Typo dan Kesalahan di UU Ciptaker Dinilai Perlu Pertanggungjawaban
loading...
A
A
A
JAKARTA - Sekretaris Jenderal Jaringan Nasional Duta Joko Widodo, Sofia menilai masalah typo atau kesalahan redaksional dalam Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) tidak cukup diselesaikan hanya dengan permintaan maaf. Menurut Sofia, para pejabat terkait harus bertanggung jawab.
(Baca juga: Antisipasi Lonjakan Kasus Covid-19, Pemerintah Terapkan Rekayasa Perawatan)
"Permintaan maaf tidak cukup. Para pejabat terkait dan para pemeriksa harus bertanggung jawab kepada publik. Mengundurkan diri adalah cara paling tepat untuk itu," ujar Sofia, Rabu (4/11/2020).
(Baca juga: Nama Burhanudin dan Hatta Ali Kembali Disebut di Sidang Andi Irfan Jaya)
Dia mengungkapkan setidaknya ada dua kesalahan penulisan yang terjadi, pasal 6 di halaman 6 dan pasal 53 ayat 5 halaman 757. Kesalahan tulis itu, kata dia, telah membuat isi kedua pasal tersebut menjadi ambigu secara substansi dan menimbulkan prasangka dan kegaduhan baru.
Kesalahan penulisan ada di pasal 6 di bagian tersebut menyebutkan bahwa peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a meliputi, ada empat huruf, a sampai d, yang menjabarkan apa saja peningkatan ekosistem.
Yang menjadi permasalahan, kata dia, ternyata dalam Pasal 5 yang dirujuk oleh Pasal 6 tidak memiliki ayat tambahan apapun. Tidak ada ayat 1 huruf a seperti yang dirujuk pada Pasal 6.
Kesalahan kedua, sambung dia, terdapat pada Pasal 53 Bab XI mengenai Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan untuk Mendukung Cipta Kerja, bagian kelima tentang izin, standar, dispensasi, dan konsesi, yang ada di halaman 757. “Ayat 5 pasal itu harusnya merujuk ayat (4), tapi ditulisnya ayat (3),” katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, saat ini tim hukum Duta Joko Widodo yang terdiri dari berbagai praktisi masih terus mempelajari secara intens isi UU yang baru saja ditandatangani oleh Presiden Jokowi itu.
Adapun Jaringan Nasional Duta Joko Widodo merupakan organ relawan yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat sipil dan sudah menjadi bagian pemenangan Presiden Joko Widodo sejak 2014.
"Kami bertanggung jawab menjaga amanat dan mandat rakyat yang kami ajak mendukung dan memilih Jokowi," ucapnya.
Dia melanjutkan, UU Ciptaker sejatinya merupakan manifestasi dari semangat keberpihakan Presiden pada penciptaan lapangan kerja bagi jutaan generasi muda. Kata dia, harus diakui bahwa niat baik Presiden Jokowi itu telah menjadi polemik karena lemahnya komunikasi publik yang dilakukan dalam sosialisasi.
Dia menambahkan, belum selesai perdebatan substansi dari berbagai pihak yang mendukung maupun menolak. "Kini kita justru dihadapkan pada polemik akibat kesalahan yang tidak perlu terjadi seharusnya. Kesalahan penulisan pada UU Ciptaker yang ditandatangani oleh Presiden," imbuhnya.
Menurut dia, kesalahan penulisan itu bukanlah sekadar hal teknis karena terjadi pada jantung institusi negara. Padahal, ujar dia, sejatinya seluruh kerja-kerja di jantung harus dilakukan dengan prinsip-prinsip kehati-hatian, kecermatan dan tepat.
"Harus zero tolerance dan zero mistake. Apalagi untuk produk hukum yang sedang menjadi sorotan dan perdebatan di publik, seperti UU Ciptaker. Dalam situasi ini komitmen Presiden harus diperkuat dengan sikap dan kerja profesional yang cermat, bukan justru malah diperlemah dengan kesalahan yang tidak perlu," pungkasnya.
(Baca juga: Antisipasi Lonjakan Kasus Covid-19, Pemerintah Terapkan Rekayasa Perawatan)
"Permintaan maaf tidak cukup. Para pejabat terkait dan para pemeriksa harus bertanggung jawab kepada publik. Mengundurkan diri adalah cara paling tepat untuk itu," ujar Sofia, Rabu (4/11/2020).
(Baca juga: Nama Burhanudin dan Hatta Ali Kembali Disebut di Sidang Andi Irfan Jaya)
Dia mengungkapkan setidaknya ada dua kesalahan penulisan yang terjadi, pasal 6 di halaman 6 dan pasal 53 ayat 5 halaman 757. Kesalahan tulis itu, kata dia, telah membuat isi kedua pasal tersebut menjadi ambigu secara substansi dan menimbulkan prasangka dan kegaduhan baru.
Kesalahan penulisan ada di pasal 6 di bagian tersebut menyebutkan bahwa peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat 1 huruf a meliputi, ada empat huruf, a sampai d, yang menjabarkan apa saja peningkatan ekosistem.
Yang menjadi permasalahan, kata dia, ternyata dalam Pasal 5 yang dirujuk oleh Pasal 6 tidak memiliki ayat tambahan apapun. Tidak ada ayat 1 huruf a seperti yang dirujuk pada Pasal 6.
Kesalahan kedua, sambung dia, terdapat pada Pasal 53 Bab XI mengenai Pelaksanaan Administrasi Pemerintahan untuk Mendukung Cipta Kerja, bagian kelima tentang izin, standar, dispensasi, dan konsesi, yang ada di halaman 757. “Ayat 5 pasal itu harusnya merujuk ayat (4), tapi ditulisnya ayat (3),” katanya.
Lebih lanjut dia mengatakan, saat ini tim hukum Duta Joko Widodo yang terdiri dari berbagai praktisi masih terus mempelajari secara intens isi UU yang baru saja ditandatangani oleh Presiden Jokowi itu.
Adapun Jaringan Nasional Duta Joko Widodo merupakan organ relawan yang terdiri dari berbagai elemen masyarakat sipil dan sudah menjadi bagian pemenangan Presiden Joko Widodo sejak 2014.
"Kami bertanggung jawab menjaga amanat dan mandat rakyat yang kami ajak mendukung dan memilih Jokowi," ucapnya.
Dia melanjutkan, UU Ciptaker sejatinya merupakan manifestasi dari semangat keberpihakan Presiden pada penciptaan lapangan kerja bagi jutaan generasi muda. Kata dia, harus diakui bahwa niat baik Presiden Jokowi itu telah menjadi polemik karena lemahnya komunikasi publik yang dilakukan dalam sosialisasi.
Dia menambahkan, belum selesai perdebatan substansi dari berbagai pihak yang mendukung maupun menolak. "Kini kita justru dihadapkan pada polemik akibat kesalahan yang tidak perlu terjadi seharusnya. Kesalahan penulisan pada UU Ciptaker yang ditandatangani oleh Presiden," imbuhnya.
Menurut dia, kesalahan penulisan itu bukanlah sekadar hal teknis karena terjadi pada jantung institusi negara. Padahal, ujar dia, sejatinya seluruh kerja-kerja di jantung harus dilakukan dengan prinsip-prinsip kehati-hatian, kecermatan dan tepat.
"Harus zero tolerance dan zero mistake. Apalagi untuk produk hukum yang sedang menjadi sorotan dan perdebatan di publik, seperti UU Ciptaker. Dalam situasi ini komitmen Presiden harus diperkuat dengan sikap dan kerja profesional yang cermat, bukan justru malah diperlemah dengan kesalahan yang tidak perlu," pungkasnya.
(maf)