Kemenristek Percepat Kemandirian Bahan Baku Obat Nasional

Selasa, 10 November 2020 - 15:03 WIB
loading...
Kemenristek Percepat Kemandirian Bahan Baku Obat Nasional
OMAI yang berasal dari biodiversitas alam Indonesia hingga saat ini masih terbatas dimanfaatkan oleh masyarakat. Foto/dok
A A A
JAKARTA - Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) yang berasal dari biodiversitas alam Indonesia hingga saat ini masih terbatas dimanfaatkan oleh masyarakat. Musababnya, OMAI tidak bisa diresepkan di program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Menteri Riset dan Teknologi/Badan Riset Inovasi Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan, ada regulasi yang mengakibatkan OMAI tidak bisa masuk Formularium Nasional di program JKN. Regulasi tersebut, yakni Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No 54/2018. (Baca: Baca Doa Ini Sebelum Shalat, Setan Bakal Kabur)

Terhambatnya pemanfaatan OMAI yang diproduksi industri farmasi nasional ini, diyakini membuat percepatan kemandirian bahan baku obat dalam negeri tidak tercapai dan impor bahan baku obat yang mencapai 95% sangat menggerus devisa negara.

“Keprihatinan kita dimulai dengan fakta 95% bahan baku obat itu dipenuhi dari impor yang menggerus devisa negara. Sementara dokter kita sudah terbiasa memberikan obat-obat ini kepada para pasiennya,” kata Bambang Brodjonegoro saat menjadi pembicara kunci webinar Dialog Nasional “Pengembangan OMAI untuk Kemandirian Obat Nasional”, Jumat (6/11).

Untuk bisa menekan impor bahan baku obat tersebut, Menristek meminta semua pihak mengampanyekan agar para dokter memiliki keberpihakan kepada OMAI. Ia menilai selama ini dokter-dokter di Indonesia belum terbiasa memberikan resep obat-obatan herbal kepada pasiennya karena sudah telanjur nyaman menggunakan obat-obatan kimia.

Kondisi itu, menurut Bambang Brodjonegoro, justru menghambat penelitian dan pengembangan OMAI oleh industri farmasi nasional. Padahal pemerintah baru-baru ini menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 153/PMK.010/2020 tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto atas Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Tertentu di Indonesia. (Baca juga: UIN Jakarta Dirikan Pusat Kajian Halal)

Di mana, Menteri Keuangan menjanjikan pengurangan penghasilan bruto hingga 300% dari jumlah biaya yang dikeluarkan perusahaan yang melakukan penelitian dan pengembangan, salah satunya untuk memproduksi obat-obatan herbal.

“Tetapi kita juga harus sadar, mereka mau melakukan research and development (R&D/penelitian dan pengembangan), kalau sudah jelas pemakaian dari obat yang mereka teliti itu. Kalau dokternya tidak menggunakan OMAI dan tidak mengusulkannya masuk ke dalam daftar obat rujukan Kementerian Kesehatan dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), industrinya tentu belum mau melakukan R&D,” keluh Bambang Brodjonegoro.

Mantan Menteri Keuangan itu menegaskan, target Presiden Joko Widodo untuk menciptakan kemandirian industri obat nasional sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6/2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Obat dan Alat Kesehatan bisa jalan di tempat tanpa kontribusi para dokter.

Padahal salah satu misi dari Inpres tersebut adalah mempercepat kemandirian dan pengembangan produksi bahan baku obat, obat, dan alat kesehatan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan ekspor serta memulihkan dan meningkatkan kegiatan industri/utilisasi kapasitas industri.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1272 seconds (0.1#10.140)