Kemenristek Percepat Kemandirian Bahan Baku Obat Nasional

Selasa, 10 November 2020 - 15:03 WIB
loading...
A A A
“Kita bisa masuk lingkaran setan karena berputar di sini saja. Setelah saya pelajari, pengadaan obat dan alat kesehatan di rumah sakit itu yang menentukan adalah dokter yang langsung memberikannya kepada pasien. Kuncinya ada di dokter,” imbuh Bambang. (Baca juga: Penanganan Covid-19 Membaik, Ekonomi Akan Segera Tumbuh)

Revisi Permenkes 54

Sebagai informasi, OMAI belum dapat dijadikan obat rujukan JKN karena belum tertuang dalam Permenkes No 54/2018. Akibatnya, BPJS Kesehatan tidak meng-cover biaya pembelian obat-obatan herbal tersebut. Kondisi yang membuat pemanfaatan OMAI di dunia medis hanya sebatas pelengkap obat-obatan kimia.

“Kalau tidak masuk JKN, tentu OMAI susah bersaing dengan obat berbahan baku impor. Harus ada ketegasan kita prioritaskan bahan baku obat dari negara kita sendiri. Saya yakin kalau sudah masuk JKN akan ada banyak lagi pihak yang melakukan riset karena sudah ada fasilitas super tax deduction sampai 300% itu,” ujar Bambang.

Pelaku usaha pun mengapresiasi langkah pemerintah yang menerbitkan PMK No 153/2020. Executive Director Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS) Raymond R Tjandrawinata menilai, insentif pemotongan pajak tersebut akan merangsang pelaku industri farmasi untuk melakukan lebih banyak penelitian dan pengembangan OMAI.

“Tetapi kan PMK-nya ini baru terbit, jadi butuh proses. Sekarang bagaimana caranya agar lebih banyak lagi dokter-dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia (PDHMI) menggunakan OMAI. Caranya harus masuk ke JKN sehingga dokter tidak ragu meresepkannya untuk pasien,” kata Raymond. (Lihat videonya: Kian Heboh Video Asusila Mirip Gisel dan Jedar di Medsos)

Indonesia memiliki biodiversitas alam terbanyak kedua di dunia setelah Brasil sehingga bahan baku herbal untuk membuat obat banyak tersedia. Namun, pemanfaatan OMAI di Indonesia justru kalah dibandingkan negara-negara lain. “Di Jerman, 53% pemanfaatan obat-obatan berbahan herbal. Di China itu 30% dan Korea 20%. Kita tertinggal karena tidak difasilitasi penggunaannya,” ungkapnya.

Terkait revisi Permenkes No 54, Direktur Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes, Dita Novianti Sugandi mengaku instansinya sangat mendukung pemanfaatan OMAI di dunia medis. Permenkes No 17/2017 disebutnya mengakomodasi pemanfaatan OMAI di fasilitas layanan kesehatan primer, yaitu puskesmas. (Hafid Fuad/Sudarsono)
(ysw)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1059 seconds (0.1#10.140)