polri Irjen Pol Nanang Revandoko, Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Ahmad Lutfi, dan Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Fadil Imran.

Selanjutnya, di deretan bintang tiga muncul nama Wakapolri Komjen Pol Gatot Edy Pramono, Kabareskrim Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo, Kabaintelkam Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel, Irwasum Polri Komjen Pol Agung Budi Maryoto, Kabaharkam Komjen Pol Agus Andrianto, dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar.

Pakar Hukum dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar membeberkan kriteria ideal calon Kapolri pengganti Idham Azis nantinya. "Syarat formal pastilah bertakwa, telah memenuhi pangkat yang dipersyaratkan, pengalaman di reserse atau penanganan kasus dan pelayanan masyarakat," ujar Abdul Fickar Hadjar kepada SINDOnews, Jumat (13/11/2020).

Namun, kata Fickar, yang terpenting adalah mengerti dan mendalami nilai-nilai Pancasila. "Sehingga ketika bisa mengawasi dan mengatasi anak buah yang dalam menangani keamanan dan proses perkara bisa lebih manusiawi, berpikir demokratis dan menyadari bahwa polisi itu bukan alat pemerintahan yang berkuasa melainkan alat negara, sehingga tidak mudah diperalat oleh kekuasaan dan tidah mudah over acting," tutur Fickar.

Selain itu, dia berharap agar Kapolri berikutnya tidak memperlakukan masyarakat yang berbeda pendapat sebagai penjahat kriminal.

Hal senada dikatakan Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Gerindra Habiburokhman. "Kami mengapresiasi kinerja Pak Idham Azis yang akan segera pensiun. Beliau meninggalkan legacy bahwa Polri tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum," ujar Habiburokhman dihubungi SINDOnews secara terpisah.

Habiburokhman mengatakan, keberanian Polri untuk mengusut kasus-kasus yang melibatkan petingginya sendiri seperti kasus Joko Tjandra benar-benar bernilai positif. "Kapolri berikutnya harus bisa bekerja lebih baik lagi. Polri sebagai ujung tombak penegakan hukum harus bisa kembali meraih kepercayaan masyarakat," kata Habiburokhman .

Habiburokhman menuturkan, konsep Profesional, Modern dan Terpercaya (Promotor) jangan sekadar menjadi jargon kosong. Kata dia, Promotor itu harus benar-benar diterapkan sampai tingkat bawah. "Hal lain adalah Polri harus hati-hati dan memastikan tegaknya keadilan dalam kasus-kasus yang bernuansa politis. Jangan sampai timbul kesan adanya kriminaslisasi politik," pungkas Habiburokhman .

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Supriansa mengaku tidak ingin berspekulasi tentang nama calon Kapolri pengganti Idham Azis. Hal tersebut, kata dia, adalah hak prerogatif presiden untuk menunjuk kemudian menyerahkan nama ke Komisi III DPR untuk mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (Fit and Proper Test).

"Kita tunggu saja siapa yang ditunjuk bapak Presiden. Soal kemampuan dan kapasitas saya meyakini banyak stok calon Kapolri di kepolisian yang siap menduduki jabatan itu," ujar Supriansa.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Pangeran Khaerul Saleh mengungkapkan sebagaimana disebutkan pada Undang-undang (UU) Kepolisian pasal 11 ayat (1) mengamanatkan Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh presiden dengan persetujuan DPR. Sehingga, kata Pangeran, penentuan siapa yang menjadi Kapolri menjadi hak prerogatif presiden.

( ).

Pangeran menjelaskan, berdasarkan UU Nomor 2 tahun 2002 Pasal 11 Ayat (6) disebutkan bahwa calon Kapolri adalah perwira tinggi Kepolisian Negara yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan karier. Sehingga, lanjut dia, calon Kapolri harus memiliki pengalaman pada berbagai bidang profesi kepolisian.

"Pangkat yang harus dimiliki adalah jenderal bintang 3 atau bintang 2 yang sebelum pemilihan menjadi promosi bintang 3," kata Pangeran kepada SINDOnews secara terpisah.

Dia pun memberikan beberapa kriteria yang perlu mendapat perhatian antara lain, harus memiliki rekam jejak yang baik serta memiliki kapasitas dan intergritas serta prestasi yang menonjol. "Harus memiliki visi yang jelas dan membawa citra kepolisian yang lebih baik di era demokrasi yang penuh dengan berbagai problem yang sangat kompleks," ujar Pangeran.

Selanjutnya, kata dia, calon Kapolri harus mampu membawa kepolisian sebagai pengayom masyarakat dan pelindung masyarakat dengan tetap mengedepankan aspek hukum. "Sehingga penindakan hukum haruslah adil dan bertindak humanis dalam menghadapi berbagai persoalan di masyarakat," kata Pangeran.

Selain itu, lanjut dia, calon Kapolri harus memiliki kemampuan untuk bekerja sama dengan berbagai stakeholder, dan memiliki kemampuan untuk menjaga persatuan dalam tubuh kepolisian sehingga memiliki soliditas sesama anggota Polri.

"Saya yakin bahwa banyak jenderal yang memenuhi kriteria di atas dan mampu membawa kepolisian lebih baik lagi di masa depan," pungkas Pangeran.

( ).

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mengatakan bahwa Kompolnas akan melihat data rekam jejak atau track record dan prestasi calon-calon Kapolri. "Dan akan memberikan pertimbangan kepada presiden untuk calon-calon yang track record dan prestasinya terbaik," ujar Poengky Indarti kepada SINDOnews, Jumat (13/11/2020).

Poengky menerangkan, berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 38 ayat (1) huruf b Kompolnas bertugas memberikan pertimbangan kepada presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri. Merujuk pasal 11 ayat (6) UU nomor 2 tahun 2002, kata dia, maka calon Kapolri adalah perwira tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan karier.

( ).

"Oleh karena itu nantinya ketika memberikan pertimbangan kepada Presiden maka kami berpedoman pada pasal 11 ayat (6) UU nomor 2 tahun 2002," kata Poengky.

Dia melanjutkan, yang dimaksud dengan jenjang kepangkatan ialah prinsip senioritas dalam arti penyandang pangkat tertinggi di bawah Kapolri. "Sedangkan yang dimaksud dengan jenjang karier ialah pengalaman penugasan dari perwira tinggi calon Kapolri pada berbagai bidang profesi Kepolisian atau berbagai macam jabatan di Kepolisian," pungkasnya.
(zik)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1630 seconds (0.1#10.140)